Sukses

HEADLINE: 45 Daerah Penyelenggara Pilkada 2020 Masuk Zona Merah Covid-19, Antisipasinya?

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat dari 309 daerah yang mengikuti Pilkada 2020, sebanyak 45 kabupaten/kota masuk dalam zona merah atau memiliki risiko tinggi penularan Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, dari 309 daerah yang mengikuti Pilkada 2020, sebanyak 45 kabupaten/kota masuk dalam zona merah atau memiliki risiko tinggi penularan Covid-19. 

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri sebenarnya sudah mengantisipasi jika pandemi Covid-19 tidak kunjung membaik saat pilkada pada 9 Desember 2020. Komisioner KPU RI, Dewa Raka Sandi mengatakan, pihaknya sudah mengatur bagaimana tata cara penyelenggaran tahapan-tahapan pilkada di masa pandemi.

"Kami berharap apa yang sudah diatur dalam PKPU bisa dihormati, kemudian ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak di lapangan sehingga kemudian kita bisa mewujudkan pilkada yang demokratis dan para pihak juga terjaga kesehatan dan keselamatannya," kata Dewa kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (11/9/2020).

Meski demikian, PKPU Nomor 10 Tahun 2020 tersebut tidak mengatur bagaimana penerapan protokol kesehatan di setiap zona. Sebab menurutnya, zona di setiap daerah sangat dinamis sehingga standar kewaspadaan harus selalu optimal di manapun.

Dewa mengatakan jika di suatu daerah ada kejadian khusus, KPU akan menyesuaikan dengan koordinasi gugus tugas setempat.

"KPU lebih ke pelaksanaan subtansi elektoralnya (kepemiluan) mengenai bagaiman perkembangan atau protokol yang kemudian diterapkan di daerah? Kami mengikuti apa yang jadi kebijakan dari otoritas terkait apakah dari Gugus Tugas, Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan dan seterusnya," ujar Dewa.

Sementara beberapa pasal dalam PKPU yang mengatur protokol kesehatan misalnya, dalam pasal 50A, disebutkan bahwa bakal pasangan calon melakukan pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dan hasilnya diserahkan pada saat pendaftaran.

Kemudian, dalam pasal 50A poin 4 disebutkan jika paslon tersebut dinyatakan positif maka tidak diperkenankan hadir saat pendaftaran.

Lalu pada pasal 50C ayat 1 disebutkan "KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menunda tahapan pemeriksaan kesehatan jasmani, rohani,dan bebas penyalahgunaan narkotika bagi Bakal Pasangan Calon atau salah satu Bakal Pasangan Calon yang dinyatakan positif Corona Virus Disease2019 (COVID-19)".

Sementara pada pasal 58 disebutkan bahwa pertemuan tatap muka dibatasi sebanyak 50 orang dan memperhitungkan jaga jarak paling kurang satu meter antarpeserta kampanye serta dapat diikuti peserta kampanye melalui media daring.

Penetapan ruangan dan jarak tempat duduk juga harus mengikui protokol kesehatan. Serta wajib mematuhi ketentuan mengenai status penanganan Covid-19 pada daerah pemilihan.

Kemudian pasal 60 juga mengatur soal penyebaran bahan kampanye kepada publik yang juga harus mengukuti standar protokol kesehatan.

Dalam poin 2 misalnya:

a. Sebelum dibagikan, bahan kampanye yangakan dibagikan harus dalam keadaan bersih, dibungkus dengan bahan yang tahan terhadap zat cair, dan telah disterilisasi;

b. Petugas yang membagikan bahan kampanye mengggunakan masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu dan sarung tangan;

c. pembagian bahan kampanye tidak menimbulkan kerumunan.

Dewa mengatakan, meski berada di zona merah pemilih tetap wajib datang ke TPS. Sebab, kata dia, KPU tidak mungkin melaksanakan pilkada dengan cara-cara di luar ketentuan undang-undang. 

"Tetap datang ke TPS karena Undang-undangnya demikian," kata Dewa.

Dewa berharap aparat penegak hukum selain melakukan sosialisasi juga bisa memberikan sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan. Sebab dalam undang-undang tidak disebutkan KPU dapat memberi sanksi kepada pelanggar protokol kesehatan. 

Dalam undang-undang, kata dia, KPU hanya bisa mendiskualifikasi paslon yang terbukti menggunakan politik uang yang terstruktur dan masif. 

"Maka sekarang lebih penting sosialiasi yang intensif, semua pihak berkomitmen mematuhi aturan dan memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan ini dan jangan sampai orang berfikir pada sanksi tapi bukan bagaiman kita mematuhi aturan itu sendiri," tandas Dewa.

