Liputan6.com, Jakarta - Kuasa Hukum mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Rio Ramabaskara, punya istilah berbeda saat menyebutkan soal dikabulkannya upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) kliennya oleh Mahkamah Agung (MA).
Dalam keterangan resminya, Rio tak mau jika hukuman kliennya yang dikurangi Majelis Hakim PK dari 14 tahun menjadi 8 tahun disebut dengan kata disunat. Menurut dia, kata yang mestinya digunakan dalam pemotongan hukuman.
"Banyak media yang memberitakan bahwa klien kami memperoleh sunatan hukuman. Perlu kami sampaikan bahwa istilah yang tepat bukanlah menyunat, tetapi memotong hukuman," ujar Rio, Jumat (2/10/2020).
Advertisement
Sebab, menurut Rio, Majelis Hakim PK hanya mengembalikan hukuman Anas Urbaningrum pada putusan tingkat pertama. Diketahui, Pengadilan Tipikor pada 24 September 2014 menjatuhkan pidana 8 tahun penjara terhadap Anas.
Meski demikian, menurut Rio, vonis kliennya di tingkat kasasi dirasa lebih adil bagi Anas. Sebab, pada tingkat banding, Anas divonis 7 tahun penjara. Namun sial, saat mengajukan kasasi, hukuman Anas diperberat dua kali lipat menjadi 14 tahun.
Atas dasar putusan kasasi yang memperberat hukuman Anas dua kali lipat, maka tim kuasa hukum mengajukan upaya hukum PK. Dan kini dikabulkan MA.
"Atas putusan PK tersebut kami menilai masih lebih adil putusan tingkat kedua (7 tahun penjara) yang telah mengoreksi putusan tingkat pertama (8 tahun)," kata dia.
Menurut Rio, kata menyunat hukuman tak tepat disematkan dalam narasi pengurangan hukuman kliennya lantaran dalam vonis tingkat pertama dan kedua, hak politik Anas tidak dicabut. Menurut dia, hak politik Anas dicabut pada vonis tingkat kasasi.
"Di mana hak politik klien kami dicabut tanpa batasan waktu, sedangkan pada putusan PK hak politik klien kami dicabut dengan batasan waktu. Sehingga, tidak ada sunatan hukuman, melainkan hanya kembali pada putusan tingkat pertama yang ditambah dengan adanya pencabutan hak politik," ucap dia.
Terlepas dari keberatan Rio soal terminologi itu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango memastikan, pihaknya telah melaksanakan tugas dan pekerjaannya untuk mengadili Anas Urbaningrum atas kasus korupsinya hingga divonis 14 tahun penjara.
"Biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan PK tersebut," tulis Nawawi dalam pesan singkat, Kamis (1/10/2020).
Nawawi melanjutkan, KPK saat ini menanti salinan putusan PK Anas Urbaningrum dari MA. Dia berharap, salinan putusan segera diterima untuk bisa dipelajari.
"Ya diharapkan dari Mahkamah Agung sekarang ini hanyalah salinan putusan dari perkara itu ke KPK," jelas dia.
Menurut Nawawi, KPK saat ini harus menerima kenyataan bahwa hukuman terhadap Anas Urbaningrum telah dipotong MA. Sebab, menurut Nawawi, PK adalah upaya hukum luar biasa yang bisa dilakukan terpidana.
"PK adalah upaya hukum luar biasa, tak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan KPK," katanya menandasi.
Yang jelas, Anas tak sendirian mendapatkan pemotongan hukuman. Jauh sebelum Anas, puluhan terpidana kasus korupsi lainnya juga mendapatkan pemotongan hukuman yang bervariasi. Mereka yang mendapatkan pemotongan itu pun terdiri dari nama-nama beken, seperti pengacara OC Kaligis, mantan Ketua DPD Irman Gusman, mantan hakim MK Patrialis Akbar, hingga mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi.
Â
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terpidana Penerima Korting
Berikut nama-nama terpidana kasus korupsi yang hukumannya dikurangi atau dipotong majelis hakim di Mahkamah Agung:
01. Mantan Bupati Bengkulu Selatan, Dirwan Mahmud merupakan terpidana kasus suap pengerjaan proyek infrastruktur. Ia divonis enam tahun penjara. Setelah mengajukan PK, dikurangi pidananya menjadi 4,6 tahun.
02. Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangang adalah narapidana kasus suap proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang. Choel dihukum 3,6 tahun penjara kemudian di tingkat PK dipangkas menjadi tiga tahun.
03. Mantan Bupati Buton, Samsu Umar Abdul Samiun ialah terpidana kasus suap yang melibatkan mantan Ketua MK, Akil Mochtar. Ia kini hanya menjalani vonis tiga tahun dari sebelumnya 3 tahun 9 bulan penjara.
04. Billy Sindoro merupakan Direktur Operasional Lippo yang menjadi terpidana suap perizinan proyek Meikarta. Ia divonis 3,5 tahun kemudian dikurangi menjadi dua tahun.
05. Hadi Setiawan adalah pengusaha yang membantu pengusaha Tamin Sukardi dalam menyuap hakim ad hoc PN Tipikor Medan. Ia dihukum empat tahun namun dikurangi menjadi tiga tahun.
06. Mantan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi adalah terpidana kasus suap izin Amdal di kawasan industri Cilegon. Ia dijatuhi pidana enam tahun penjara tapi dipangkas menjadi empat tahun.
07. Pengacara OC Kaligis ialah narapidana suap kepada majelis hakim dan panitera PTUN Medan. Ia dijatuhi pidana 10 tahun tapi kini menjadi tujuh tahun penjara.
08. Mantan Ketua DPD, Irman Gusman, merupakan terpidana kasus korupsi impor gula. Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ia dihukum 4,5 tahun. Setelah mengajukan PK, hukumannya dikurangi menjadi tiga tahun.
09. Panitera PN Medan, Helpandi, terlibat dalam penyuapan hakim ad hoc PN Tipikor Medan. Majelis hakim PK sepakat mengurangi hukumannya dari tujuh tahun menjadi enam tahun.
10. Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, merupakan terpidana kasus suap pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (RTRKSP) Jakarta. Ia divonis 10 tahun di tingkat kasasi tapi dikurangi menjadi tujuh tahun di tingkat PK.
11. Tarmizi adalah panitera pengganti PN Jakarta Selatan. Ia menjadi terpidana kasus korupsi penanganan perkara perdata. Ia divonis empat tahun namun dipangkas oleh hakim PK menjadi tiga tahun.
12. Patrialis Akbar adalah mantan Hakim Mahkamah Konstitusi yang terbelit kasus suap impor daging sapi. Ia diputus bersalah dan dihukum delapan tahun penjara dan dipotong menjadi tujuh tahun.
13. Mantan Direktur Utama PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi terjerat kasus suap penanganan perkara di PN Medan. Ia diputus enam tahun penjara tapi kemudian dipangkas menjadi lima tahun.
Advertisement
Asrun dan Anas
14. Mantan Bupati Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip, adalah terpidana suap revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo. Semula putusannya 4,6 tahun tapi dikurangi menjadi dua tahun.
15. Mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina, Suroso Atmomartoyo. Pidana uang pengganti dihapus, tapi pidana penjara tetap.
16. Mantan Panitera Pengganti PN Bengkulu, Badaruddin Bachsin, terjerat kasus suap penanganan perkara di PN Kepahiang. Di tahap kasasi, ia divonis delapan tahun. Pada tahap PK, menjadi lima tahun.
17. Mantan Wali Kota Kendari, Adriatma Dwi Putra, merupakan terpidana kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemkot Kendari. Ia divonis 5,5 tahun namun dipangkas menjadi empat tahun.
18. Mantan Cagub Sulawesi Tenggara, Asrun, adalah ayah dari Adriatma Dwi Putra yang sama-sama terlibat kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemkot Kendari. Pidana penjaranya dikurangi menjadi empat tahun di tahap PK. Sebelumnya dihukum 5,5 tahun.
19. Mantan Panitera Pengganti PN Jakarta Utara, Rohadi, adalah narapidana kasus penerimaan suap dan gratifikasi. Semula ia divonis tujuh tahun penjara tapi kemudian dipangkas menjadi lima tahun.
20. Mantan anggota Komisi V DPR, Musa Zainuddin, ialah narapidana suap infrastruktur yang divonis sembilan tahun penjara tapi dipotong menjadi enam tahun.
21. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, merupakan terpidana kasus suap Hambalang yang dihukum selama 14 tahun dalam persidangan kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar. Tapi pada akhir September lalu, hakim MA memangkas pidana Anas menjadi delapan tahun penjara.
22. Mahkamah Agung memotong hukuman dua terpidana kasus korupsi KTP elektronik, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman menjadi 12 tahun, dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto menjadi 10 tahun.