Sukses

KPK Siap Tindaklanjuti Pihak yang Terlibat Kasus Jaksa Pinangki

Kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah dilimpahkan dan persidangannya segera digelar.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyatakan siap menindaklanjuti laporan dugaan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait fatwa bebas MA untuk Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Nawawi menyatakan, jika Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani kasus tersebut tidak menindaklanjuti laporan dari masyarakat, maka KPK berhak mengambil alih penyelidikan yang dilaporkan masyarakat tersebut

"Jika ada laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti maka KPK dapat langsung mengambil alih dan menindaklanjutinya sendiri," ujar Nawawi saat dikonfirmasi, Sabtu (19/9/2020).

Apalagi, kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah dilimpahkan dan siap digelar disidangkan. Menurut Nawawi, KPK memiliki kewenangan meneruskan penyelidikan berdasarkan informasi dari masyarakat yang tidak ditindaklanjuti Kejagung.

"Insyaallah karena berkas Jaksa P telah dilimpahkan ke persidangan, maka terbuka bagi KPK untuk memulai penyelidikan pada nama-nama yang disampaikan MAKI sepanjang memang didukung bukti yang cukup untuk itu," kata Nawawi.

"Hal ini selaras dengan ruang yang dibuka oleh pasal 10A ayat (2) huruf (a) UU nomor 19 tahun 2019," Nawawi menambahkan.

Diberitakan sebelumnya, MAKI melaporkan adanya keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus Jaksa Pinangki. Koordinator MAKI Boyamin Saiman yang menyebut ada istilah 'bapakku' dan 'bapakmu' dalam kasus tersebut.

Selain itu ada juga lima nama baru, yakni T, DK, BR, HA, dan SHD. Mulanya, MAKI hanya mendorong Kejaksaan Agung menyelidiki sejumlah informasi tersebut. Namun belakangan ia juga melaporkan nama-nama tersebut ke KPK.

MAKI melaporkan ke KPK lantaran Kejagung sudah melimpahkan berkas penyidikan Jaksa Pinangki ke penuntutan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Landasan hukumnya

Dalam Pasal 10A UU nomor 19 tahun 2019 disebutkan:

(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.

(2) Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:

a. laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti;

b. proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan;

c. penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya;

d. penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;

e. hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau

f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan, kepolisian dan/atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.

(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian dan/atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

(5) Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum yang menangani Tindak Pidana Korupsi.