Liputan6.com, Pekanbaru Sosialisasi Empat Pilar MPR berlangsung di Kota Pekanbaru, Riau, Sabtu malam (22/08/2020) berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Sosialisasi dengan metode Pagelaran Seni Budaya Melayu Riau itu mendapat sambutan hangat oleh para peserta yang merupakan perwakilan dari berbagai komunitas yang ada di Kota Pekanbaru, Riau.
Kepala Biro Humas Setjen MPR, Siti Fauziah mengatakan Sosialisasi Empat Pilar MPR tidak boleh berhenti karena amanat undang-undang.
“Tujuan utama sosialisasi adalah memberikan pemahaman tentang pentingnya Empat Pilar yang terdiri dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Siti Fauziah dalam sambutannya.
Advertisement
Di Bumi Lancang Kuning, Riau, yang kental akan budaya Melayu maka kegiatan sosialisasi dikemas dalam bentuk Pagelaran Seni Budaya Melayu. “MPR yang menyelenggarakan pagelaran seni budaya ini bukan untuk memberi hiburan semata, namun juga bertujuan ikut melestarikan seni budaya itu sendiri,” ungkap Siti Fauziah yang biasa disapa Bu Titi.
Kenapa pelestarian seni budaya ini penting?
“Karena didalamnya terkandung semua unsur untuk kehidupan berbangsa, yaitu tontonan, tuntunan, dan juga hiburan,” ungkap Siti Fauziah.
Maka dari itu, Siti Fauziah mengajak para peserta peserta dan tamu undangan untuk terus menjaga seni budaya agar jangan sampai punah.
Tentang arti pentingnya seni budaya juga dijelaskan oleh Anggota MPR dari Kelompok DPD asal Riau, Dr. Intsiawati Ayus. Ketika membuka Pagelaran Seni di Pekanbaru ini, Bu Iin, begitu ia biasa disapa menyatakan bahwa seni diciptakan untuk memberi rasa senang.
“Seni diciptakan dengan senang dan dinikmati dengan senang pula. Jadi, antara karya seni dan penikmat seni sama-sama senang sehingga tercipta harmonisasi, rasa senang, dan bahagia,” katanya.
Lebih dari itu, tegas Intsiawati Ayus, seni dapat mempertajam rasa kemanusiaan, rasa nasionalisme, dan rasa patriotisme.
“Semua rasa inilah yang mempersatukan bangsa,” ujar Bu Iin seraya menambahkan bahwa siapa yang tidak berseni, dia termasuk tidak kreatif dan tidak aspiratif. “Ibarat sayur tanpa garam,” katanya.
Bhinneka Tunggal Ika
Karena itu, Bu Iin bangga bahwa seni budaya Melayu termasuk warisan budaya Nusantara yang adiluhung sebagai wujud dari kebhinekaan Indonesia. Apalagi tujuan dari sosialisasi adalah untuk memberikan pemahaman tentang nilai-nilai yang terkandung dalam Empat Pilar, yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Jadi, lanjut Bu Iin, berbicara soal tatanan kehidupan tentu yang dituju adalah nilai. Saat bicara Pancasila, nilai yang dituju adalah moral dan etika. Lalu bicara soal UUD NRI Tahun 1945 sasarannya adalah tatanan hukum.
Begitu pula kalau bicara soal NKRI, yang bentangannya dari Sabang sampai Merauke, nilai yang dituju adalah rasa nasionalisme dan patriotisme.
“Cubit Sabang, Merauke menjerit,” ungkap Bu Iin. Dan, bicara Bhinneka Tunggal Ika maka nilai yang ingin dicapai adalah saling menghormati dan saling menghargai. “Itulah nilai-nilai Empat Pilar yang menjadi karakter bangsa,” katanya.
Pagelaran Seni Budaya Melayu malam itu betul-betul menggambar suasana kebhinekaan. Sebuah tari kolosal yang merupakan rangkaian tarian-tarian nusantara, tampil berturut-turut tanpa jeda, yakni: tari Piring (Sumatera Barat), tari Tor-tor (Sumatera Utara), tari Ondel-ondel (Betawi, Jakarta), tari Bali, tari Kipas (Sulawesi Selatan), dan tari Sajojo (Papua). Dan, tentu tak ketinggalan kesenian Melayu, seperti: silat, tari Persembahan, tari Lancang Kuning, puisi, dan lagu-lagu perjuangan dibawakan oleh grup musik yang tergabung dalam Komunitas Kampung Musisi Pekanbaru.
Tamu undangan yang hadir malam itu cukup antusias menyaksikan pagelaran Seni Budaya Melayu Riau. Selain Intsiawati Ayus acara ini juga dihadiri Ir. HM. Idris Laena (Ketua Fraksi Golkar MPR), Sadarestuwati (Anggota MPR Fraksi PDI Perjuangan), dan Eem Marhamah Zulfa Hiz (Sekretaris Fraksi PKB MPR) serta para tamu dan undangan lainnya.
(*)
Advertisement