Liputan6.com, Jakarta - Sejak awal Covid-19 mewabah, pemerintah menyarankan masyarakat untuk menghindari rumah sakit dan memeriksakan masalah kesehatan secara online. Pada bulan April lalu, Presiden Joko Widodo bahkan telah mengimbau masyarakat untuk menginstall aplikasi telemedicine yang sudah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng M Faqih mengatakan, pemerintah harus memenuhi tiga syarat sebelum menggencarkan layanan kesehatan online. Syarat pertama, pemerintah harus terlebih dahulu membangun infrastruktur. Harus dipastikan seluruh daerah memiliki akses internet.
"Yang pertama harus diperhatikan itu infrastruktur. Penting untuk dibangun bandwidthnya. Saya dengar Kominfo sudah komit akan memberikan special bandwidth untuk telemedicine. Alhamdulillah," kata Daeng dalam webinar yang diselenggarakan oleh United Cities and Local Governments Asia Pacific bersama APEKSI, Rabu (2/9).
Advertisement
Daeng mengatakan, selama ini akses pelayanan kesehatan di Indonesia tidak merata. Hanya 50 persen warga di daerah Indonesia Timur yang bisa mendapatkan layanan kesehatan. Sedangkan di Pulau Jawa sudah mencapai 80 persen. Daeng mengatakan, jika sebelumnya pembangunan rumah sakit di daerah terpencil sulit dilakukan, maka jangan sampai sekarang ini, daerah terpencil juga tidak bisa menikmati layanan kesehatan online.
"Memang distribusi pelayanan maupun tenaga kesehatan di Indonesia itu bermasalah. Saya lihat data Kementerian Kesehatan, di Timur itu masih 50 persen yang dapat layanan kesehatan. Kalau di pulau Jawa sudah 80 persen," ujarnya.
Selanjutnya, syarat kedua yang harus dipenuhi adalah tingkat pemahaman masyarakat terhadap teknologi itu sendiri. Pemerintah harus menjamin seluruh masyarakat dan tenaga kesehatan melek teknologi khususnya digital.
Memang harus diakui, kata Daeng, masih banyak masyarakat maupun tenaga kesehatan di Indonesia yang gagap teknologi. Apalagi mereka yang sudah lanjut usia dan tinggal di daerah terpencil. Menurutnya, antara infrastruktur dan literasi teknologi menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
"Yang kedua, literatur teknologi digital baik masyarakat atau tenaga kesehatan itu masih kecil ya Indonesia. Jadi percuma juga kalau syarat pertama sudah dipenuhi, tapi syarat kedua ini belum ya tidak akan jalan," ujarnya.
Yang terakhir, kata Daeng, pemerintah harus menjamin catatan medis para pasien terjaga dalam telemedicine. Sesuai dengan aturan kedokteran, catatan medis pasien merupakan rahasia dokter dan pasien tersebut.Â
"Terakhir soal medical record. Ini penting untuk kita jaga. Memang ketentuannya, catatan medis itu rahasia dokter tapi yang lebih penting lagi merupakan kedaulatan data bagi bangsa kita," tutupnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Lonjakan Pengguna Aplikasi Telemedicine
Dalam diskusi yang sama, Ketua Aliansi Telemedika Indonesia (Atensi) Prof Purnawan Junadi menyebutkan bahwa pemerintah memang sangat mendukung pelayanan kesehatan berbasis teknologi digital. Sejak 17 April 2020, Atensi telah menjalin kerjasama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Purnawan mengatakan, hanya layanan kesehatan online lah yang mematuhi protokol kesehatan. Tidak ada kontak langsung antara dokter dan pasien. Sehingga menurutnya, telemedicine akan melindungi para pasien yang rentan tertular Covid-19.Â
"Kita dari 17 April sudah kerjasama dengan Kemenkes, Kominfo, BNPB. Telemedicine tumbuh karena physical distancing, mau tidak mau hanya telemedicine yang mematuhi protokol," kata Purnawan dalam diskusi yang sama
Selain itu, Purnawan mengungkapkan bahwa pengguna telemedicine naik hampir empat kali lipat semenjak Covid-19 mewabah di Indonesia.Â
"Terjadi lonjakan besar pengguna aplikasi, dari 4 juta jadi 15 juta," tutupnya.
Reporter: Rifa Yusya Adilah
Sumber: MerdekaÂ
Advertisement