Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya telah menangkap 12 tersangka pembunuhan bos pelayaran, Sudianto (51). Otak pembunuhan diketahui adalah karyawan korban sendiri, berinisial NL. Dia melakukan aksi kejinya lantaran dilecehkan dan takut akan dilaporkan ke polisi soal indikasi penggelapan pajak perusahaan.
12 tersangka masing-masing atas inisial NL, R alias MM, SY, DM alias M, SP, AJ, MR, DW alias D, R, RS, TH, dan l. R alias MM merupakan suami siri NL yang ditugasi mencari pembunuh bayaran.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana mengatakan, NL menyiapkan dana sebesar Rp 200 juta untuk menyewa pembunuh bayaran.
Advertisement
"Dari tersangka NL juga telah menyiapkan dana 200 juta untuk mencari pembunuh bayaran. Ya, untuk mencari pembunuh bayaran," kata Nana dalam konferensi pers daring, Senin (24/8/2020).
Nana menjelaskan, NL pertama kali mentransfer Rp 100 juta kepada para pembunuh bayaran sebagai uang muka pada 4 Agustus.
"Kemudian 100 juta lagi diberikan secara cash, yaitu pada Agustus 2020. Yang diberikan kepada saudara Insinyur AJ," ucapnya.
Setelah didapat para pembunuh bayaran, kata Nana mereka melakukan perencanaan pembunuhan yang dilakukan sebanyak lima kali.
Perencanaan pertama pada 4 Agustus 2020 di rumah NL. Kemudian berlanjut pada 5 Agustus di Hotel Pakuwon Tangerang.
"Kemudian tiga kali di (salah satu) hotel (di) Cibubur. Dan sanalah antara tanggal 9 hingga tanggal 12 Agustus para pelaku ini menginap di hotel," jelasnya.
Â
Motif Pembunuhan
Irjen Pol Nana Sudjana menyebut, motif pembunuhan tersebut didorong oleh beberapa sebab. Salah satunya lantaran tersangka merasa dilecehkan oleh korban.
"Memang ada beberapa pernyataan dari korban yang dianggap melecehkan. Jadi mereka sering marah-marah juga yang kedua sering juga mengajak melakukan hal-hal di 'luar'," kata Nana dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Senin (24/8/2020).
"Jadi sering diajak persetubuhan dan ada pernyataan-pernyataan yang menyatakan istilahnya 'tidak laku sebagai perempuan'," sambung Nana.
Di samping itu, NL tega memerintahkan sejumlah pembunuh bayaran untuk membunuh korban lantaran didorong rasa takut akan ancaman korban yang hendak melaporkan dirinya ke pihak berwajib soal penggelapan pajak.
"Dari 2012 sampai 2020 yang bersangkutan adalah di bagian admin ataupun di bagian keuangan. Jadi selama ini banyak mengurusi pajak-pajak. Nah pajak-pajak ini rupanya tidak semua disetorkan ke kantor pajak. Tetapi di situ ada indikasi menggelapkan uang tersebut," beber Nana.
Hal itu bermula karena perusahaan korban mendapatkan teguran dari Dinas Pajak Jakarta Utara. Akhirnya perusahaan mengetahui bahwa ada sejumlah pajak yang tak disetorkan NL.
"Dari korban menyampaikan bahwa tersangka akan dilaporkan kepada polisi. Inilah kekhawatiran yang memungkinkan yang bersangkutan mengambil inisiatif untuk membunuh korban," papar Nana.
Nana menyebut, 12 tersangka akan dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Juga Pasal 338 KUHP, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, dengan hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 (dua puluh) tahun.
Advertisement