Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Kejaksaan Agung (Kejagung) transparan dalam mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Untuk itu KPK mendorong Kejagung transparan dan objektif dalam penanganan perkara ini," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (2/9/2020).
Baca Juga
Menurut Ali, dalam mengusut sebuah kasus dugaan korupsi, sejatinya lembaga penegak hukum bisa menemukan pelaku utama. Maka dari itu, Ali berharap Kejaksaan Agung bisa menemukan keterlibatan pihak lain.
Advertisement
"Kembangkan jika ada fakta-fakta keterlibatan pihak lain karena bagaimanapun publik akan memberikan penilaian hasil kerjanya," kata Ali.
Terkait dengan harapan masyarakat yang menginginkan kasus Jaksa Pinangki ditangani KPK, Ali menyatakan masih menunggu dan tetap memerhatikan.
Menurut Ali, ada mekanisme hukum yang harus dipatuhi jika mengambil alih sebuah kasus.
"KPK memahami harapan publik terkait penyelesaian perkara tersebut, namun semua harus sesuai mekanisme aturan main yaitu UU. KPK akan ambil alih jika ada salah satu syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 10 A terpenuhi," kata Ali.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Aturan Pengambil Alihan Kasus
Dalam Pasal 10A disebutkan:Â
(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Â
(2) Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:
a. laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti;Â
b. proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan;Â
c. penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya;Â
d. penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;Â
e. hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atauÂ
f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Â
(3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan, kepolisian dan/atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Â
(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian dan/atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
(5) Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum yang menangani Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement