Sukses

Angka Rabies Tinggi, Balai Karantina Soetta Perketat Izin Hewan dari Luar Negeri

Angka kematian akibat rabies di Indonesia masih cukup tinggi yakni 100-156 kematian per tahun, dengan Case Fatality Rate (tingkat kematian) hampir 100 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Masih tingginya angka kematian akibat rabies di dunia membuat Kementerian Pertanian melalui Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (Soetta) melakukan pengawasan maksimum pada lalu lintas Hewan Pembawa Rabies (HPR) yang masuk dari luar negeri melalui wilayah kerjanya.

Salah satunya dengan menerapkan kebijakan uji laboratorium 100 persen titer antibodi rabies, dengan metode elisa terhadap sampel dari HPR yang dilalulintaskan dari luar negeri.

"Kami harus memperketat pengawasan lalu lintas HPR lintas negara. Karena saat ini sekitar dua pertiga negara di dunia masih tertular rabies. Setiap 9 menit, satu orang meninggal karena rabies dan 99 persen kasus rabies pada manusia diakibatkan karena gigitan anjing yang terinfeksi," kata Kepala Bidang Karantina Hewan, Karantina Pertanian Soekarno Hatta, Nuryani Zainuddin, dalam keterangan tertulis, Kamis (1/10/2020).

Menurut Nuryani, dari data pada sistem perkarantinaan, IQFAST menunjukkan tren peningkatan lalu lintas HPR dari luar negeri di wilayah kerjanya dari tahun ke tahun.

Di tahun 2018 tercatat 1.083 sertifikasi pemasukan HPR yang membawa 1.380 ekor anjing dan kucing masuk ke Indonesia. Kemudian ditahun 2019 meningkat menjadi 1.257 sertifikasi dengan jumlah anjing dan kucing sebanyak 1.865 ekor.

"Sementara di semester I tahun 2020 jumlah anjing dan kucing yang masuk melalui Bandara Soekarno-Hatta telah mencapai 989 ekor, cukup signifikan peningkatannya," tuturnya.

Angka kematian akibat rabies di Indonesia masih cukup tinggi yakni 100-156 kematian per tahun, dengan Case Fatality Rate (tingkat kematian) hampir 100 persen. Menurut Nuryani hal ini menggambarkan bahwa rabies masih jadi ancaman bagi kesehatan masyarakat.

"Secara statistik 98 persen penyakit rabies ditularkan melalui gigitan anjing, dan 2 persen penyakit tersebut ditularkan melalui kucing dan kera," jelasnya. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Pemalsuan Dokumen Vaksin

Lebih lanjut, dia menjelaskan alasan kebijakan pengujian terhadap 100 persen sampel yang dilakukannya. Karena masih ditemukan adanya upaya pemalsuan dokumen vaksin dan hasil lab dari negara asal.

Pejabat Karantina Soekarno Hatta juga kerap melakukan perbandingan hasil uji lab dari negara asal yang diketahui vaksin sudah tidak protektif lagi. Oleh karena itulah perlu dilakukan vaksinasi inaktif sebelum diberikan sertifikasi pelepasannya.

"Kami harus berhati-hati, karena tidak tahu hasil pengujian apakah berasal dari laboratorium yang terakreditasi di negara asal tersebut dan menghindari kadarluarsanya hasil lab uji," papar Nuryani.Â