Sukses

HEADLINE: Hujan Ekstrem dan Banjir di Jakarta hingga Sukabumi, Langkah Penanganannya?

Hujan deras yang mengguyur Jakarta dan sejumlah wilayah lain, seperti Bogor, Depok, Sukabumi dan Tangerang mengakibatkan banjir dan longsor di sejumlah titik.

Liputan6.com, Jakarta - Hujan yang mengguyur Jakarta dan wilayah sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Sukabumi pada Senin sore hingga malam (21/9/2020), menyebabkan duka bagi sebagian warga. 

Di Sukabumi, Jawa Barat, hujan deras yang mengguyur mengakibatkan puluhan rumah dan kendaraan bermotor di kecamatan Cicurug, Cidahu dan Cibadak hanyut terbawa arus banjir. Hujan juga merendam sekitar 85 rumah di kawasan tersebut. Akibarnya sebanyak 299 kepala keluarga atau 1.210 orang harus mengungsi.

Tak cukup itu, hujan deras yang berujung banjir dan longsor di Sukabumi juga merenggut dua korban jiwa. Hasyim (60) warga Kampung Cibuntu, Desa Pasawahan dan Jeje (60) warga Kampung Aspol, Kelurahan Cicurug ditemukan tak bernyawa setelah terbawa arus banjir. Kedua jenazah korban ditemukan di aliran Sungai Cicatih, Sukabumi, Selasa (22/9/2020) siang.

Di Bogor, hujan deras memutus Jalan Pancawati, Desa Pancawati, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Senin (21/9/2020) sekitar pukul 17.00 WIB. Tebing setinggi kurang lebih 20 meter di kawasan tersebut l ongsor dan menutup seluruh badan jalan. Material longsor bahkan sempat menyeret satu keluarga yang sedang melintas. Beruntukng, warga bersama BPBD Kabupaten Bogor dan Pemerintah Desa Pancawati gerak cepat melakukan evakuasi, nyawa satu keluarga yakni Emi (27), Anggun (9), Acep (30), Wita (14), Upik (19), Eva (13) dan Kiranti (15) akhirnya selamat.

Cerita serupa muncul dari Ibu Kota Jakarta. Guyuran air langit sejak Senin sore membuat sejumlah ruas jalan di Jakarta tergenang dengan ketinggian beragam. Air bahkan sempat menggenangi jalan protokol seperti Sudirman dan Thamrin, meski tidak lama akhirnya surut. 

Namun, ancaman banjir justru membayangi dari daerah yang lebih tinggi, yakni Bogor. Banjir kiriman yang beberapa kali telah terjadi kembali dipastikan akan terulang. Sebab, Senin pukul 18.18 WIB Bendung Katulampa sudah menyentuh 250 cm. Katulapampa Siaga 1. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun mewanti-wanti warga Jakarta yang tinggal di sekitaran Kali Ciliwung bersiap-siap menyambut tamu tak diundang tersebut.

Dan sesuai prediksi, air kiriman mengguyur Jakarta, Selasa dini hari. Banjir kiriman menggenangi sekitar 56 RT di Jakarta di Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Ketinggian air bervariasi dari 10 hingga 100 sentimeter. Hingga Selasa siang, banjir juga menggenangi 20 ruas jalan di Jakarta.

Rendaman banjir juga membuat sejumlah warga Jakarta harus mengungsi. Sumber BNPB menyebutkan, ada 30 Kepala keluarga atau 104 orang mengungsi di sejumlah titik yang disediakan akibat banjir di Ibu Kota.

Wakil Gubenur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan, pihaknya meminta warga Jakarta untuk bersiap menghadapi anomali cuaca yang terjadi di sejumlah negara, termasuk Indonesia saat ini. Biasanya curah hujan tinggi yang bisa berdampak banjir di Jakarta, terjadi pada Desember-Januari hingga Maret, namun dengan adanya anomali cuaca saat ini, hujan bisa mengguyur lebih cepat dan menyebabkan banjir seperti yang terjadi saat ini.

