Sukses

Pemerintah Diminta Tindak Tegas Pelaku Aksi Kekerasan Saat Demo UU Cipta Kerja

Aksi perusakan seperti pembakaran halte busway di Jakarta, perusakan kendaraan polisi menunjukkan para pelaku mempunyai tujuan lain.

Liputan6.com, Jakarta Aksi unjuk rasa yang dilakukan dengan brutal di sejumlah kota di Indonesia pada 8 Oktober 2020 terkait penolakan UU Cipta Kerja menjadi catatan buruk dalam demokrasi Indonesia. Adanya kelompok penyusup yang mencederai aksi buruh dan mahasiswa tersebut berujung pada rusaknya fasilitas umum dan bentrokan fisik antara peserta unjuk rasa dengan aparat keamanan.

Analis intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menyebutkan bahwa unjuk rasa yang dilakukan oleh buruh dan mahasiswa memang murni untuk tuntutan terhadap UU Cipta Kerja, namun adanya penyusup yang melakukan tindakan kekerasan dan brutal membuat aksi unjuk rasa menjadi tidak simpatik dan justru merugikan masyarakat.

"Tidak ada masalah dengan demo yang dilakukan mahasiswa dan buruh di berbagai kota di Indonesia, hal tersebut dijamin konstitusi. Namun, adanya penyusup yang memprovokasi dan melakukan perusakan fasilitas umum serta perlawanan terhadap aparat membuat situasi menjadi ricuh," ujar Stanislaus kepada media.

Diungkap oleh Stanislaus bahwa aksi perusakan seperti pembakaran halte busway di Jakarta, perusakan kendaraan polisi menunjukkan para pelaku mempunyai tujuan lain, bukan menuntuk UU Cipta Kerja. Hal tersebut membuat kerugian yang cukup besar terutama terhadap masyarakat yang sehari-hari menggunakan fasilitas umum.

"Pemerintah dalam hal ini aparat keamanan harus bertindak tegas dan melakukan proses hukum terhadap pelaku perusakan dan kekerasan dalam unjuk rasa menolah UU Cipta Kerja tersebut. Jangan biarkan negara ini menjadi arena bagi kelompok-kelompok yang menunggangi isu populis demi kepentingannya", tegas Stanislaus.

Selain itu Stanislaus juga memberikan apresiasi kepada masyarakat Yogyakarta, yang pada Kamis malam (8/10/2020) langsung melakukan gotong royong membersihkan dan memperbaiki Malioboro setelah dirusak oleh massa pelaku unjuk rasa.

"Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Yogyakarta tidak mendukung aksi kekerasan dalam unjuk rasa tersebut. Masyarakat Jogja dengan budayanya yang luhur pasti menolak cara-cara tersebut, dan mereka melawannya dengan cara yang beradab dengan gotong royong", pungkas Stanis.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tetap Kawal UU

Dikonfirmasi secara terpisah terkait aksi kekerasan dalam aksi yang terjadi di Yogyakarta pada 8 Oktober 2020, maka ketua BEM KM "Veteran" Dimas Faadhilah Hakim dan Ketua PC PMII Sleman Sidik Nur Toha mengaku tetap berkomitmen mengawal isu UU Cipta Kerja sampai tuntas, namun dengan gerakan yang humanis dan tidak anarkis.

"Kami dari BEM KM UPN "Veteran" Yogyakarta menyatakan bahwa kelompok mahasiswa taat pada konstitusi dan menghargai peraturan yang berlaku. Kemudian akan menempuh langkah-langkah konstitusi sebagai bentuk tanggungjawab akademik insan terpelajar, dan mengecam tindakan anarkis yang dilakukan oleh siapapun juga dalam unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja terutama yang terjadi di Yogyakarta 8 Oktober 2020," ujar Dimas.

"Kemudian point pernyataan sikap dari Dimas sebagai perwakilan mahasiswa, yang ke 4. Kita meminta kepada penegak hukum untuk dilakukan penindakan tegas terhadap siapapun juga yang melanggar peraturan terutama yang telah berbuat anarkis mencederai perjuangan mahasiswa. 5. Mengecam aksi-aksi yang melenceng dari isu penolakan terhadap UU Cipta Kerja, termasuk isu turunkan presiden 6. Mengimbau semua komponen untuk menahan diri dan bersatu padu untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dialami negara secara demokratis dan berorientasi pada keselamatan rakyat," tandas Ketua PC PMII Sleman Sidik Nur Toha.