Sukses

Menaker: Responsif terhadap Perubahan Kunci Dunia Usaha Terhindar dari Disrupsi Ekonomi

Hanya dengan langkah-langkah cepat beradaptasi dan responsif terhadap perubahan, dunia usaha akan terhindar dari disrupsi ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Revolusi digital telah memaksa dunia usaha melakukan transformasi, yakni transformasi dari pola-pola lama beralih kepada pola-pola baru sebagai respons atas tuntutan perubahan dan persaingan. Kepekaan terhadap perubahan tersebut sangat diperlukan.

"Hanya dengan langkah-langkah cepat beradaptasi dan responsif terhadap perubahan, dunia usaha akan terhindar dari disrupsi ekonomi," kata Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah saat memberikan keynote speek pada Webinar Peluncuran dan Bedah Buku 'Pola Kerja Kemitraan Di Era Digital', Rabu (2/9/2020).

Turut menjadi penanggap pada peluncuran buku tersebut Anggota DPR RI, Arzeti Bilbina; Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, M. Aditya Warman; Deputi Bidang Infrastruktur Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Eddy Satriya; dan Direktur Angkutan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Ahmad Yani.

Menaker Ida mencontohkan bagaimana brand-brand besar seperti Nokia, Kodak, dan Yahoo, kalah bersaing karena terlambat dalam merespons perubahan.

Sebaliknya, sambungnya, brand yang memiliki kesadaran memanfaatkan revolusi digital dan prinsip-prinsip ekonomi kemitraan, seperti Facebook, Alibaba, Gojek, dan Zoom membuatnya menjelma menjadi brand-brand raksasa dan mengalahkan raksasa bisnis yang sudah berumur puluhan tahun.

Ia juga mengemukakan, revolusi digital, baik yang dibawa oleh revolusi industri 4.0 maupun revolusi 5.0 memaksa dunia usaha melakukan transformasi dari old industry yang konvensional, menjadi new industry yang responsif terhadap kehendak perubahan. 

“Jika pola bisnis konvensional bertumpu pada penguasaan aset, padat modal, dan eksplorasi sumber daya alam, tidak demikian halnya dengan new industry yang bertumpu pada penguasaan teknologi informasi, big data, artificial intelligence, kerja-kerja inovatif serta berkembang dengan sistem ekonomi kemitraan,” terangnya.

Ia menilai, pesatnya pertumbuhan platform digital di Indonesia menunjukkan bahwa ekonomi digital tumbuh pesat di negeri ini. Sebagai sebuah tren baru yang berkembang begitu pesat, dan terkait dengan hajat hidup orang banyak, tentu harus diimbangi dengan tata kelola yang baik.

“Tata kelola tersebut baik yang terkait dengan relasi kemitraan maupun jaminan atau perlindungan sosial lainnya,” ucapnya.

Menurutnya, buku “Pola Kerja Kemitraan Di EraDigital” sangat pantas dijadikan referensi, khususnya bagi perusahaan aplikasi dan pelaku bisnis dalam mengembangkan skala ekonomi yang lebih luas. 

Sementara bagi pemerintah, telaah dan kajian yang disajikan dalam buku tersebut akan menjadi bahan masukan dalam penyusunan regulasi terkait pola kerja kemitraan, khususnya pada sektor transportasi roda dua berbasis online, yang sampai saat ini keberadaannya belum dilegalkan.

Ia memandang, fenomena ekonomi kemitraan masih menjadi pilihan realistis dalam membangun dan mengembangkan suatu usaha. Inovasi yang digagas dan dikembangkan generasi milenial diakui mampu memperluas kesempatan kerja sekaligus menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Pergeseran dari Konvensional Menjadi Digital

Sementara penulis buku “Pola Kerja Kemitraan Di Era Digital”, Endang Yuniastuti, menyatakan bahwa revolusi industri 4.0 mengakibatkan pergeseran dalam proses produksi dari konvensional menjadi digital.

Kondisi tersebut juga disebutnya mengakibatkan pergeseran dalam pola kerja yang semula menggunakan konsep hubungan kerja bergeser menjadi pola kerja kemitraan, dan pergeseran kepemilikan ekonomi dari yang semula konsep kepemilikan tunggal dalam usaha bergeser menjadi semi ekonomi.

Menurut Endang, model tersebut sedang mengalami perkembangan di Indonesia, terutama di bidang jasa transportasi. Kehadiran transportasi berbasis online di Indonesia dengan pola kerja kemitraan dan sistem semi ekonomi telah memberikan manfaat sekaligus persoalan.

“Mitra pengendara transportasi online tidak merasa diperlakukan sebagai mitra, tetapi merasa diperlakukan sebagai karyawan atau bawahan. Namun hak-hak sebagai karyawan tidak dipenuhi.Di sisi lain pihak perusahan sebagai mitra merasa memberikan fasilitas yang lebih, antara lain peluang lapangan kerja, akses perbankan, dan akses untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan atau asuransi lainnya,” terang Endang.

Menurutnya, hingga kini belum ada regulasi yang mengatur pola kerja kemitraan untuk transoprtasi online roda dua. Ia mengakui bahwa perjanjian kemitraan merupakan privat area pihak yang bermitra. Namun dalam membangun kemitraan sudah seharusnya memperhatikan prinsip-prinsip kemitraan antara lain kesetaraan, saling menguntungkan, transparansi, dan trust (saling percaya).

“Negara wajib hadir untuk memberikan perlindungan dengan adanya transportasi online roda dua,” ucapnya.

Ia pun merekomendasikan model alternatif pola kerja kemitraan untuk memberikan perlindungan sosial yang di dalamnya terdapat proses "bargaining" sebelum melakukan perjanjian kemitraan.

Pada model tersebut juga disebutnya terdapat inisiatif skema jaminan sosial, sehingga dapat memberikan perlindungan sosial pihak yang bermitra memberikan keamanan, dan menjamin kelangsungan bisnis bagi perusahaan.