"Masyarakat harus bersiap di samping terus menjaga kebersihan lingkungan tidak membuang sampah. Kita minta masyarakat menbantu untuk membersihkan selokan atau tempat lain sehingga aliran air terus bisa mengalir ke sungai dan kita teruskan ke laut," ujarnya, Selasa (22/9/2020).

Ariza mengaku, pihaknya sudah menyiapkan dan 54 ekskavator, beko dan sebagainya untuk melakukan pengerukan sepanjang tahun sungai-sungai dan waduk yang ada di Jakarta.

"Pengerukan ada 13 sungai di Jakarta. kemudian waduk situ yang ada di Jakarta. Mengerahkan 54 ekskavator sepanjang hari tidak berhenti," ujarnya.

Selain itu, sambung Reza, Pemprov DKI juga melakukan terobosan dengan membuat sodetan yang bisa mengalihkan air agar tidak terjadi banjir. 

"Di tahun anggaran ini kami akan adakan mobile pompa untuk bisa digunakan ketika banjir. Untuk mengatur dan alihkan genangan banjir," sambungnya.

Reza menambahkan, untuk banjir kali ini pihaknya sudah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi, di antaranya adalah dokter yang bertugas memantau kesehatan warga yang terdampak banjir.  

Reza memastikan penanganan pengungsi banjir yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta merujuk pada protokol kesehatan untuk menghindari penyebaran Covid-19. 

"Sudah disiapkan titik pengungsi, jumlah dua kali lipat dari biasa. BPBD telah siapkan titik-titik atau tempat pengungsian dengan jumlah lebih besar," pungkasnya.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan, pihaknya sudah mengintruksikan sejumlah kepala daerah di Jawa Barat untuk menyiapkan program antisipasi menghadapi bahaya banjir dan longsor, seperti yang berjadi di Sukabumi saat ini.  

"Turut prihatin kepada Kab Sukabumi terkait bencana banjir bandang. Dukungan dan bantuan sudah dikirim ke sana via pak Wagub @ruzhanul dan BPBD Jabar," ujar Ridwan Kamil dikutip dari akun Instagramnya, Selasa (22/9/2020).

Pria yang akrab disapa Emil ini menyatakan, tahun ini musim hujan datang lebih awal dari perkiraan. Jika sebelumnya diprediksi BMKG musim penghujan akan turun akhir Oktober, kenyataannya saat ini sudah hujan.

"Pemprov Jawa Barat melalui Dinas PU sejak dua minggu lalu sudah memulai program antisipasi banjir. Mudah-mudahan bisa efektif," pungkasnya.

 

 

2 dari 4 halaman

BMKG: Waspada Cuaca Ekstrem

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat untuk waspada terhadap potensi cuaca ekstrem pada musim pancaroba saat ini.

Terjadinya banjir bandang di wilayah Kabupaten Bogor dan Sukabumi, Senin sore (21/9/2020), merupakan bukti adanya potensi cuaca ekstrem di masa transisi.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, curah hujan intensitas tinggi hingga 110 mm dalam periode 4 jam yaitu 15.00-19.00 WIB teramati di Citeko.   

"Hujan lebat ini dipicu oleh kondisi atmosfer yang labil dan diperkuat dengan adanya fenomena gelombang Rossby Ekuatorial serta adanya daerah pertemuan angin atau konvergensi," ucap Guswanto, Selasa (22/9/2020).

Guswanto menjelaskan, kombinasi dari ketiga fenomena atmosfer itu, meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar Jawa Barat.

Terkait kejadian tersebut, BMKG telah mengeluarkan informasi peringatan dini cuaca ekstrem skala waktu 3 jam-an untuk wilayah Jawa Barat, sebelum terjadinya banjir bandang pada 21 September 2020, sebanyak 5 kali mulai dari jam 13.45 - 22.50 WIB.

