Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Sebaliknya, kasusnya terus meningkat. Sejumlah kluster baru bermunculan. Terbaru, kantor pemerintahan justru menjadi titik kluster baru penyebaran Covid-19. Data Dinas Kesehatan DKI per 18 September 2020 seperti dilansir di situs corona.jakarta.go.id menyebutkan, ada 27 kantor kementerian/lembaga yang menjadi kluster baru Covid-19.
Kantor tersebut adalah, Kementerian Perhubungan Perkeretaapian (1 kasus), Badan Litbangkes Kemenkes (50 kasus), Batlibang Kemenhub (5 kasus), Biro OSDM Kemenaker (1 kasus), Dirjen Imigrasi (21 kasus) Dirjen Polpum Kemendagri (1 kasus), Dukcapil Kemendagri (2I kasus), Istana Wapres (2 kasus), Kantor Pajak Cengkareng (5 kasus), Kantor Pajak Pratama Jakarta (15 kasus), Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakbar (1 kasus) Kantor PPLP Tanjung Priok (88 kasus), Kemenakertrans (24 kasus), Kemendagri (24 kasus), Kemendikbud (25 kasus), Kemenhub Kelautan (3 kasus), Kemenko Parvest (1 kasus), Kemenko PMK (12 kasus), Kemenkop KUKM (2 kasus).
Selain itu, Kemenkumham Pejaten Barat (2 kasus) Kemenkumham RI (35 kasus), Kemenlu (7 kasus) Kemenpan RB (8 kasus), Kemenpora (41 kasus), Kemenristekbrin (1 kasus), Kemensos (1 kasus), Kemenag (5 kasus), Kementerian Bappenas (10 kasus), Kementerian ESDM (36 kasus), Kementerian Kelautan dan Perikanan (2 kasus), Kementerian Kelautan (6 kasus), Kemenkes (252 kasus), Kementerian Keuangan (57 kasus) Kementerian LH (3 kasus), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (33 kasus), Kemendag (5 kasus), Kementerian Perhubungan (175 kasus), Kementerian Pertahanan (64 kasus), Kementerian Pertanian (18 kasus) Kementerian PPAPP (15 kasus), Kementerian UMKM (2 kasus), Kemkominfo (65 kasus), KKP Tanjung Priok (31 kasus), KKP Pratama Grogol Petamburan (5 kasus), KKP Pratama Palmerah (32 kasus), KPPN Otista (1 kasus), Litbang Kemendagri (33 kasus), KUA Kecamatan Pasar Minggu (1 kasus).
Advertisement
Juru Bicara sekaligus Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito membenarkan kluster kantor pemerintahan kini menjadi sorotan seiring makin meningkatnya jumlah kasus positif.
Ia pun meminta semua pihak baik yang berada di perkantoran maupun perjalanan menuju atau pulang dari kantor tetap mencegah terjadinya penularan Covid-19 agar tidak terjadi korban lain dari penyakit tersebut.
"Publik juga harus mengetahui bahwa makin banyak pejabat yang terkonfirmasi positif dan ini merupakan bentuk transparansi publik dan tidak perlu terjadi stigma negatif kepada para pejabat pulbik," ujarnya, Jumat (18/9/2020).
Wiku menyatakan, virus Covid-19 tidak mengenal jabatan, tidak mengenal jenis kelamin, dan tidak mengenal umur. Pandemi ini bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal waktu.
"Sudah lebih dari lima kepala daerah dan pejabat publik yang meninggal karena Covid-19. Kami turut berbelasungkawa terhadap kejadian ini," ujarnya.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan, terus bermunculannya kluster Covid-19, menunjukkan sumber penularan di tengah masyarakat masih ada.
"Kalau kita lihat secara dalam maka sumber penularan di antara kita masih ada," katanya, Kamis (17/9/2020).
Yurianto menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan polymerase chain reaction (PCR), 80 pasien positif Covid-19 tidak memiliki gejala apa pun. Sementara 20 persen lainnya hanya memiliki gejala ringan atau sedang.
Tingginya persentase orang tanpa gejala (OTG) terpapar Covid-19 membuka peluang sumber penularan semakin besar. Sebab, ada kemungkinan masyarakat tidak menyadari dirinya terpapar Covid-19 tapi masih melakukan aktivitas di ruang publik.
"Artinya 80 persen tidak merasa sakit, orang lain tidak merasa melihat dia sakit, ini yang jadi permasalahan," ucapnya.
Guna menutup peluang sumber penularan Covid-19, Yurianto meminta masyarakat patuh menerapkan protokol kesehatan. Masyarakat harus menggunakan masker dengan benar, menjaga jarak aman minimal satu meter dan mencuci tangan dengan sabun di air mengalir minimal 20 detik.
