Sukses

KPAI Minta Pemerintah Memetakan Masalah Terkait PJJ di Masa Pandemi Covid-19

KPAI turut mengapresiasi keputusan Kemedikbud untuk membantu PJJ secara daring dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 7,2 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pemerintah, terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memetakan permasalahan yang dihadapi masyarakat saat melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi COVID-19.

"Jadi semestinya masalah dipetakan dulu, berapa giga yang diperlukan (untuk PJJ daring). Berapa persen siswa atau guru yang butuh kuota dan berapa persen siswa atau guru yang butuh bantuan lain," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti melalui keterangan pers yang diperoleh Antara di Jakarta, Sabtu (29/8/2020). 

KPAI turut mengapresiasi keputusan Kemedikbud untuk membantu PJJ secara daring dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 7,2 triliun untuk subsidi pulsa dan kuota internet bagi guru, dosen, siswa dan mahasiswa untuk empat bulan ke depan.

Meski demikian permasalahan terkait PJJ sejak awal pandemi, menurut Retno bukan hanya masalah mahalnya tarif paket data, tetapi juga ketiadaan gawai atau laptop serta akses internet.

"Anggaran Rp 7,2 triliun yang dialokasikan hanya untuk pemberian kuota internet mengundang pertanyaan bagi banyak pihak karena hanya menyelesaikan satu kendala," katanya. 

Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa bantuan tersebut hanya ditujukan untuk anak-anak yang memiliki gawai dan akses sinyal yang tidak terkendala di wilayahnya.

Sebaliknya, bagi mereka yang tinggal di pelosok, bantuan tersebut dinilai tidak bisa dinikmati.

"Kelompok tersebut hanya bisa dilayani secara luring, tetapi bantuan pemerintah untuk luring tidak ada, sehingga kelompok anak-anak itu tetap tak terlayani selama PJJ," jelas Ketua KPAI ini. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Memetakan Permasalahan

Untuk itu, KPAI mendorong pemerintah untuk memetakan permasalahan terlebih dahulu sehingga pemerintah dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan secara merata dan adil.

"Semestinya masalah dipetakan dulu. Dan padahal, jika data-data itu diminta ke semua sekolah, hanya dalam tiga hari saja bisa tersedia. Mengapa data tersebut tidak ada di Kemdikbud dan Dinas-dinas Pendidikan Daerah. Padahal sangat mudah mendapatkannya," ujarnya.

Cukup dengan melakukan rapat koordinasi secara daring, pemerintah, menurutnya, sudah dapat berkoordinasi secara daring dengan para pemangku kepentingan secara berjenjang. Sehingga dapat menjaring masalah yang ada dan segera mencarikan solusinya.

"Jadi kalau ada pemetaan masalah dan kebutuhan yang jelas, maka anggaran tersebut bisa dialokasikan untuk membantu membeli gadget bagi siswa atau guru yang tidak memiliki. Pasang alat penguat sinyal di daerah-daerah yang susah sinyal, dukungan transportasi untuk para guru kunjung dan dukungan penyiapan infrastruktur sekolah dalam menghadapi pembelajaran tatap muka," demikian jelas Retno.Â