Guswanto menuturkan, potensi hujan lebat yang terjadi pada siang atau sore di wilayah Bogor tersebut, secara tidak langsung dapat meningkatkan potensi luapan air di sekitar daerah aliran sungai Ciliwung.

"Masyarakat diimbau untuk mewaspadai potensi genangan," kata Guswanto.

BMKG mengklaim telah menerbitkan informasi prakiraan awal musim hujan 2020. Diprediksi sebagian besar wilayah Indonesia akan memasuki periode awal musim hujan mulai akhir bulan Oktober-November 2020.

Selama September-Oktober ini, ucap Guswanto, periode peralihan musim (pancaroba) dari kemarau ke penghujan masih berlangsung di beberapa wilayah Indonesia. Dimana kondisi hujan tidak merata dapat terjadi dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat.

"Pada masa peralihan musim ini, perlu diwaspadai potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang, angin puting beliung, bahkan fenomena hujan es," ungkap Guswanto.

BMKG memprediksikan dalam periode sepekan ke depan, hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai kilat atau petir berpotensi terjadi di beberapa wilayah.

Untuk periode 22-24 September 2020 di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.

Sementara periode 25-28 September 2020 di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.

"Masyarakat diimbau agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap potensi cuaca ekstrem seperti puting beliung, hujan lebat disertai kilat atau petir serta hujan es dan dampak yang dapat ditimbulkannya seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin," kata Guswanto.  

Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati, meminta warga Jakarta mewaspadai ancaman genangan air. Sebab ramalan cuaca BMKG mengatakan, masih ada potensi hujan hari ini.

"Prakiraan cuaca harian dari BMKG menginformasikan masih adanya hujan ringan di wilayah DKI Jakarta," Raditya, Selasa (22/9/2020).

Raditya Jati merinci, masih terdapat 49 wilayah di tingkat rukun tetangga (RT) tergenangan air di Jakarta hari ini. Menurut informasi diterimanya dari BPBD, sebagian warga di wilayah terdampak tersebut harus diungsikan.

"15 jiwa mengungsi setelah banjir terjadi di beberapa titik semalam (21/9). Pantauan terkini wilayah yang masih terjadi genangan," ungkap Raditya.

"Kami siapkan pos pengungsian di empat lokasi, yaitu di mushola Riyadhul Saadah di Kelurahan Kembangan Utara, PT. Delta Laras Wisata di RW.07 Kelurahan Rawajati, Puskesmas Rawajati 2 di RW.07 Kelurahan Rawajati dan halaman rumah dinas, RW.07 di Kelurahan Rawajati," Raditya menadasi.

Hingga pukul 06.00 WIB pagi ini di Jakarta Barat, antara lain di Kecamatan Palmerah, Kebon Jeruk, Grogol, Kembangan dan Cengkareng, masih terdapat titik banjir.Titik genangan paling banyak terjadi di Kecamatan Cengkareng dengan ketinggian beragam antara 10 hingga 30 cm.

3 dari 4 halaman

Drainase Jadi PR Jakarta

Pengamat Tata Kota yang juga Ketua Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor menyatakan, sejumlah daerah, termasuk Jakarta harus sudah mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan banjir yang akan terjadi, sebab BMKG sepekan sebelumnya sudah mengingatkan akan ada hujan besar di beberapa daerah.

"Fungsi BMKG ada sebagai peringatan yang bisa menolong warga agar bisa siap-siap. Dengan adanya emergency respons akan memperkecil kerugian mereka," ujarnya Selasa (22/9/2020).

Banjir, termasuk yang terjadi di Jakarta memerlukan langkah antisipasi. "Rawat drainase yang baik, bersihin. Saya rasa ini tak dilakukan. Buktinya apa? Itu Sudirman Semanggi banjir, air gak bisa masuk ke drainase di sana," ujarnya.

