Sukses

Menkominfo Bantah Temuan ICW soal Bayar Jasa Influencer

Menurut dia, Kemenkominfo memiliki program coaching clinic yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Siberkreasi pada 2018 lalu.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate tak mengetahui temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal belanja pemerintah untuk membayar influencer sejak 2017.

Menurut dia, Kemenkominfo memiliki program coaching clinic yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Siberkreasi pada 2018 lalu. Program itu memang melibatkan influencer.

"Namun program coaching clinic school of influencer oleh Kominfo tersebut bukan untuk membiayai influencer, tetapi pelatihan bagi yang berminat berprofesi sebagai influencer," kata Johnny saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (21/8/2020).

Dia menjelaskan, program tersebut dibuat agar peserta mempunyai kemampuan sebagai influencer yang baik. Influencer dinilai banyak memahami tentang transformasi digital dan kegiatan literasi digital.

Hal ini untuk memberikan pemahaman yang lebih baik terkait ekonomi bagi masyarakat. Khususnya, masyarakat pedesaan seperti petani, peternak, nelayan.

"Kominfo melibatkan banyak lembaga swadaya maupun organisasi kemasyarakatan untuk mendukung kegiatan literasi digital," tuturnya.

Johnny tak merinci besaran anggaran untuk program tersebut. Meski begitu, dia menegaskan anggaran yang dialokasikan untuk program tersebut tak sebesar yang disebut ICW yakni Rp 10,83 miliar untuk kementeriannya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kritik ICW

Sebelumnya, ICW mengkritisi besarnya anggaran belanja pemerintah pusat untuk menggandeng influencer demi mensosialisasikan berbagai kebijakan. Tercatat total anggaran belanja untuk aktivitas yang melibatkan influencer sejak tahun 2017 sampai saat ini mencapai Rp90,45 miliar.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha mengatakan, temuan anggaran itu diperoleh dari penelusuran aktivitas pengadaan barang dan jasa (PBJ) terkait aktivitas digital dan pelibatan para influencer dalam mensosialisasikan berbagai program pemerintah. PBJ sendiri diperoleh melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian maupun Lemabaga Non Kementerian (LPNK).

"Dalam aktivitas digital terkait influencer ini ada 34 kementerian, 5 LPNK, dan 2 lembaga penegak hukum yakni Kejaksaan RI dan Kepolisian RI. Pengumpulan data ini kita lakukan secara singkat dari 14-18 Agustus 2020," ujar dia dalam diskusi virtual via Facebook ICW, Kamis 20 Agustus 2020.

Egi mengatakan, pelibatan influencer untuk mempromosikan sebuah produk oleh perusahaan bukanlah sesuatu yang sepenuhnya baru. Mengingat peran influencer masih terus efektif dalam mensosialisasikan sebuah produk terhadap masyarakat luas.

Namun, tren penggunaan jasa influencer ini mulai dilirik oleh pemerintah sejak tahun 2017. Tercatat ada 5 paket pengadaan dengan nilai kontrak mencapai Rp17,68 miliar dan terus meningkat pengadaannya dari tahun ke tahun.

Menurutnya hal itu, menggambarkan adanya rasa ketidakpercayaan diri pada pemerintah pusat atas kebijakan yang dilahirkan. Seperti di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang harus menggelontorkan anggaran Rp114.400.000 pada 2019 lalu, untuk pengadaan sosialisasi PPDB melalui influencer media sosial artis Gritte Agatha dan Ayushita W.N.

Masih di tahun yang sama sosialisasi PPDB juga kembali melibatkan influencer artis Ahmad Jalaluddin Rumi dan Ali Syakieb dengan nilai kontrak serupa Rp114.400.000.