Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya periode 2008 - 2018 Hary Prasetyo mengakui, untuk bisa menjalankan perusahaan selama 10 tahun, dirinya bersama mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim harus melakukan sejumlah rencana darurat atau contigency plan.
Hary menyampaikan hal tersebut saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (29/9/2020) malam. Hary sendiri kini berstatus terdakwa kasus dugaan korupsi di perusahaan asuransi plat merat itu.
“Kondisi, yang memaksa kami melakukannya (contigency plan). Suatu diskresi bagi direksi untuk bertindak atas sebuah kondisi keuangan Jiwasraya yang abnormal,” ujar Hary di Pengadilan Tipikor, Selasa (29/9/2020) malam.
Advertisement
Hary mengatakan, sebagai dampak dari pelaksanaan rencana cadangan tersebut, dirinya bersama Hendrisman yang juga berstatus terdakwa melakukan manipulasi laporan keuangan atau window dressing.
Manipulasi dilakukan dengan menampilkan laporan keuangan yang selalu sehat kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian BUMN. Dia pun memastikan segala tindakannya tersebut diketahui banyak pihak.
Tujuannya, agar manajemen Jiwasraya kala itu dapat melakukan reasuransi, serta menerbitkan produk berskema ponzi yakni JS Proteksi Plan yang akhirnya menjadikan Jiwasraya merugi seperti saat ini.
“Tentunya kondisi Jiwasraya yang sebenarnya diketahui oleh regulator, bahkan oleh BPK. Sangat tidak mudah menjaga laporan keuangan untuk tetap 'solvent' meski sempat dilakukan revaluasi aset pada 2013. Apakah hal tersebut dikatakan semu? Betul, tapi tidak ada pilihan lain,” ujar Hary menjelaskan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Diduga Terima Suap
Diketahui, Hary Prasetyo dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan terdakwa lainnya sehingga merugikan negara hingga Rp 16,8 triliun.
Hary diketahui menerima suap oleh terdakwa lainnya pada saat Jiwasraya menempatkan portofolio investasi perusahaan yang dananya diperoleh dari premi yang disetor pemegang polis.
Dari bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan, Hary terbukti menerima uang sebesar Rp 2,4 miliar, mobil Toyota Harrier senilai Rp 550 juta, hingga mobil Marcedes-Benz E Class senilai Rp 950 juta, serta tiket perjalanan bersama istri menonton konser Coldplay ke Melbourne (Australia).
Tak hanya itu, Hary juga menerima fasilitas pembayaran biaya jasa konsultan pajak dari Joko Hartono selaku pihak terafiliasi terdakwa Heru Hidayat sebesar Rp 46 juta. Dari bukti ini, Jaksa Penuntut Umum meminta majelis hakim menjatuhkan pidana seumur hidup dengan denda Rp 1 miliar.
“Menuntut supaya hakim pengadilan menyatakan terdakwa Hary Prasetyo secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan primer,” kata Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Rabu, 23 September 2020.
Advertisement