Liputan6.com, Jakarta - LHI harus menyimpan kekesalannya setelah mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari EFY, oknum tenaga medis di Bandara Soetta. Kala itu, Minggu 13 September 2020, dia yang akan terbang ke Nias harus menyetor uang Rp 1,4 juta kepada EFY untuk mengubah hasil rapid test dari reaktif menjadi nonreaktif.
"Saat itulah korban diberitahu kalau hasil rapidnya reaktif dan dibujuk, bila membayar nominal tertentu, hasil rapid bisa berubah. Akhirnya korban mentransfer Rp 1,4 juta ke rekening pelaku," ungkap Yusri saat jumpa pers di Polresta Bandara Soekarno Hatta, Senin (28/9/2020).
"Sebenarnya korban LHI ini awal rapid testnya sudah nonreaktif, namun oleh pelaku ini dibuat dua kali karena berdalih yang pertama reaktif dan bila membayar sejumlah uang atau ada transaksi, maka hasilnya bisa menjadi nonreaktif," imbuh Yusri Yunus.
Advertisement
Setelah itu, terjadi pelecehan seksual di area lorong berdekatan dengan rapid test. Barulah pada 18 September atau lima hari setelahnya, korban LHI berani bersuara atas apa yang menimpa dirinya di akun twitter miliknya.
Setelah cuitan tersebut, pada 18 September malam, tiga penyelidik Kapolresta Bandara Soetta menyusuri keberadaan korban, yang akhirnya didapati korban berada dan tinggal di Gianyar, Bali.
Penyelidik langsung meminta keterangan korban dan meminta bantuan saksi ahli yakni P2TP2A Gianjar Bali, untuk memastikan kejiwaan korban.
"P2TP2A Gianjar untuk memperkuat lagi lantaran korban mengaku trauma, dan benar hasil keterangan ahli menyatakan bila korban mengalami trauma dengan kejadian yang dia alami," tutur Yusri.
Lalu, selang sepekan kemudian atau tepatnya 25 September 2020, pelaku yang merupakan tenaga medis ditangkap di kosannya, di Balige, Toba Samosir, bersama dengan seorang perempuan dan anak kecil yang diakuinya sebagai anak.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Motif Pelaku
Kepolisian mengungkap motif kasus pelecehan dan pemerasan dan pelecehan terhadap seorang penumpang saat melakukan rapid test di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta (Bandara Soetta).
Polisi menyebut, tersangka EFY melakukan duagaan pelecehan lantaran pelaku tak dapat menahan hawa nafsu.
"Motif pelaku itu yang pertama karena dia nafsu," kata Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta Kompol Alexander Yurikho, Senin (28/9).
Selain itu, dia juga menginginkan uang tambahan dari hasil memeras korban yang melakukan rapid test sebagai salah satu persyaratan menggunakan pesawat terbang.
Diketahui, EFY meminta uang sebesar Rp 1,4 juta kepada korban dengan modus bisa mengubah hasil tes cepat yang semula reaktif menjadi non-reaktif. Setelah memeras, EFY diduga melakukan pelecehan seksual kepada korban yang sama.
"Yang bersangkutan menginginkan uang lebih," kata Kasat Reskrim Polres Kota Bandara Soetta Kompol Alexander, Minggu (27/9/2020).
Meski demikian, dia masih enggan menerangkan untuk apa uang yang diminta dari korban pelecehan dan pemerasan tersebut. Padahal diketahui, tersangka dibayar sekitar Rp 350 ribu lebih untuk sekali shift di Terminal 3 Bandara Soetta.
"Uangnya untuk apa, besok ya, kita akan rilis," ungkap Alexander.
Tenaga medis yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada penumpang usai rapid test di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dijerat dengan pasal berlapis. Salah satunya dengan pasal pelecehan.
"Ya betul kami jerat tersangka dengan pasal berlapis, pelecehan, pemerasan dan penipuan," kata Alexander.
Dia merinci ketiga pasal tersebut yakni, Pasal 289 dan/atau Pasal 294 untuk dugaan pelecehan seksual, 368 KUHP untuk kasus pemerasan, dan/atau Pasal 378 KUHP terkait penipuan.
"Jadi tiga ya, Pasal 289 dan 294 ancaman diatas lima tahun penjara, 368 ancaman sembilan tahun, dan 378 ancaman empat tahun," jelas Alexander.
Advertisement