Sukses

MA Kembali Sunat Hukuman Koruptor, Kali Ini 2 Terpidana Korupsi E-KTP

Mahkamah Agung (MA) kembali menyunat hukuman terpidana kasus korupsi.

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung (MA) kembali menyunat hukuman terpidana kasus korupsi. Kali ini, MA memotong hukuman 2 mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Sugiharto. Keduanya merupakan terpidana korupsi megaproyek e-KTP.

"Permohonan PK pemohon atau terpidana Sugiharto dikabulkan oleh MA dalam tingkat pemeriksaan Peninjauan Kembali (PK)," ujar Juru Bicara MA Jubi Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi, Selasa (29/9/2020).

Dalam amar putusannya, Majelis PK MA menjatuhkan hukuman 10 tahun pidana penjara terhadap Sugiharto yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP. MA menyunat hukuman Sugiharto 5 tahun dari putusan kasasi 15 tahun.

Sementara hukuman Irman yang merupakan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dipotong 3 tahun dari putusan kasasi 15 tahun menjadi 12 tahun.

Meski masa hukuman pidana penjara dikurangi, MA tetap menjatuhkan hukuman denda terhadap Irman dan Sugiharto yakni sebesar Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan. Selain itu, Irman dan Sugiharto juga tetap dijatuhi hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebagaimana putusan Kasasi.

Untuk Irman, MA menjatuhkan kewajiban membayar uang pengganti sebesar USD 500 ribu dan Rp 1 miliar dikurangi uang yang telah diserahkan Irman kepada KPK sebesar USD 300 ribu subsider 5 tahun pidana. Sementara Sugiharto diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD 450 ribu dan Rp 460 juta dikurangi uang yang telah disetorkan kepada KPK subsider 2 tahun penjara.

Berkurangnya hukuman Irman dan Sugiharto menambah panjang daftar terpidana korupsi yang hukumannya disunat MA melalui putusan PK. Sebelum Irman dan Sugiharto, berdasarkan catatan KPK, sepanjang 2019 hingga saat ini, terdapat 20 perkara korupsi yang ditangani lembaga antikorupsi yang hukumannya dikurangi melalui putusan PK MA.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Dikritik KPK

Fenomena tersebut mendapat kritikan dari Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. Menurut Nawawi Pomolango sejatinya MA dapat memberi argumen sekaligus jawaban di dalam putusan-putusan terkait peninjauan kembali (PK) yang diajukan para narapidana kasus korupsi.

"Seharusnya MA dapat memberi argumen sekaligus jawaban dalam putusan-putusannya. Khususnya putusan PK, yaitu legal reasoning 'pengurangan hukuman-hukuman dalam perkara-perkara a quo," ujar Nawawi kepada Liputan6.com, Selasa (29/9/2020).

Menurut Nawawi, hal tersebut semestinya dilakukan MA agar tidak menimbulkan kecurigaan publik dan tergerusnya rasa keadilan dalam pemberantasan korupsi.

Menurut Nawawi, maraknya penyunatan hukuman melalui upaya hukum PK setelah MA ditinggal Artidjo Alkotsar. Artidjo diketahui kini bertugas sebagai Dewan Pengawas KPK.

"Terlebih putusan-putusan PK yang mengurangi hukuman ini marak setelah gedung MA ditinggal sosok Artidjo Alkostar. Jangan sampai memunculkan anekdot hukum 'bukan soal hukumnya, tapi siapa hakimnya'," kata Nawawi.

  • Korupsi adalah penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

    Korupsi

  • ma