"Kalau menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan tidak dilakukan dengan disiplin akan menjadi pintu untuk tertular," kata Yurianto mengakhiri.
ketua Tim Mitigasi PB IDI Adib Khumaidi menyatakan, untuk menghentikan penyebaran dan munculnya kluster-kluster baru dibutuhkan dukungan aktif seluruh elemen masyarakat. Jika tidak, pandemi ini akan susah dikendalikan.
"Dan hal ini, tentunya juga akan berdampak negatif, bukan hanya pada kesehatan, namun juga ekonomi secara berkepanjangan," lanjut Adib, Jumat (18/9/2020).
Adib menyebut jumlah dokter yang berguguran menjadi pekerjaan besar, terlebih lagi proporsional dalam pelayanan kesehatan juga harus tetap berjalan.
Para tenaga kesehatan kini menjadi benteng terakhir dalam penanganan Covid-19.
"Indonesia bahkan belum mencapai puncak pandemi Covid-19 gelombang pertama. Jika hal ini (ketidakdisiplinan protokol kesehatan) terus berlanjut, maka Indonesia akan menjadi episentrum dunia, yang mana akan berdampak semakin buruk pada ekonomi dan kesehatan negara," jelasnya.
Video Pilihan
PSBB Tidak Efektif?
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Masdalina Pane menyatakan, bermunculannya kluster baru, termasuk di sejumlah kantor pemerintahan, menjadi tanda bahwa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak efektif.
"Sejak awal saya tidak setuju dengan PSBB karena terlalu banyak sektor yang terbuka (11 sektor)," ujarnya kepada Liputan6.com, Jumat (18/9/2020).
Menurutnya, yang lebih efektif tentu isolasi dan karantina yang disiplin. "Karantina wilayah dari satuan terkecil rumah bukan satu kota dikarantina," sambungnya.
Masdalina menyatakan, munculnya klaster di sejumlah kementerian, terlebih di kementerian yang berkaitan langsung dengan teknis penanganan Covid-19 seperti Kementerian Kesehatan atau Kementerian Perhubungan, cukup bisa dimengerti. Menurutnya, para PNS yang berada di kementerian tersebut, sakalipun ada kebijakan bekerja dari rumah, PNS di Kemenkes lebih banyak melakukan pekerjaan dari kantor.
Fungsi pelayanan, kata dia, tidak dapat digantikan dengan bekerja di rumah, sehingga resiko terinfeksi Covid-19, baik melalui sarana transportasi maupun tertular karena pelayanan dengan pasien langsung itu lebih besar.
"Jadi wajar saja kalau PNS di Kemenkes memilki risiko lebih tinggi dan memiliki jumlah (terinfeksi) lebih banyak. Jadi bukan hanya disebabkan karena ketidakdisiplinan dari PNS Kementerian Kesehatan dalam menggunakan APD yang menyebabkan kasus Covid-19 di kementerian kesehatan lebih banyak," jelasnya.
Sebagai solusi atas munculnya kasus kluster kementerian tersebut, Masdalina minta dilakukan sesuai prosedur standar kesehatan. "Kasus di isolasi, jika sedang atau berat di rawat di RS, close contact di karantina termasuk rekan kerja di kantor," tukasnya.
Dokter spesialis paru Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Erlina Burhan menyatakan, salah satu upaya mengurangi munculnya kluster baru adalah dengan 3M yakni menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker.
Erlina menyatakan, memakai masker bahkan dapat mengurangi risiko terkena Covid-19 hingga nol persen. Dia mengumpamakan, jika satu orang dengan satu orang lain bertemu tanpa menggunakan masker dan jaga jarak, sedang salah satu dari mereka sakit Covid-19, maka risiko penularan 100 persen.
"Tapi kalau yang sehat yang pakai masker, 70 persen potensi penularannya,” ujarnya.
Jika orang yang sakit mengenakan masker, maka risiko penularan berkurang menjadi 5 persen. Namun, jika kedua orang tersebut sama-sama mengenakan masker, maka risiko penularan kembali menurun menjadi 2 persen.
“Kalau keduanya sudah pakai masker dan ditambah jaga jarak, maka risiko penularan menjadi nol persen.”
Upaya yang dapat dilakukan guna mempertahankan nol persen tersebut adalah dengan mencuci tangan dengan sabun.
Advertisement
Harus Beri Contoh Disiplin
Banyaknya kluster baru di pemerintahan mendapat respons dari Ketua DPR RI Puan Maharani. Dia mengaku prihatin atas tingginya kasus Covid-19 klaster perkantoran. Puan berharap kantor-kantor pemerintahan menjadi contoh bagi kantor lain serta terus meningkatkan disiplin pada protokol kesehatan terhadap semua pegawainya.
