Liputan6.com, Jakarta - Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Asuransi Jiwasraya (PT AJS) Syahmirwan menyebut, manajemen Jiwasraya periode 2018-2023 merupakan pihak yang bertanggung jawab atas terpuruknya perusahaan asuaransi plat merah itu.
Hal itu disampaikan Syahmirwan dalam nota pembelaan atau pleidoi dirinya selaku terdakwa kasus dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya. Pleidoi tersebut dibacakan tim kuasa hukum Syahmirwan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (29/9/2020) malam.
Dalam pleidoi, Syahmirwan menyebut bahwa ketika Hendrisman Rahim menjabat selaku Direktur Utama, Hary Prasetyo menjabat Direktur Keuangan, dan dirinya menjabat Kepala Divisi Investasi & Keuangan dan selaku General Manager Keuangan dan Produksi, PT Jiwasraya memikul beban insolvensi dengan gap antara aset dan kewajiban perusahaan asuransi jiwa milik negara ini tercatat negatif Rp 6,7 triliun.
Advertisement
Kendati begitu, pengelolaan Investasi Saham dan Reksa Dana PT Asuransi Jiwasraya berjalan sangat baik dan tidak pernah mengalami gagal bayar pada periode 2008-2018.
“Sebagai penekanan saja bahwa yang namanya gagal bayar itu terjadi dan diumumkan kepada publik pada era Hexana dan kawan-kawan, Direksi PT AJS (Pesero) Periode 2018-2023, sehingga dengan demikian jika gagal bayar itu dipaksa-paksakan atau dikait-kaitkan dengan kesalahan dalam hal tata kelola PT AJS (Persero) maka logika hukum yang benar adalah bahwa yang harus dimintakan pertanggungjawaban hukum adalah Direksi PT. AJS (Persero) periode 2018-2023,” ujar Syahmirwan dalam pleidoinya.
Syahmirwan menyebut, selama dirinya menduduki jabatan di PT Asuransi Jiwasraya, perusahaan tersebut tak pernah menerima sanksi dari Departemen Keuangan, Bapepam-LK, maupun dari otoritas jasa keuangan (OJK).
“Jadi, yang sangat berperan dalam menciptakan terpuruknya kondisi keuangan PT. AJS pada era direksi Hexana cs,” kata Syahmirwan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
3 Kesalahan Besar Jiwasraya
Dalam pledooi itu, Syahmirwan menyebut ada tiga kesalahan terbesar Jiwasraya era Hexana cs terkait pengelolaan Investasi Saham maupun Investasi Reksa Dana PT Asuransi Jiwasraya.
"Pertama, penutupan Produk JS Saving Plan secara terburu-buru tanpa analisa yang mendalam tentang sumbangsih produk tersebut bagi keuangan PT AJS," kata dia.
Dia menyebut, langkah itu berakibat PT Asuransi Jiwasraya kehilangan pemasukan dari premi. Dampak lanjutnya, aktivitas investasi yang menurun bahkan berhenti.
“Padahal produk JS Saving Plan tersebut sangat berperan dalam hal pemasukan premi untuk kemudian diinvestasikan,” ucap Syahmirwan.
Kedua, lanjut Syahmirwan, direksi Jiwasraya 2018-2023 mengumumkan gagal bayar PT AJS secara terburu-buru tanpa pertimbangan yang mendalam. Dampak dari pengumuman itu sendiri yang berakibat nasabah ramai-ramai menarik dana investasinya.
“Hal ini merusak kepercayaan publik terhadap PT. AJS,” ucap Syahmirwan.
Nasib Jiwasraya semakin tidak menentu tatkala upaya penegakan hukum untuk penyelesaian perkara PT Asuransi Jiwasraya dipaksakan melalui Pengadilan Tipikor. Hal itu menjadi poin ketiga yang disebutkan Syhamirwan dalam pleidoi.
Keputusan ini berdampak pada kehilangan kepercayaan publik pada kegiatan usaha PT Asuransi Jiwasraya. Padahal, menurut Syahmirwan, masih ada alternatif penyelesaian lain yang seharusnya bisa digunakan tanpa mengenyampingkan semangat penegakan hukum.
“Jadi, penghentian produk JS Saving Plan, pengumuman gagal bayar dan penegakan hukum melalui peradilan tipikor itu ternyata begitu sexy. Dan menjadi super sensitif di mata masyarakat yang kemudian menjelma menjadi monster yang menggerogoti kondisi keuangan PT. AJS,” urainya.
Maka dari itu, Syahmirwan menyebut, pengumuman gagal bayar itu menjadi kesalahan tata kelola dari manajemen PT Jiwasraya 2018-2023. Padahal, ketika gagal bayar diumumkan, posisi aset PT Jiwasraya masih sangat besar sekitar Rp 3,2 triliun, sedangkan posisi gagal bayar ketika itu hanya sekitar Rp 802 miliar.
“Ini mengonfirmasikan Hexana dan kawan-kawan gagap dalam pengelolaan PT. AJS.” kata dia.
Advertisement
Skenario Pemegang Saham
Menurut Syahmirwan, masih dalam pleidoinya, menyebut direksi Jiwasraya 2018-2023 tidak paham karakter bisnis perasuransian yang sangat sensitif terhadap isu gagal bayar. Celakanya lagi, Hexana cs terjebak pada skenario yang dirancang oleh pemegang saham karena menurut Syahmirwan, yang melaporkan dugaan adanya korupsi dalam perkara ini adalah pemegang saham.
“Patut diduga, Hexana cs justru menjadi bagian dari skenario besar yang dimainkan bersama-sama pemegang saham berkolaborasi dengan Kejaksaan Agung RI dengan tujuan mengorbankan para terdakwa mantan pejabat PT AJS,” ucapnya.
Syahmirwan mengatakan, indikasi adanya skenario dalam perkaranya ini terlihat jelas pada kegiatan investasi tahun 2018 dan 2019 yang sama sekali hampir tidak bergerak.
Menurut Syahmirwan, pada 2018 dan 2019 tersebut, Hexana cs tengah sibuk mencari-cari kesalahan direksi sebelumnya dengan kemasan analisa dokumen sehingga akhirnya lupa tugas pokok PT Asuransi Jiwasraya.
Parahnya lagi, menurut Syahmirwan, produk andalan sumber investasi malah dihentikan. Padahal pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana butuh perhatian yang serius mengingat pergerakannya dari hari ke hari.
“Kami melihat, investigasi dan keseluruhan proses pemeriksaan perkara ini tampaknya dengan sangat sengaja disekat atau dibatasi dan atau dilokalisir oleh pihak-pihak yang berkepentingan, mulai dari Kejaksaan Agung, Pemegang Saham PT AJS, dan BPK,” kata dia.
“Buktinya, kasus ini dibatasi hanya pada periode 2008 hingga 2018 sehingga penyelesaian perkara ini tidak akan pernah tuntas dan hasilnya hanya berupa penyelesaian parsial karena masih menyisakan berbagai misteri,” dia menandasi.