Sukses

KSPI: Masalah UU Cipta Kerja Selesai Jika Naskah Final Dipublikasikan

Hingga kini, draf asli UU Cipta Kerja yang disahkan DPR melalui sidang paripurna pada Senin 5 Oktober lalu belum diterbitkan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono mengatakan, polemik Undang-Undang (UU) Cipta Kerja masih akan berlanjut sebelum draf final dipublikasikan. Pasalnya, hingga kini draf asli RUU yang disahkan DPR itu belum diterbitkan.

"Masalah ini akan selesai kalau kemudian draf final itu, yang dibilang itu dipublikasikan," kata Kahar dalam sebuah diskusi virtual, Sabtu (10/10/2020).

Menurut dia, penjelasan yang disampaikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait substansi UU Cipta Kerja belum membuat para buruh tenang. Kahar mengatakan saat ini para buruh masih merujuk kepada draf RUU Cipta Kerja hasil rapat panitia kerja (Panja) DPR dan pemerintah.

"Karena memang acuan kami adalah hasil pembahasan di panja, draf-draf yang kami dapatkan termaksud draf awalnya," ujarnya.

Salah satu yang dianggap hoaks dalam UU Cipta Kerja dan dibantah Jokowi yakni, aturan cuti. Jokowi menegaskan bahwa hak cuti masih ada dan tetap dijamin.

Kahar mengakui bahwa UU Cipta Kerja memang masih mengatur soal hak cuti. Hanya saja, dia menyebut, dalam aturan itu terdapat persyaratan yang dapat mereduksi hak para buruh.

"Itu memang masih ada di UU existing-nya. Tapi persoalan mendasarnya adalah, misalnya upah cuti panjang," tutur Kahar.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Klaim Jokowi Terkait UU Cipta Kerja

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengklaim Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dapat memperbaiki kehidupan para pekerja di Indonesia. Terlebih, saat ini banyak pekerja yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19).

Dia menyebut sejatinya UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR membuat izin berusaha menjadi lebih mudah. UU ini juga bertujuan agar terbukanya lapangan pekerjaan untuk masyarakat Indonesia.

Apalagi, di masa pandemi dimana terdapat 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja yang terdampak Covid-19. Namun, kata Jokowi, terdapat disinformasi dan hoaks terkait isi dari UU tersebut.

Misalnya, mengenai penghapusan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan Upah Minumum Sektoral Provinsi. Jokowi menegaskan bahwa Upah Minimum Regional tetap ada.

Informasi hoaks lainnya, kata Jokowi, yakni soal UU perubahan upah minimum menjadi per jam. Padahal, dia menyebut sistem pengupahan masih merujuk ke aturan yang lama.

Selanjutnya, Jokowi membantah isu perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak. Dia juga memastikan bahwa jaminan sosial pekerja tetap ada.