"Tingginya kasus Covid-19 klaster perkantoran ini sangat memprihatinkan. Kantor-kantor pemerintahan harus memberi contoh disiplin mematuhi protokol kesehatan," kata Puan, Kamis (17/9/2020).
Puan meminta seluruh kementerian/lembaga baik di pusat maupun daerah untuk mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan di masing-masing kantor.
Puan juga meminta tiap kementerian/lembaga arus memastikan seluruh kebijakan yang diambil berbasis pada perlindungan seluruh pegawai.
"Jangan sampai kantor-kantor pemerintahan menjadi contoh buruk penerapan protokol kesehatan, mengingat berdasarkan data Pemprov DKI, kasus Covid-19 telah menyebar ke 30 kantor kementerian dan badan yang berada di Jakarta," ungkap Puan.
Puan mencontohkan kebijakan yang diterapkan di DPR saat ini, yakni dibatasinya peserta rapat hanya 20 persen yang hadir secara fisik, yang terdiri dari ketua atau unsur pimpinan komisi/badan dan perwakilan masing-masing fraksi, anggota lainnya dapat mengikuti rapat secara virtual demi mencegah penularan Covid-19. Pemeriksaan suhu tubuh dan jaga jarak di ruang rapat juga diterapkan. Adapun jalannya rapat dapat diakses media melalui siaran langsung di laman resmi DPR RI.
"Kami tetap produktif dan disiplin dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19," ungkap perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR RI tersebut.
Selanjutnya, Puan mendorong seluruh kementerian/lembaga segera mengambil kebijakan strategis yang dapat melindungi seluruh pegawai dengan meningkatkan upaya preventif dan kuratif.
"Mendorong Pemerintah untuk memperketat protokol kesehatan di area perkantoran, terutama di instansi pemerintah sekaligus mengadakan tes Covid-19 secara berkala selama masa pandemi, guna menekan angka penyebaran Covid-19 di area perkantoran," ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.
Anggota Komisi IX Saleh Daulay meminta Satgas dan Pemerintah tegas untuk menertibkan atau menutup sementara kegiatan di kantor kementerian yang terpapar.
"Satgas dan pemerintah harus menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat. Harus dievaluasi benar apa yang terjadi di perkantoran ini. Kalau protokol tidak bisa dilaksanak, kantor tersebut harus di istirahatkan atau tutup sementara,” kata Saleh pada Liputan6.com, Jumat (18/9/2020).
Saleh mengakui, penutupan kantor tidak dapat dilakukan di semua tempat. Ia mencontohkan kantor Kemenkes.
"Tapi memang ada beberapa kantor yang tidak bisa ditutup. Misal Kemenkes, kan kemenkes ini tidak bisa berhenti kerja karena mereka bekerja di baris terdepan penanganan Covid-19,” ucapnya.
Karena tidak bisa dilakukan WFH, maka Saleh menyarankan Pemerintah memberi perlindungan ekstra bagi karyawan kantor kementerian yang tetap harus Work From Office.
"Mengapa kemenkes klaster tinggi? Bisa saja mereka datang ke RS tiap hari, langsung mengecek orang terpapar dan tenaga kesehatan. Wajar kalau mereka langsung berhubungan dengan pasien," ucapnya.
“Karena itu mereka itu bagian yang rentan, untuk itu mereka harus dilindungi ekstra oleh pemerintah. Kalau ke RS misal harus pakai APD lengkap seperti dokter," tambahnya.
Saleh memastikan, anggaran untuk perlindungan ekstra atau APD bagi pegawai Kemenkes aman.
"Harus ada perlindungan ekstra dari oemerintah. Siapkan APD lengkap. Anggaran cukup. Enggak ada alasan pemerintah enggak ada anggaran itu. Saya tahu benar ada itu anggaran. Anggaran mestinya aman, masih banyak anggaran yang belum diserap," tegasnya.
Selain pemerintah pusat dan Satgas, Saleh mendukung kebijakan Pemprov DKI melaksanakan PSBB dan meningkatkan tracing-testing. Baginya hal tersebut langkah tepat untuk pengendalian klaster kantor.
"PSBB total ketat boleh kalau zona merah. Dan ingat, bagi pengusaha atau kantor, tidak ada alasan menutupi karyawan terpapar karena ini bukan aib. Jadi harus dibuka datanya, buka saja kalau ada karyawan kena. Jangan ditutupi-tupi, dibuka supaya bisa ditangani karena seluruh obat Covid dibiayai negara. Justru kalau ditutupi bayar sendiri,” ia menandaskan
Infografis
Advertisement