Sukses

KPK Telisik Pembangunan Rumah Nurhadi dari Hasil Suap dan Gratifikasi

Selain menelisik pembagunan rumah, penyidik juga menelisik soal airan yang yang diberikan Nurhadi ke pihak lain.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pembangunan rumah mantan Sekretaris Nurhadi yang diduga dihasilkan dari tindak pidana korupsi. Penyidik hari ini memeriksa Lo Jecky yang berprofesi sebagai arsitek yang mendesai rumah tersebut.

"Lo Jecky diperiksa sebagai saksi untuk NHD. Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dengan profesi saksi sebagai arsitek yang mendesain rumah milik NHD yang berada di kawasan Hanglekir dan Patal Senayan yang diduga bahwa dana yang dibayarkan oleh NHD untuk mendesain ke dua rumah tersebut berasal dari suap dan gratifikasi yang diterimanya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (15/9/2020).

Selain menelisik pembagunan rumah, penyidik juga menelisik soal airan yang yang diberikan Nurhadi ke pihak lain. Terkait hal ini, penyidik memeriksa Wilson Margatan.

"Wilson Margatan diperiksa sebagai saksi untuk NHD. Melalui keterangan saksi ini, penyidik masih terus mendalami adanya dugaan aliran uang oleh NHD ke berbagai pihak," kata Ali.

Tak hanya itu, dalam kasus ini juga penyidik menelisik aliran uang yang diberikan menantu Nurhadi, Rezky Herbiono ke beberapa pihak. Untuk menelisik hal tersebut, penyidik langsung memeriksa Rezky Herbiono.

"Tersangka RHE juga dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka. Penyidik mengonfirmasi terkait dugaan banyaknya aliran uang yang di terima maupun diberikan oleh RHE dari dan ke berbagai pihak," kata Ali.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Sekretaris MA Nurhadi, Riezky Herbiono yang merupakan menantu Nurhadi, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT. MIT) Hiendra Soenjoto.

Hiendra dijerat sebagai pihak yang menyuap Nurhadi. Hiendra melalui Rezky Herbiono diduga memberi suap dan gratifikasi dengan nilai total mencapai Rp 46 miliar.

 

2 dari 2 halaman

Tiga Perkara Kasus Nurhadi

Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Diketahui Rezky diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.

Ketiganya diketahui sempat menjadi buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Selama kurang lebih empat bulan menghilang, Nurhadi dan Rezky akhirnya ditangkap tim penindakan KPK di sebuah rumah mewah di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.

Tak ada perlawanan berat yang diterima tim penindakan dari Nurhadi dan Rezky. Tim hanya kesulitan untuk masuk ke dalam rumah tersebut lantaran pintunya digembok.

Tim awalnya berusaha masuk secara baik-baik dengan mengetuk pagar dan pintu rumah, namun tak ada itikad baik dari Nurhadi. Tim kemudian memutuskan untuk membobol pagar dan pintu rumah dengan disaksikan ketua RW setempat.

Nurhadi dan Rezky pun digelandang tim ke lembaga antirasuah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sementara Hiendra hingga kini masih diburu tim penindakan KPK.