Sukses

KPK Dalami Korupsi di PT Dirgantara Indonesia Lewat Pensiunan TNI AD

Pada kasus korupsi PT Dirgantara Indonesia ini, KPK baru menetapkan dua orang sebagai tersangka.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait pemasaran dan penjualan di PT Dirgantara Indonesia. Hari ini, Kamis (27/8/2020), tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan tiga pensiunan TNI Angkatan Darat.

Mereka adalah FX Bangun Pratiknyo, yang sempat menjabat Staf Khusus KASAD, kemudian Aris Supangkat dan Catur Puji Santoso.

"Ketiganya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BS (Budi Santoso)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi soal dugaan korupsi di PT Dirgantara Indonesia itu, Kamis (27/8/2020).

Sehari sebelumnya, Rabu, 26 Agustus 2020 tim penyidik juga memeriksa tiga pensiunan TNI AD. Mereka adalah Edi Martino, Mayjen TNI (Purn) Mulhim Asyrof, dan Zemvani Abdul Karim.

"Mayjen TNI (Purn) Mulhim Asyrof dan Zemvani Abdul Karim diperiksa sebagai saksi untuk BS. Penyidik kembali mengumpulkan alat bukti melalui keterangan kedua saksi tersebut masih seputar adanya dugaan penerimaan kick back kepada pihak end user di PT DI," kata Ali.

Pada kasus ini, KPK baru menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Awal Mula Kasus

Kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.

Pada rapat itu juga dibahas mengenai biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

Kemudian Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.

Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerjasama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Selanjutnya, Budi Santoso memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.

Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra atau agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama.

PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta atau sekira Rp 330 miliar.

Setelah keenam perusahaan menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero). Di antaranya Budi, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.