Sukses

4 Hal yang Disampaikan Mendagri Usai KPU Izinkan Konser Pilkada 2020

Meski diizinkan, KPU mengeluarkan sejumlah persyaratan agar konser Pilkada Serentak 2020 bisa digelar karena berada dalam situasi pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap mengizinkan beberapa bentuk kegiatan kampanye, salah satunya berupa konser pada Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Serentak 2020.

Meski diizinkan, KPU mengeluarkan sejumlah persyaratan agar konser Pilkada Serentak 2020 bisa digelar karena berada dalam situasi pandemi Covid-19.

"Ada ketentuan dalam undang-undang dan dalam peraturan memang diatur demikian. Bagi KPU tentu tidak mudah juga menghapus bentuk-bentuk kampanye itu karena undang-undangnya masih sama, dasar penyelenggaraan pilkada ini kan masih Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016," kata anggota KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi di Jakarta, Rabu, 16 September 2020, seperti dikutip dari Antara.

Usai menuai berbagai tanggapan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengusulkan agar konser nonfisik dilakukan secara daring atau melalui siaran radio dan televisi melibatkan TVRI dan RRI.

"Ini sebetulnya menjadi peluang untuk event organizer kampanye. Nah, memang ada hambatan yang tidak memiliki saluran komunikasi yang baik, tetapi ada RRI ada TVRI yang bisa tembus dan di beberapa daerah hijau masih bisa dilakukan kampanye terbatas," kata Mendagri dalam seminar daring yang diselenggarakan, Minggu, 20 September 2020.

Selain itu, Mendagri pun mengaku sudah berkirim surat ke KPU terkait diizinkannya konser Pilkada Serentak 2020.

Berikut 4 hal yang disampaikan dan dilakukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian usai KPU izinkan konser Pilkada Serentak 2020 dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 5 halaman

Usul Konser Nonfisik

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendukung pelaksanaan konser nonfisik sewaktu pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah.

Mendagri mengusulkan agar konser nonfisik dilakukan secara daring atau melalui siaran radio dan televisi melibatkan TVRI dan RRI.

"Ini sebetulnya menjadi peluang untuk event organizer kampanye. Nah, memang ada hambatan yang tidak memiliki saluran komunikasi yang baik, tetapi ada RRI ada TVRI yang bisa tembus dan di beberapa daerah hijau masih bisa dilakukan kampanye terbatas," kata Mendagri dalam seminar daring yang diselenggarakan, Minggu, 20 September 2020.

Selain itu, Mendagri juga menyarankan agar kerumunan yang melibatkan kehadiran massa secara fisik di setiap tahapan Pilkada, terutama saat kampanye harus dibatasi.

"Apa pun bentuknya, harus dibatasi semaksimal mungkin. Saya tidak setuju ada rapat umum, konser apalagi. Saya tidak sependapat maka saya membuat surat langsung ke KPU, Kemendagri keberatan tentang itu," kata Mendagri.

Namun, bukan berarti seluruh kegiatan pengumpulan massa kampanye secara fisik harus dilarang.

 

3 dari 5 halaman

Surati KPU

Tito menegaskan, kerumunan yang melibatkan massa banyak di setiap tahapan Pilkada, terutama saat kampanye, harus dibatasi. Apapun bentuknya, harus dibatasi semaksimal mungkin.

"Jadi seperti mohon maaf rapat umum, saya tidak setuju ada rapat umum, konser apalagi, saya tidak sependapat. Maka saya membuat surat langsung ke KPU, Kemendagri, keberatan tentang itu dan kemudian segala sesuatu yang menimbulkan kerumunan itu yang berpotensi tidak bisa jaga jarak dibatasi. Tapi ada tidak fair, kalau semua kerumunan dibatasi. Yang diuntungkan adalah petahana, karena petahana dari 270 daerah sekian petahana power-nya," kata Tito.

Oleh karena itu, Mendagri menilai agak kurang adil jika dibatasi total. Nonpetahana tentu ingin popularitas dan elektabilitasnya naik. Maka diberikan ruang yang disebut rapat terbatas.

Dirinya sebagai Mendagri, telah mengusulkan pertemuan atau rapat terbatas hanya boleh dihadiri maksimal 50 orang. Dan itu mesti jaga jarak. Ia juga mendorong kampanye daring.

"Kemudian kita tahu kampanye dari itu bisa sampai ratusan ribu orang, apalagi live streaming konser pun boleh konser daring yang diinisiasi oleh Ketua MPR misalnya, dan ini sebetulnya menjadi peluang untuk event organizer kampanye," ucap dia.

Nah, memang ada hambatan yang tidak memiliki saluran komunikasi yang baik, tapi ada RRI ada TVRI yang bisa tembus dan di beberapa daerah hijau masih bisa dilakukan kampanye terbatas," sambung Mendagri.

 

4 dari 5 halaman

Ancam Berikan Sanksi

Tito mengingatkan tidak boleh ada kampanye dalam bentuk konser, perlombaan dan kegiatan apapun yang mengumpulkan massa.

"Konser dan lain-lain saya minta tidak ada. Boleh konser, boleh musik virtual. Fisik tidak. Kemudian kegiatan-kegiatan lain seperti perlombaan, pengumpulan masa baik berbentuk apapun juga tidak boleh. Kecuali ada yang namanya rapat terbatas yang ditentukan sesuai aturan KPU," terang dia.

Bagi paslon yang terbukti melanggar protokol tersebut, Tito menyebut ada ancaman dipidanakan.

"Kalau terjadi pengumpulan masa di luar, arak-arakan, terjadi kemudian konvosi ini harus dibubarkan. Bahkan bisa dipidana dengan UU lain. Bisa perda, bisa perkada, bisa aturan KUHP, bisa UU Karantina Kesehatan oleh Polri," papar Tito.

 

5 dari 5 halaman

Jadikan sebagai Momentum Tangani Covid-19

Menurut Tito, Pilkada ini jika digelar secara baik, bisa menjadi momentum emas untuk membuat 270 daerah yang menggelar pemilihan bergerak menangani Covid-19. Mereka yang menjadi pasangan calon akan bergerak semua menangani Covid-19.

Mulai dari calon kepala daerah hingga tim suksesnya melakukan kampanye masif, misalnya membagikan masker, handsanitizer, dan sabun.

Selain itu, juga membuat tempat sabun di tempat-tempat publik dengan nama gambar pasangan calon.

Menurut dia, makin banyak masyarakat berbuat, makin baik. Hal itu akan membantu pemerintah menangani Covid-19 di daerah tersebut.

Namun, tentu semua itu memerlukan regulasi yang maksimal untuk mencegah kerumunan sosial dan untuk mendorong serta mewajibkan para pelaksananya mematuhi protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya.

"Masyarakat dibangkitkan, pilihlah pimpinan yang bisa menangani Covid-19 dan dampak sosial ekonomi di daerah masing-masing itu. Kampanye harus dilakukan sehingga masyarakat nanti menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin yang bisa menyelesaikan masalah ini di daerahnya. Otomatis kalau bisa dibangun setting ini para calon kepala daerah ini di pikiran mereka hanya berpikir bagaimana tangani Covid-19 itu," jelas Tito.