Berikut daftar 45 daerah penyelenggara pilkada dengan zona merah:

1. Sumatera Utara: Mandailing Natal (Pilbupati), Kota Binjai (Pilwakot), Kota Gunungsikoli (Pilwakot), Kota Medan (Pilwakot), Kota Sibolga (Pilwakot)

2. Sumatera Barat: Kota Padang (Pilgub), Kota Padang Panjang (Pilgub), Agam (Pilgub), Kota Bukittingi (Pilgub dan Pilwalkot)

3. Riau: Kuantan Singingi (Pilbupati), Pelalawan (Pilbupati), Siak (Pilbupati), Kota Dumai (Pilwalkot)

4. Kepualauan Riau: Kota Tanjungpinang (Pilgub), Kota Batam (Pilgub dan Pilwalkot)

5. Banten: Kota Tangerang Selatan (Pilwalkot)

6. Jawa Barat: Kota Depok (Pilwalkot)

7. Jawa Tengah: Kota Semarang (Pilwalkot)

8. Jawa Timur: Kota Banyuwangi (Pilbupati), Sidoarjo (Pilbupati), Kota Pasuruan (Pilwalkot)

9. Bali: Badung (Pilbupati), Bangi (Pilbupati), Jembrana (Pilbupati), Karangasem (Pilbupati), Tabanan (Pilbupati), Kota Denpasar (Pilwalkot)

10. Sulawesi Selatan: Kota Makassar (Pilwalkot)

11. Sulawesi Utara: Kota Manado (Pilgub dan Pilwalkot)

12. Kalimantan Selatan: Barito Kuala (Pilgub), Hulu Sungai Utara (Pilgub), Tanah Laut (Pilgub), Balangan (Pilgub dan Pilbupati), Hulu Sungai Selatan (Pilgub dan Pilbupati), Kotabaru (Pilgub dan Pilbupati)

13. Kalimantan Tengah: Barito Selatan (Pilgub), Barito Timur (Pilgub), Barito Utara (Pilgub), Kota Palangkaraya (Pilgub)

14. Kalimantan Timur: Kutai Kartanegara (Pilbupati), Mahakam Ulu (Pilbupati), Kota Balikpapan (Pilwalkot), Kota Bontang (Pilwalkot), Kota Samarinda (Pilwalkot)

 

Tetap Laksanakan Pilkada

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik mengatakan, sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pilkada tetap harus dilaksanakan dengan mengutamakan keselamatan masyarakat. Meskipun daerah tersebut berada di zona merah.

"Terkait zona, mau zona merah, oranye, itu sangat dinamis sekali. Mungkin hari ini zona merah, tapi nanti turun. Nah yang kita lakukan adalah sekarang bagaimana semua pihak, penyelenggara, pemerintah, paslon, masyarakat, untuk mematuhi protokol kesehatan dengan SOP yang jelas. Protokol kesehatan sudah diatur dalam PKPU Nomor 6 2020," ujar Akmal kepada Liputan6.com, Jumat (11/9/2020).

Sehingga, kata dia, pemerintah tidak akan terpaku pada jenis zona sebab masing-masing daerah dapat berubah sewaktu-waktu. "Sekarang bagaimana kita melaksanakan protokol kesehatan secara ketat. Itu standar tertinggi," kata dia.

Akmal yakin selama penyelenggara, peserta pilkada serta masyarakat menjalankan protokol kesehatan yang ketat maka pelaksanaan pilkada akan berjalan dengan aman. 

"Kalau protokol kesehatan sudah benar, jangankan zona merah, zona hitam pun kita masih aman. Sepanjang melaksanakan protokol kesehatan. PKPU itu sudah dibuat untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Persoalannya kan banyak pihak yang tidak patuh, yang kita dorong bagaimana semua pihak patuh. Itu saja," kata Akmal.

Akmal juga mengatakan, kemendagri telah membentuk 27 tim untuk memonitor daerah yang melaksanakan rapat koordinasi terkait sosialisasi protokol kesehatan Covid-19 pada Pilkada Serentak 2020. Mereka juga mendorong para kontestan untuk menandatangani Pakta Integritas yang berisi komitmen kepatuhan terhadap protokol tersebut.

"Mereka bertugas memastikan semua pihak melaksanakan rapat koordinasi secara rutin. Siapa itu, penyelenggara, partai politik lokal, forkopimda, kades-kades, pemerintah daerah, untuk memastikan protokol kesehatan ini berjalan. Juga mereview bagaimana evaluasi terhadap bagaimana tahapan pilkada dengan protokol kesehatan di masing-masing daerah," tandas Akmal.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Dalam Negeri bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga juga mengatakan, Kemendagri akan segera mendorong dan mendesak KPUD di 270 daerah pilkada untuk segera melakukan sosialisasi PKPU berisi protokol kesehatan di setiap tahapan pilkada. Khususnya pada tahap pengesahan pasangan calon dan masa kampanye.

