Liputan6.com, Jakarta - Gelar dokter yang disandang tersangka kasus pemerasan dan pelecehan seksual terhadap penumpang saat rapid test di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta (Bandara Soetta), dipertanyakan.
Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta, Kompol Alexander Yurico mengatakan, tersangka EFY baru menyelesaikan program ko-assisten atau Koas kedokterannya. Dia belum mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia atau UKDI.
"Iya, yang bersangkutan sudah Koas, namun belum mengikuti UKDI," ujar Alex, Minggu (27/9/2020).
Advertisement
Dia menuturkan, kepolisian sudah berkordinasi langsung dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk memperoleh keterangan lebih lanjut terkait kasus pemerasan dan pelecehan seksual tersebut.
Saat ini penyidik masih menggali keterangan dari tersangka atas kasus pidana yang disangkakan terhadap dokter lulusan perguruan tinggi di Sumatera Utara itu.
Sementara ini, berdasarkan keterangan tersangka EFY, dirinya dipekerjakan PT Kimia Farma Diagnostika untuk melakukan rapid test di area Bandara Soetta dengan sistem upah berdasarkan kerja shift.
"Dipekerjakan dengan gaji per shift. Per shift mendapatkan Rp 375 ribu dari perusahaan yang mempekerjakan," jelas Alex.
Namun sayangnya, pekerjaan tenaga kesehatan itu dia manfaatkan untuk memeras dan melecehkan salah seorang penumpang wanita pada Jumat, 18 September 2020 lalu. EFY pun harus membayarnya dengan mendekam di balik jeruji Polresta Bandara Soetta.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dijerat Pasal Berlapis
Tenaga medis yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada penumpang usai rapid test di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dijerat dengan pasal berlapis.
Kasat Reskrim Polres Bandara Soetta, Kompol Alexander Yurikho mengatakan, salah satunya dengan pasal pelecehan.
"Ya betul kami jerat tersangka dengan pasal berlapis, pelecehan, pemerasan dan penipuan," kata Alexander saat dikonfirmasi, Jumat (25/9/2020).
Dia merinci ketiga pasal tersebut yakni, Pasal 289 dan/atau Pasal 294 untuk dugaan pelecehan seksual, 368 KUHP untuk kasus pemerasan, dan/atau Pasal 378 KUHP terkait penipuan.
"Jadi tiga ya, Pasal 289 dan 294 ancaman di atas lima tahun penjara, 368 ancaman sembilan tahun, dan 378 ancaman empat tahun," jelas Alexander.
Advertisement