Sukses

Dalam Pleidoinya, Terdakwa Sebut Ada Kejanggalan Kasus Dugaan Korupsi PT Jiwasraya

Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (29/9/2020) malam.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (29/9/2020) malam.

Dalam pleidoinya, Syahmirwan merasakan ada kejanggalam dalam proses hukum terhadap dirinya. Menurut Syahmirwan, sejak proses penyelidikam hingga penuntutan, terdapat banyak hal yang sengaja ditutup-tutupi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Jika kita cermati keseluruhan proses pemeriksaan perkara ini sejak awal dari mulai penyelidikan dan penyidikan di Kejaksaan Agung hingga pemeriksaan di Pengadilan Tipikor ini, kita tidak bisa ingkari bahwa banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan terutama terkait teknis pengungkapan fakta yang tampak sengaja ditutup-tutupi atau sengaja tidak diungkap untuk mencapai target tertentu," ujar Syahmirwan.

Bukan tanpa alasan dia menyatakan demikian Syahmirwan menyebut, salah satu kejanggalannya itu adalah tidak diperiksanya pemegang saham Asuransi Jiwasraya atau Kementerian BUMN yang dalam perkara ini bertindak sebagai pelapor.

Menurut dia, pada tahap penyelidikan dan penyidikan di Kejaksaan Agung, pemegang saham itu sama sekali tak dimintai keterangan. Padahal, keterangan pemegang saham tunggal di Asuransi Jiwasraya itu sangat penting untuk mengetahui peristiwa yang sebenarnya dalam perkara ini.

Salah satunya, sebut Syahmirwan, terkait adanya arahan Kementerian BUMN selaku pemegang saham kepada direksi Jiwasraya periode 2008-2018. Saat itu pemegang saham meminta agar Jiwasraya harus tetap berjalan kendati tengah dibelit problem insolvent neraca keuangan perseroan tercatat minus Rp 6,7 triliun.

Kondisi insolvent itu tampak pada awal 2008 atau ketika Hendrisman Rahim dan Hary Prasetyo ditunjuk sebagai direksi baru.

“Namun, tidak ada satu pun dari pihak pemegang saham (Kementerian BUMN) yang diperiksa dan dimintakan keterangan dalam perkara ini, dan hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada kesengajaan untuk mengabaikan dan menyembunyikan fakta tentang kebijakan pemerintah (pemegang saham) terkait kondisi insolvent PT AJS (Persero),” kata dia.

Menurut Syahmirwan, Kementerian BUMN juga seharusnya dimintai keterangan terkait Laporan Keuangan serta Laporan Tahunan PT Asuransi Jiwasraya pada 2017 dan 2018, serta terkait jumlah deviden yang sudah diterima pemerintah selaku pemegang saham.

Selain tak menghadirkan dari pihak Kementerian BUMN, kejanggalan yang disebut Syahmirwan lantaran tak diperiksanya dua direksi Asuransi Jiwasraya lainnya, yakni De Yong Adrian selaku Direktur Pemasaran dan Indra Cataria Situmeang selaku Direktur Teknik.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tak Periksa Dua Direksi Lain

Padahal, dua mantan direksi Asuransi Jiwasraya untuk periode 2008-2018 itu telah diperiksa penyidik Kejaksaan Agung. Hal itu tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagaimana terdapat dalam berkas perkara.

“Namun, penuntut umum tidak menghadirkan mereka sebagai saksi untuk diperiksa dalam perkara ini di Pengadilan Tipikor. Menurut hemat kami, ini sungguh aneh bin ajaib karena keberadaan mereka sebagai saksi di persidangan ini penting dan sangat diperlukan guna mengetahui apakah keputusan Direksi PT Jiwasraya sudah diambil secara collective collegial sesuai anggaran dasar PT Jiwasraya, apakah rapat komite Investasi benar-benar ada atau hanya formalitas, apakah benar mereka tidak mengetahui keberadaan Joko Hartono Tirto, Heru Hidayat, dan Benny Tjokro Saputro terkait investasi PT AJS (Pesero) sebagaimana didakwakan penuntut umum,” ucap Syahmirwan dalam pleidoi.

Dengan ketidakhadiran dua eks direksi itu, Syahmirwan dalam pleidoi menyebut adanya unsur kesengajaan yang dilakukan tim penuntut umum Kejagung untuk menutupi fakta yang ada. Dia pun berharap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjadikan pleidoinya ini sebagai bahan pertimbangan.

"Hal ini menimbulkan dugaan tentang adanya kepentingan penuntut umum untuk menyembunyikan fakta berkaitan dakwaannya, patut diduga bahwa dengan tidak menghadirkan kedua direktur tersebut maka ada fakta materill yang justru melemahkan dakwaan penuntut umum dapat disembunyikan. Sehingga dengan demikian kepentingan dan target pihak Kejaksaan bisa tercapai. Kami berharap agar atas nama apa pun kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan jika ingin menemukan keadilan dan kebenaran yang hakiki," kata Syahmirwan.