Sukses

8 Arahan Mendikbud Nadiem Terkait Pembelajaran Siswa Terkini

Mendikbud Nadiem menegaskan, bagi daerah yang berada di zona oranye dan merah, para siswa masih dilarang melakukan pembelajaran tatap muka.

Liputan6.com, Jakarta - Sampai saat ini, masih banyak sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka. Terutama sekolah yang berada di zona merah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pun melakukan rapat koordinasi (rakor) dengan seluruh kepala daerah.

Rakor tersebut bertujuan untuk memastikan kebijakan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 terlaksana dengan baik di daerah.

"Prinsip kebijakan pendidikan di masa Pandemi Covid-19 adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi COVID-19," jelas Mendikbud dalam rakor bersama Kepala Daerah seluruh Indonesia tentang Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, secara daring, Rabu, 2 September 2020.

Nadiem menegaskan, bagi daerah yang berada di zona oranye dan merah masih dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dan tetap melanjutkan Belajar dari Rumah (BDR).

Meski begitu, menurut Nadiem, prioritas utama pihaknya dalam dunia pendidikan saat ini adalah bagaimana mengembalikan peserta didik kembali ke sekolah dengan aman.

"Saya sudah menyebut ini beberapa kali bahwa prioritas di Kemendikbud adalah untuk bisa mengembalikan anak ke sekolah dengan cara yang paling aman," ucap Nadiem.

Berikut deretan hal yang disampaikan Mendikbud Nadiem terkait perkembangan pembelajaran siswa di masa pandemi Corona Covid-19 dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 9 halaman

Tetap Utamakan Kesehatan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim bersama Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian melakukan rapat koordinasi (rakor) dengan seluruh kepala daerah. Rakor ini untuk memastikan kebijakan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 terlaksana dengan baik di daerah.

"Prinsip kebijakan pendidikan di masa Pandemi Covid-19 adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi Covid-19," jelas Mendikbud dalam rakor bersama Kepala Daerah seluruh Indonesia tentang Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, secara daring, Rabu, 2 September 2020.

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan inisiatif untuk menghadapi kendala pembelajaran di masa pandemi Covid-19, seperti Revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri yang telah diterbitkan 7 Agustus 2020 untuk menyesuaikan kebijakan pembelajaran di era pandemi saat ini.

 

3 dari 9 halaman

Sekolah Diberikan Fleksibilitas dan Dibagi berdasarkan Zona

Selain itu, sekolah diberi fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa di masa pandemi, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait kurikulum pada masa darurat.

"Kemendikbud juga melakukan inisiatif membantu mengatasi kendala yang dihadapi guru, orangtua, dan anak selama pembelajaran jarak jauh," tutur Nadiem.

Mempertimbangkan kebutuhan pembelajaran, kta Nadiem berbagai masukan dari para ahli dan organisasi serta mempertimbangkan evaluasi implementasi SKB Empat Menteri, Pemerintah melakukan penyesuaian terkait pelaksanaan pembelajaran di zona kuning dan hijau dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat.

Bagi daerah yang berada di zona oranye dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dan tetap melanjutkan Belajar dari Rumah (BDR).

Berdasarkan data per 23 Agustus 2020 dari http://covid19.go.id terdapat sekitar 48 persen peserta didik masih berada di zona merah dan oranye. Sementara itu, sekitar 52 persen peserta didik berada di zona kuning dan hijau.

Prosedur pengambilan keputusan pembelajaran tatap muka di zona kuning dan hijau, kata Nadiem, tetap dilakukan secara bertingkat seperti pada SKB sebelumnya. Pemda/kantor/kanwil Kemenag dan sekolah memiliki kewenangan penuh untuk menentukan apakah daerah atau sekolahnya dapat mulai melakukan pembelajaran tatap muka.

"Bukan berarti ketika sudah berada di zona hijau atau kuning, daerah atau sekolah wajib mulai tatap muka kembali ya," jelas Nadiem.

 

4 dari 9 halaman

Pembelajaran Tatap muka Tak Wajib

Mendikbud juga menekankan, bahwa sekalipun daerah sudah dalam zona hijau atau kuning, serta Pemda dan sekolah sudah memberikan izin pembelajaran tatap muka, keputusan terakhir ada di orangtua.

Apabila orangtua tidak mengizinkan putra-putrinya mengikuti pembelajaran tatap muka, maka anaknya tetap melanjutkan belajar dari rumah.

"Pembelajaran tatap muka di sekolah di zona kuning dan hijau diperbolehkan, namun tidak diwajibkan," tegasnya.

Tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau dan zona kuning dalam revisi SKB Empat Menteri dilakukan secara bersamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan pertimbangan risiko kesehatan yang tidak berbeda untuk kelompok umur pada dua jenjang tersebut.

Sementara itu untuk PAUD dapat memulai pembelajaran tatap muka paling cepat dua bulan setelah jenjang pendidikan dasar dan menengah.

