Sukses

Menolak Lupa, ICW Tagih KPK Tangkap Buronan Harun Masiku

ICW juga menyesali kinerja lembaga antirasuah di bawah komando Komjen Firli Bahuri yang seolah membiarkan Harun.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menagih janji Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menemukan dan menangkap buronan kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI Fraksi PDIP Harun Masiku. Sudah lebih dari 8 bulan Harun menjadi buronan KPK.

"Kita menolak lupa kepada KPK mengenai keberadaan Harun Masiku. Jangan sampai dalam konteks penindakan ini, KPK tidak juga mencari keberadaan Harun Masiku," ujar peneliti ICW Wana Alamsyah dalam diskusi daring, Selasa (29/9/2020).

ICW juga menyesali kinerja lembaga antirasuah di bawah komando Komjen Firli Bahuri yang seolah membiarkan Harun. Menurut ICW, KPK juga sudah tak lagi memberikan informasi terbaru terkait pengejaran Harun Masiku.

Menurut ICW, Harun diduga kuat mengetahui banyak soal perkara suap yang juga menjerat mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Maka dari itu, ICW mendesak agar KPK segera menemukan Harun.

"KPK dapat mencari Harun Masiku, karena dia diduga menjadi salah satu faktor yang memiliki informasi cukup penting," kata Wana.

Diketahui, Harun Masiku lolos dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar lembaga antirasuah pada awal Januari 2020. Saat itu, tim penindakan hanya berhasil menangkap dan menyeret eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelia, dan Saeful Bahri.

Wahyu dan Agustiani telah divonis dalam perkara tersebut. Wahyu divonis enam tahun penjara, sedangkan Agustiani Tio divonis empat tahun penjara.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bayar Denda

Selain itu, keduanya juga diwajibkan membayar denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan. Wahyu diyakini menerima suap sebesar Rp 600 juta dari Kader PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku.

Suap tersebut berkaitan dengan upaya agar caleg PDIP Harun Masiku terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Selain itu, Wahyu juga diyakini menerima gratifikasi sejumlah Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan. Uang itu diserahkan melalui perantara Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo.

Sementara vonis yang dijatuhkan terhadap Saeful Bahri hanya 1 tahun 8 bulan penjara denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.