Saat sosialisasi, kata dia, KPUD harus megundang stakeholder lainnya seperti bawaslu daerah, TNI/Polri, Satpol PP, semua paslon, pengurus partai pengusung, timses dan elemen lainnya.

"Sosialisasi ini untuk memahami detail dan rinci tata cara protokol kesehatan Covid-19 PKPU maupun atauran-aturan lain pencegahan Covid-19 termasuk peraturan kepala daerah, penegakan hukum disiplin protokol kesehatan," kata Kastorius kepada Liputan6.com.

Dalam PKPU tersebut, kata Kastorius, seluruh pihak, baik penyelenggara, pasangan calon, tim kampanye, dan lainnya akan diberi sanksi jika tidak menerapkan protokol kesehatan.

Paslon, kata Kastorius, juga diwajibkan menandatangani Pakta Integritas penerapan protokol kesehatan saat pengesahan pasangan calon pada 23 September 2020.

"Pakta integritas ini mengikat secara moral dan hukum dan akan diumumkan ke masyarakat. Masyarakat diminta turut aktif mengawasi dan menegakkan protokol," kata dia.

Selain itu, kemendagri juga akan mendorong bawaslu untuk konsisten mengawasi dan menerapkan sanksi bagi yang melanggar sesuai ketentuan PKPU dan aturan lainnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berpotensi Bentuk Klaster Pilkada?

Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan, Pilkada 2020 berpotensi besar menjadi klaster baru Covid-19. Mengingat pengendalian pandemi Covid-19 secara nasional belum terkendali, terbukti dari positivity rate yang selalu di atas 10 persen.

Artinya, kata dia, laju penyebaran sangat tinggi dan masih banyak orang pembawa virus Covid-19 belum terdeteksi karena umumnya tidak bergejala.

"Ini yang berpotensi menimbulkan bom waktu wabah, karena ada gilirannya OTG (orang tapa gejala) ini akan menularkan yang berisiko di masyarakat, bukan hanya lansia tapi yang obesitas, diabetes dan penyakit lainnya," kata Dicky kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (11/9/2020).

Apa yang terjadi di Jakarta, kata Dicky cepat atau lambat akan terjadi di seluruh wilayah yang mengabaikan upaya pencegahan serta testing dan tracing rendah. "Ini perkara waktu," ujar dia.

Saat pendaftaran calon kepala daerah saja, kata dia, berpotensi menjadi klaster Covid-19. Sebab, banyak calon kepala daerah dan pendukungnya yang mengabaikan protokol kesehatan.

"Yang kemarin (pendaftaran calon) kan jauh dari protokol kesehatan. Itu tinggal menunggu waktu adanya klaster, dari kegiatan seremonial pendaftaran. Kalau dideteksi saya yakni ada 50 persen setidaknya yang sudah ada klaster yang timbul. Terbukti banyak calon yang positif," kata dia.

Untuk itu, Dicky mengingatkan agar penyelenggara dan peserta Pilkada 2020 harus beradaptasi dengan situasi pandemi Covid-19. Menurut Dicky, protokol kesehatan sudah tak efektif lagi dijalankan di zona merah dengan jumlah penularan yang cukup tinggi. Meskipun penyelenggaraan pilkada tetap menggunakan protokol kesehatan yang sangat ketat sekalipun, kata dia, potensi penularannya masih sangat tinggi.

"Jadi tidak bisa datang ke TPS ya, hanya satu negara di situasi pandemi bisa lakukan itu Korea Selatan, dimana dia melakukan saat positivy rate di bawah 3 persen. Kita masih jauh dari itu, kalau mau memaksakan itu ya tinggal nunggu (klaster baru)," ujar dia.

Untuk itu, Dicky menyarankan agar penyelenggaraan pilkada dilakukan door to door. Di mana petugas pemilu datang ke rumah-rumah pemilih dengan protokol dan baju APD lengkap.

"Masyarakat juga tetap menjalankan protokol saat pencoblosan, tetap ada aturannya dan harus didiskusikan dengan pakar epidemiologi," kata dia.

Sementara Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Ede Surya Darmawan menyarankan agar pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda. Sebab, dia melihat ada potensi penularan yang terus naik. 

"Kalau udah jelas zona merah dan sudah diikuti kondisinya bahwa itu ada potensi naik terus ya lebih baik ditunda," kata Ede kepada Liputan6.com.

Alternatif lainnya, kata dia, pelaksanaan pilkada di zona merah dapat dilakukan secara online. "Bisa nggak pemilunya elektronik? dan dijamin bahwa itu valid ya, nggak ada hacker, nggak ada apa-apa dan hasilnya dihargai," kata dia.