"Selain itu, dengan pertimbangan bahwa pembelajaran praktik adalah keahlian inti SMK, pelaksanaan pembelajaran praktik bagi peserta didik SMK diperbolehkan di semua zona dengan wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat," ucap Nadiem.

 

5 dari 9 halaman

Tetap Lakukan Evaluasi

\Nadiem menerangkan bahwa evaluasi akan selalu dilakukan untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan.

Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama Kepala Satuan Pendidikan akan terus berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 untuk memantau tingkat risiko COVID-19 di daerah.

"Apabila terindikasi dalam kondisi tidak aman, terdapat kasus terkonfirmasi positif COVID-19, atau tingkat risiko daerah berubah menjadi oranye atau merah, satuan pendidikan wajib ditutup kembali," tegas Mendikbud.

 

6 dari 9 halaman

Prioritas Kemendikbud Kembalikan Anak ke Sekolah, Bukan PJJ

Semua pembelajaran peserta didik masih belum bisa berjalan normal akibat pandemi Covid-19.

Penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) masih dianggap sebagai alternatif untuk mengakali ketertinggalan pembelajaran para peserta didik selama masa pandemi.

Nadiem menyatakan, prioritas utama pihaknya dalam dunia pendidikan saat ini adalah bagaimana mengembalikan peserta didik kembali ke sekolah dengan aman.

"Saya sudah menyebut ini beberapa kali bahwa prioritas di Kemendikbud adalah untuk bisa mengembalikan anak ke sekolah dengan cara yang paling aman," tegas Nadiem.

Nadiem menepis anggapan bahwa prioritas pendidikan saat ini adalah untuk terus melakukan pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Ia menilai selama ini PJJ dianggap kurang ideal.

"Jadi prioritas kami itu bukan untuk melanjutkan PJJ dan sampai selama-lamanya, itu sama sekali tidak benar. Prioritas nomor satu adalah bagaimana mengembalikan anak ke sekolah tatap muka seaman mungkin," jelas Nadiem.

 

7 dari 9 halaman

Tetap Optimalkan PJJ

Pihaknya terus mengupayakan agar pembelajaran tatap muka bisa segera terwujud secara aman. Kemendikbud akan terus berkoordinasi dengan para kepala daerah di seluruh Indonesia.

"Namun karena kondisi kesehatan yang masih tidak jelas ke mana arah penyebaran Covid-19, sangat dinamis situasinya. Kita harus mengantisipasi dan merencanakan untuk bagaimana kita bisa mengoptimalkan PJJ di masa ini," terang Nadiem.

Meskipun ia mengakui tak menginginkan pembelajaran dilakukan secara jarak jauh.

"Karena tidak ideal, tidak optimal di dunia bukan hanya Indonesia. Tetapi karena situasi pandemi itu adalah realita dunia kita dan kita harus memastikan kita harus melindungi pembelajaran anak-anak," tutup dia.

 

8 dari 9 halaman

Sekolah Tatap Muka Tetap Bergilir Bersamaan dengan PJJ

Nadiem mengatakan, sekolah yang menggelar pembelajaran secara tatap muka masih diwajibkan untuk melaksanakan pembelajaran secara jarak jauh atau PJJ.

"Berarti sekolah-sekolah yang melakukan tatap muka itu harus ada PJJ dan sekolah tatap muka dong? Itu benar jawabannya," kata Nadiem.

Dia mengingatkan, sekolah hanya diizinkan 50 persen saja untuk mengisi kapasitas dalam pembejalaran tatap muka. Sehingga sekolah harus memberlakukan sistem bergilir atau shifting bagi siswa.

"Sehingga mau tidak mau semua sekolah yang melakukan tatap muka itu adalah sekolah yang melakukan hybrid model (pembelajaran). Anak itu giliran masuk, tidak masuk jadi ada shifting atau rotasi bagi para peserta didik," jelas Nadiem.

Nadiem menjelaskan, sistem bergilir ini tak akan merepotkan sekolah jika dibanding pilihan PJJ secara penuh. Pasalnya, jika pembelajaran dilakukan secara utuh melalui PJJ, maka guru maupun para peserta didik dihadapkan pada beragam kendala.

"Karena kesulitan melakukan PJJ yang 100 persen di rumah, dan biaya kuota, sinyal yang tak reliable guru-guru di sekolah pasti akan menyambut baik bahwa anak itu bisa masuk sekolah paling tidak 50 persen," katanya.

 

9 dari 9 halaman

Pilihan Ada pada Orangtua

Nadiem juga menuturkan, baik siswa maupun orangtua berhak tak mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah, apabila dipandang berisiko tertular virus Covid-19.

Nadiem, juga menegaskan, siswa tak mendapatkan sanksi akademik bila menolak pembelajaran tatap muka, lantaran dipandang masih berisiko tertular Covid-19.

"Banyak yang menanyakan nih apa nih maksudnya kalau anak tuh di dalam sekolah sudah mulai tatap muka tapi orangtuanya tak mengizinkan, bagaimana anak itu belajar? Ya dia belajar mengikuti pola PJJ," jelas Nadiem.