Sukses


Gus Jazil: Hargai Keragaman dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika

Sosialisasi 4 Pilar MPR di Cianjur.

Liputan6.com, Cianjur - Ratusan warga Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 3 September 2020, mulai berdatangan di Wana Wisata Alam, d’Reungit Forest. Kehadiran mereka untuk mengikuti Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih popular disebut dengan 4 Pilar MPR. Saat itu sekitar pukul 09.00 WIB.

Kehadiran Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid dan anggota MPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yakni Neng Eem Marhamah Zulfa dan Cucun Ahmad Syamsurijal dalam acara itu ditunggu-tunggu oleh masyarakat yang berada di sana. Kedatangan mereka disambut antusias dengan kesenian tradisional Sisingaan.

Jazilul Fawaid dan Cucun Ahmad, diarak dinaikkan Sisingaan menuju ke panggung tempat sosialisasi. Di hadapan ratusan peserta sosialisasi, Jazilul Fawaid mengatakan, dirinya merasa senang bisa hadir di tengah masyarakat Sukanagara.

"Apalagi berada di bawah pohon-pohon pinus dengan hawa yang adem," ujar politisi PKB itu.

Kehadiran dirinya ke daerah yang masuk wilayah Cianjur tengah itu dikatakan untuk melaksanakan tugas MPR, yakni mensosialisasikan 4 Pilar. "Kami datang ke sini untuk melakukan sosialisasi dan menguatkan 4 Pilar," tuturnya.

Pria yang akrab dipanggil Gus Jazil itu memaparkan bila dalam agama Islam ada Rukun Islam dan Rukun Iman maka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita memiliki juga rukun. "Rukun dalam berbangsa dan bernegara adalah 4 Pilar. Semua warga negara harus tahu rukun yang ini," tambahnya.

Dia menuturkan, terciptanya Pancasila sebagai dasar negara ada peran dari para tokoh ummat Islam. "Sila I merupakan bukti hadirnya tokoh umat Islam dalam menciptakan Pancasila," tuturnya.

Oleh karena itu, bila tidak percaya kepada Tuhan maka mereka disebut bertentangan dengan Pancasila. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seluruh warga negara harus mengacu pada UUD NRI Tahun 1945. Tata laku dalam bermasyarakat diatur dalam konstitusi dan peraturan perundangan-undangan di bawah UUD. Mulai dari soal perkawinan, pendidikan, berpolitik, semua ada undang-undangnya.

"Namun semua aturan harus tunduk pada UUD," paparnya.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud hingga Rote. Di sekujur wilayah Indonesia berdiam penduduk yang memiliki ragam agama, budaya, bahasa, dan keragaman lainnya.

"Paling penting keragaman yang ada hidup di bawah NKRI. Keragaman yang ada diikat dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Nah tugas MPR adalah memastikan masyarakat mengerti dan melaksanakan 4 Pilar," ujar alumni PMII setelah menjelaskan dasar dan pilar-pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Berpihak kepada Rakyat

Bangsa Indonesia merdeka menurutnya mempunyai tujuan untuk melindungi segenap tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.

Ia bertanya, apakah Cianjur sudah maju apa belum? Dijelaskan bahwa maju tidaknya suatu wilayah itu tergantung pada pemimpinnya. Bagi Jazilul Fawaid memimpin itu bukan soal kemampuan saja namun juga soal keberpihakan pada rakyat.

"Semua bisa memimpin namun yang paling penting adalah keberpihakannya kepada rakyat," tegasnya.

Keberpihakan kepada rakyat dicontohkan oleh Jazilul Fawaid ketika disahkan UU Tentang Desa. Dengan adanya undang-undang itu membuat desa mendapat perhatian dan anggaran dari APBN. Demikian juga dengan disahkannya UU Tentang Pesantren. Undang-undang ini juga membuat pemerintah serius dalam membantu dan mendorong kemajuan pendidikan pesantren.

"Pesantren akhirnya mendapat akses untuk mendapat alokasi anggaran," jelasnya.

Dirinya ingin masalah desa dan pesantren juga diperdayakan. "Di Cianjur kan banyak pesantren," tuturnya.

Dengan memajukan pesantren maka masyarakat yang berada di desa-desa bisa menjadi cerdas dan selanjutnya akan terwujud kemakmuran.

Disampaikan kepada mereka, meski masyarakat tinggal di desa, gunung, hutan, dan pesisir namun mereka berhak untuk mendapat akses terhadap alokasi anggaran.  Bila tidak terjadi kemakmuran yang sama atau merata maka hal yang demikian akan bertentangan dengan Sila V Pancasila.

"Masyarakat kota dan desa memiliki hak dan kedudukan yang sama dalam akses alokasi anggaran. Masyarakat yang tinggal di kota atau desa disebut mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Perbedaannya hanya soal berbagi tugas. Kalau berbagi tugas maka semua harus sama-sama enak," tambahnya.