Namun, kata dia, jika nekat menggelar pilkada secara langsung maka harus menjalankan protokol kesehatan dengan ketat dan dikuti oleh seluruh peserta pilkada. 

"Protokolnya harus betul-betul di tahapan yang lengkap, artinya dari mulai pesertanya daftar, seperti kemarin Surabaya kan ngaco diarak calonnya. Itu sih cari perkara. Intinya bisa tidak protokol itu diterapkan pada seluruh tahapan pilkada, kalau nggak ya ngapain kita bikin pilkada kalau kemudian orang pada sakit," ujar Ede.

Selain itu, masyarakat yang akan mencoblos juga harus menerapkan standar protokol kesehatan ketat. Sebab, sangat memungkinkan terjadi klaster baru saat melaksanakan pilkada ini. 

Dalam pelaksanaan pilkada kali ini, Ede berpesan agar setiap individu harus menerapkan protokol kesehatan di setiap tahapan pilkada. Kemudian, bagi penyelenggara pilkada harus menggunakan protokol kesehatan masyarakat secara utuh. Lalu bagi para petugasnya otomatis ada protokol petugas.

"Tiga protokol itu mesti jalan semua nggak bisa ditawar. Lalu harus ada yang namanya contingency plan, kalau ada yang sakit bagaimana cara solusinya?," kata dia.

Dengan demikian, puskesmas dan para petugas medis harus terlibat dari bawah.

"Kalau dulu ada pemantauan pemilu ya, sekarang mestinya ada komite independen pemantau kesehatan masyarakat saat pemilu. Supaya aman. Tetapi pemda itu harus terlibat dengan sebaik-baiknya," tandas Ede. 

3 dari 3 halaman

Pelanggaran Protokol Kesehatan Saat Pendaftaran

Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, dari hasil laporan Bawaslu terjadi ratusan pelanggaran protokol kesehatan saat pendaftaran bakal calon kepala daerah ke KPU pada 4-6 September lalu. 

"Pada saat pendaftaran bakal calon, di situ yang menonjol yang banyak dapat perhatian adalah bahasan dari media massa terjadinya kerumunan massa yang luar biasa," ujar Mahfud beberapa waktu lalu.

Mahfud mengatakan, dari ratusan pelanggaran tersebut, mayoritas terkait timbulnya kerumunan massa. Dia menekankan pelaksanaan Pilkada 2020 harus disertai penerapan protokol kesehatan yang ketat karena pandemi belum hilang.

"Laporan yang disampaikan Bawaslu, ratusan terjadi kerumunan, terjadi pelanggaran, itu tidak sesuai dengan protokol kesehatan. Untuk itu, pada hari ini rapat tadi mengkonsentrasikan diri untuk membahas itu. Kurang dari 300 peristiwa pelanggaran yang pada umumnya kerumunan-kerumunan," ujarnya.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pun tengah menyiapkan sanksi kepada calon petahana yang melanggar protokol kesehatan pada masa pendataran pilkada.

Calon petahana yang melanggar protokol kesehatan adalah satu gubernur, 35 bupati, lima wali kota, 26 wakil bupati dan lima wakil wali kota.

"Ancaman sanksi juga tengah disiapkan bagi yang sudah ditegur tetapi masih melakukan pelanggaran. Opsi sanksi itu mulai dari penundaan pelantikan bagi pemenang yang melanggar hingga disiapkannya Pjs langsung dari pusat," ujar Staf Khusus Menteri Dalam Negeri bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga dalam siaran pers, Jumat (11/9/2020).

Kastorius mengatakan, Kemendagri berupaya memantau secara ketat bakal pasangan calon pilkada. Sehingga pelanggaran yang terjadi dapat cepat terdeteksi dan teguran sesuai dengan undang-undang.

"Sejauh ini sudah 72 daerah yang mendapat teguran keras. Jumlah ini meningkat drastis dibanding dua hari lalu yang baru mencapai 53 daerah," kata Kastorius.

Kementerian Dalam Negeri menerapkan prinsip stick and carrot dalam penegakan protokol kesehatan Covid-19 selama tahapan pilkada. Pelanggar yang telah mendapatkan teguran akan mendapatkan sanksi lebih berat jika pelanggaran terulang. Hal ini sesuai ketentuan undang-undang dan Peraturan KPU.

Sementara hingga Kamis, 10 September 2020 KPU mengatakan ada 60 bakal kepala daerah yang positif Covid-19.

Menurut dia, semua yang dinyatakan positif Covid-19 ini, berdasarkan hasil swab test yang dilakukan masing-masing calon. "Sudah 60 calon dinyatakan positif Covid-19," kata Ketua KPU Arief Budiman, Kamis (10/9/2020).

Adapun 60 bacalon yang positif Covid-19 ini, tersebar di sejumlah provinsi. "Tersebar di 21 provinsi," ungkap Arief.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.