Sukses

3 Status Tersangka di Pundak Djoko Tjandra

Djoko Tjandra pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri.

Liputan6.com, Jakarta Terpidana korupsi hak tagih utang (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, terancam mendekam di balik jeruji dalam tempo lama.

Ancaman hukuman berlapis bakal diterima mantan buronan Kejaksaan Agung (Kejagung) itu setelah menyandang tiga status tersangka dalam upayanya lolos dari eksekusi jaksa terkait perkara cessie Bank Bali periode 1999 tersebut.

Djoko Tjandra menyandang status tersangka setelah kepolisian dan kejaksaan melakukan penyidikan skandal dilakukan pengusaha kakap tersebut. Skandal dilakukan Djoko Tjandra ini turut menyeret aparat dari dua institusi penegak hukum tersebut.

Djoko Tjandra pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri. Djoko Tjandra dan rekannya sesama pengusaha Tommy Sumardi ditetapkan penyidik polisi sebagai tersangka suap agar status buronan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) interpol dihapus.

Keduanya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1, Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 KUH Pidana.

Perkara itu menyeret nama Inspektur Jenderal (Irjen) Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal (Brigjen) Prasetijo Utomo sebagai tersangka setelah diduga menerima suap dari Djoko Tjandra. Irjen Napoleon diduga berperan menghapus red notice Djoko Tjandra saat menjabat Kadiv Hubinter Polri.

Barang bukti US$ 20 ribu disita polisi dalam kasus ini. Namun polisi tak menahan Irjen Napoleon dan Tommy Sumardi dengan dalih kedua tersangka bersikap kooperatif selama pemeriksaan.

Sementara Brigjen Prasetijo, diduga menerima suap terkait surat-surat diterbitkannya saat menjabat Kepala Korwas PPNS Bareskrim Polri untuk membantu Djoko Tjandra lolos dari upaya hukum. Penetapan tersangka Brigjen Prasetijo setelah polisi menyita uang US$ 20 ribu dalam kasus tersebut.

Kedua perwira tinggi kepolisian tersebut dikenakan Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, dan Pasal 12 a dan b UU 20/2001, juncto Pasal 55 KUH Pidana. “Ancaman hukumannya adalah lima tahun (penjara),” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jumat (14/8).

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Tersangka Suap Dokumen Palsu

Polisi tak hanya menetapkan Djoko Tjandra tersangka pemberi suap terkait perkara penghapusan red notice. Djoko Tjandra juga ditetapkan sebagai tersangka kasus penerbitan surat jalan palsu.

Status tersangka disandang Djoko Tjandra dalam perkara suap penerbitan surat jalan palsu ini setelah polisi melakukan gelar perkara pada Jumat (14/8) pagi. Djoko Tjandra dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 dan 2, Pasal 426, dan Pasal 221 KUH Pidana.

“Ancamannya juga lima tahun (penjara,” tambah Argo.

Perkara ini juga menyeret Brigjen Prastijo yang lebih dulu ditahan dua pekan lalu setelah sebelumnya ditetapkan penyidik Bareskrim sebagai tersangka pemalsuan surat jalan. Surat diterbitkan Brigjen Prasetijo ditengarai guna memuluskan langkah Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia untuk mengajukan Peninjuan Kembali (PN) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Polisi juga menetapkan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, sebagai tersangka dalam skandal ini. Anita Diduga menjadi orang yang membuat, dan memberikan surat palsu, serta membantu seorang terpidana, yakni Djoko Tjandra untuk melarikan diri.

 

3 dari 3 halaman

Tersangka Suap Jaksa Anita Kolopaking

Djoko Tjandra tak hanya menyandang status tersangka terkait penyidikan dilakukan polisi. Pengusaha kakap itu juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemberian hadiah dan janji kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam penyidikan dilakukan Kejagung.

Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka usai ditemukannya bukti adanya pemberian hadiah atau janji setelah melakukan pemeriksaan secara maraton dua hari. Pemberian hadiah diduga berkaitan dengan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono mengatakan, Djoko Tjandra pada periode November 2019 sampai Januari 2020 mencoba memberikan hadiah atau janji untuk kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). Fatwa tersebut berkaitan dengan status Djoko Tjandra sebagai terpidana kasus hak tagih Bank Bali.

Djoko Tjandra disangkakan dengan pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 atau pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Tipikor atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor.

Hari menambahkan penyidik Kejagung juga sedang mendalami jumlah hadiah dan janji yang didapatkan Jaksa Pinangki dari Djoko. Selain itu, penyidik juga mendalami adanya dugaan pemberian hadiah berupa mobil mewah kepada Jaksa Pinangki.

"Kami sedang melakukan penyidikan untuk apa saja uang itu digunakan atau 'follow the money'," ujarnya.

Pinangki sebelumnya menjabat Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin). Pinangki kemudian dicopot dari jabatan itu setelah terbukti melanggar kode etik karena beberapa kali bertemu Djoko.

Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung pun telah menetapkan Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka dugaan korupsi. Sebagai pegawai negeri Pinangki diduga menerima hadiah. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Pinangki langsung ditahan guna kepentingan penyidikan lebih lanjut.

Sementara itu, Djoko Tjandra kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba, Jakarta Pusat, terkait kasus Bank Bali. Kejagung mengeksekusi Djoko Tjandra sehari setelah ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis, 30 Juli 2020.

 

Reporter: Muhamad Agil Aliansyah

Sumber: Merdeka.com