Sukses

Alasan PDIP Terima Pertanggungjawaban APBD DKI 2019

Ia menuturkan output dari rapat paripurna tentang P2APBD merupakan Perda perhitungan yang menjadi acuan dalam pembahasan APBD Perubahan 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono menjelaskan alasan pihaknya setuju dengan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD DKI 2019. Pertimbangan utama PDIP yakni hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap DKI yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Melihat empat fraksi, PAN, Golkar, NasDem, dan PSI, mengambil sikap menolak pertanggungjawaban yang disampaikan Gubernur Anies Baswedan pada Senin (7/9/2020), Gembong menilai sikap tersebut tidak relevan ditunjukan pada P2APBD.

"Fraksi PDI Perjuangan berpijak pada Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan hasil Audit BPK yang sudah menilai WTP, dan kalau mau jujur dalam paripurna kemarin dikaitkan dengan alasan WO (walkout)-nya 4 fraksi enggak nyambung," kata Gembong, Rabu (9/9/2020).

"Sebagai sikap politik fraksi PDI Perjuangan menghormati sikap itu," sambungnya.

Ia menuturkan output dari rapat paripurna tentang P2APBD merupakan Perda perhitungan yang menjadi acuan dalam pembahasan APBD Perubahan 2020. Jadi, imbuhnya, Perda P2APBD 2019 merupakan jembatan penghubung ke APBD Perubahan 2020.

"Dalam siklus anggaran P2APBD adalah bagian tak terpisahkan dari siklus tersebut. Maka setelah P2APBD disahkan, akan dipastikan SILPA berapa dan itu akan menjadi pedoman dalam proses penyusunan APBD Perubahan berikutnya," jelasnya.

Sementara itu anggota DPRD Fraksi Gerindra Syarif menganggap ada salah kaprah yang dilakukan oleh empat fraksi yang menolak pertanggungjawaban pelaksanaan [APBD DKI] 2019. Menurut Syafrin apa yang disampaikan Anies pada Senin 7 September 2020 lalu bukanlah Laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) yang disampaikan pada tiga bulan setelah tutup anggaran. 

"Banyak pihak yang salah kaprah terhadap paripurna kemarin. Paripurna kemarin itu bukan LKPJ tapi P2APBD, berbeda, LKPJ disampaikan 3 bulan setelah tutup anggaran sekitar bulan 4 yang lalu. Outputnya pun berbeda, P2APBD outputnya Perda sementara LKPJ outputnya rekomendasi dan di dalam ketentuan peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah tidak ada aturan soal menerima atau menolak," kata Syarif.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bentuk Sikap Politik

Syarif menuturkan, jika rekomendasi yang dimaksud adalah saat reses 2019 ataupun 2020, maka pelaksanaannya ada di P2APBD 2021. Sebab, imbuhnya, apa yang disampaikan Anies tentang pelaksanaan APBD 2019 merupakan implementasi dari perencanaan tahun 2018.

Ia merunut untuk menyusun APBD dimulai dari Musrenbang oleh Pemprov dari tingkat bawah di bulan Maret. Setelah itu, dilakukan penyusunan rencana kegiatan pemerintah daerah (RKPD) sekitar bulan April-Juni. Di rentang penyusunan RKPD, kata Syarif, DPRD bisa mengajukan rekomendasi ske Pemprov dari reses yang dilakukan. Tahapan selanjutnya adalah kebijakan umum anggaran- prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS).

"Setelah itu disetujui bentuk RAPBD bulan November. Nah kalau dipermasalahkan soal reses seharusnya saat RKPD, di bulan 4," rinci Syarif.

Ia meyakini, para anggota yang menyatakan menolak P2APBD 2019 hanyalah bentuk sikap politik.

"Kemarin yang walkout itu bukan persoalan P2APBD tetapi hanya sekadar sikap politik akibat dari dinamika politik yang menurut saya sah-sah saja tetapi kalau mempersoalkan P2APBD itu lemah," tandasnya.