Selain drainase yang buruk, Tigor juga menyatakan, faktor ruang terbuka hijau yang terbatas juga menjadi penyebab lain mudahnya Jakarta kebanjiran.

"Yang kemarin enggak kiriman dong, kalau banjir yang pertama di Semanggi dan Sudirman. Siaga 1 Katulampa baru malam, perjalanan butuh 6-7 jam," katanya.

Menurut Tigor, penanganan banjir Jakarta butuh sensifitas pemimpinnya.  Menurutnya, koordinasi penanganan banjir di Jakarta-Bogor berjalan baik.

"Kan walkot (Wali Kota) Bogor langsung telepon Anies bilang kalau Jakarta mesti siap-siap karena Katulampa siaga 1. Tapi action di DKI yang enggak ada. Jadi ini harus diperbaiki. Padahal kan sudah ada anggarannya, di kemanakan anggaran itu?" dia memungkasi.

Pengamat Tata Kota yang juga Dosen Teknik Planologi Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti Yayat Supriatna menyatakan, banjir Jakarta pada Senin malam dan Selasa pagi karena intensitas curah hujan cukup tinggi, sementara drainase belum bisa maksimal menampung besarnya curah hujan.

"Khususnya tali-tali air. kan di kiri kanannya ada trotoar, ini ada tali air itu untuk sistem pembuangan air dari jalan ke gorong-gorong," ujarnya Selasa, (22/9/2020).

Dia menyatakan, kapasitas tali air itu tidak bisa menampung besar volume air hujan yang turun dan menyebabkan air tertahan cukup lama atau ngantri.

"Semakin lama mengantri, semakin lama tergenang. Ada potensi bahwa desain tali air tadi tidak sesuai tidak mendukung jika curah hujan turun di atas 100 mm," tambahnya.

Yayat meyakini kemungkinan drainase yang ada di Jakarta  tak mampu menampung saat air dengan kapasitas besar karena belum selesai dikeruk, dibersihkan atau memang tak bisa menampung.

"Banyak drainase di Jakarta dibuat saat Jakarta belum dalam kondisi seperti sekarang. Artinya dimensinya kecil, gorong-gorong saluran air kecil, sementara hujan makin besar dan hujan ekstrem itu bisa dikatakan susah untuk diantisipasi," sambungnya.

Dengan kondisi drainase yang ada saat ini, banjir Jakarta tidak perlu nunggu dari Bogor. Dengan curah hujan 50-100 mm saja, dengan intensitas waktu 3 jam, Jakarta bisa tergenang tanpa kiriman Bogor.

"Kalau dikirim dari Bogor pasti banjirnya sepanjang sungai. Kalau Jakarta itu tanpa kiriman Bogor ada ujan ekstrem saja di atas 100 mm potensi genangan terjadi. karena desain drainase kita itu sudah tak sesuai dengan kondisi saat ini, jadi harus dibongkar total," jelasnya.

Drainase Jakarta, sambung Yayat, harus dibangun untuk skala 100 tahunan agar bisa menampung curah hujan ekstrem 150-200 mm.

"Jadi merencanakan drainase kota harus melihat dinamka pada skala hujan yang gimana yang harus diantisipasi. Karena kita itu gagap saat hujan masuk kategori ekstrem di atas 150-200 mm, jadi kita hanya buat drainase skala 5 tahunan. Kan harusnya untuk 100 tahunan lah, dalam konteks yang memadai," ujarnya.

Terlepas dari itu, Yayat menegaskan peran pemerintah pusat dalam penanganan banjir Jakarta sangat besar.

"Saya kira kasus Katulampa, Ciliwung itu peran pemerintah pusat, gimana mempercepat waduk Ciawi selesai, mempercepat waduk Sukamahi selesai, sehingga air dari puncak jutaan kubik itu bisa ditampung di bendungan itu," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Saksikan video pilihan di bawah ini: