Sukses

YLBHI Minta Presiden dan Kapolri Hormati Aksi Buruh Tolak RUU Cipta Kerja

Buruh rencananya akan menggelar aksi di depan Gedung DPR RI dan lokasi lainnya sebagai bentuk penolakan UU Cipta Kerja.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mendesak Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan Kapolri Idham Azis untuk menghormati aksi yang digelar buruh terkait penolakan RUU Cipta Kerja.

"Meminta Presiden dan Kapolri untuk menghormati UUD 1945 dan amandemennya serta UU 9/1998 yang menjamin hak setiap orang untuk menyampaikan aspirasinya termasuk pendapat di muka umum," ujar Asfinawati dalam keterangannya, Selasa (6/10/2020).

Buruh rencananya akan menggelar aksi di depan Gedung DPR RI dan lokasi lainnya sebagai bentuk penolakan RUU Cipta Kerja. Aksi rencananya akan digelar selama tiga hari hingga 8 Oktober 2020.

Asfinawati meminta kepada Jokowi agar tak menggangu netralitas Kapolri dan jajarannya dalam mengamankan aksi buruh. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 13 UU 9 Tahun 1998 yang berbunyi 'Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum'.

"Mendesak Presiden sebagai pimpinan langsung Kapolri untuk tidak mengganggu netralitas serta indenpendensi yang seharusnya diterapkan Polri," kata Asfinawati.

Atas dasar tersebut, Asfinawawi mengingatkan kepada Kapolri dan jajarannya untuk bekerja sesuai dengan amanat UUD 1945. Menurut Asfinawati, Kepolisian Negara Republik Indonesia bukanlah alat pemerintah.

"Mengingatkan Kapolri bahwa dalam UUD 1945 dan amandemennya, Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara, dan bukan alat Pemerintah. Selain itu Kepolisian dalam tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum," kata dia soal RUU Cipta Kerja.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Aksi Mogok

Serikat Pekerja sepakat untuk melakukan aksi mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja.

Rencana tersebut kabarnya dilakukan selama tiga hari berturut-turut, yakni mulai 6 hingga 8 Oktober 2020, saat sidang paripurna berlangsung.