Sukses

Top 3 News: Kisah Mata Elang dan Mimpinya Jadi Advokat Hebat

Top 3 News hari ini mengenal sosok Stefan, pemuda asal NTT yang sudah dua tahun belakangan menjalani profesi matel atau mata elang.

Liputan6.com, Jakarta - Top 3 News hari ini mengungkap profesi seorang debt collector atau yang kerap dijuluki mata elang atau matel. Julukan tersebut diberikan lantaran penglihatan mereka dinilai bak burung elang karena mampu memantau mangsa dari kejauhan. Mereka adalah pemilik motor yang menunggak pembayaran. 

Profesi mata elang telah ditekuni seorang pemuda asal NTT bernama Stefan (bukan nama sebenarnya) agar bisa bertahan hidup di Ibu Kota.

Dengan pendapatan matel yang cukup besar, Stefan mengaku dirinya bisa membantu keluarganya bahkan membiayai kuliahnya di Fakultas Hukum salah satu universitas di Jakarta. Stefan ingin menggapai mimpinya menjadi seorang advokat atau pengacara hebat. 

Berita lainnya yang tak kalah disorot pembaca Liputan6.com terkait pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas gelombang penolakan disahkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. 

Ada sejumlah alasan mengapa UU Cipta Kerja tersebut disahkan. Salah satu alasannya untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Jokowi pun membantah atas sejumlah disinformasi mengenai RUU Cipta Kerja.

Salah satunya terkait isu penghapusan upah minumum. Dengan tegas Jokowi menyatakan bahwa Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada.

Jika masih banyak masyarakat yang belum puas akan isi yang tercantum dalam UU Cipta Kerja, Jokowi mempersilakan masyarakat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com, sepanjang Sabtu, 9 Oktober 2020

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 4 halaman

1. Cerita Mata Elang, Debt Collector Penarik Sepeda Motor di Tengah Pandemi

Stefen (bukan nama sebenarnya), sudah dua tahun belakangan ini menjalani profesi matel atau mata elang.

Stefen dari kampung di sebuah wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), kemudian bergabung dengan sebuah perusahaan yang mengelola kelompoknya. Niat awal pemuda ini hanya untuk bertahan hidup.

Bukan tanpa alasan Stefen berada di Ibu Kota. Pemuda 21 tahun itu merupakan seorang mahasiswa fakultas hukum. Mimpinya menjadi advokat hebat demi mengubah hidupnya.

Langkah ini dia tiru dari banyak seniornya yang sempat menjalani profesi serupa sebagai mata elang mencari mangsa sepeda motor sebelum akhirnya menjadi seorang pengacara.

 

Selengkapnya...

3 dari 4 halaman

2. 6 Pernyataan Jokowi di Tengah Gelombang Penolakan RUU Cipta Kerja

Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat suara terkait banyaknya gelombang penolakan dari masyarakat atas disahkannya Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) oleh DPR, Senin, 5 Oktober lalu lewat rapat paripurna.

Jokowi menjelaskan kenapa RUU tersebut disahkan. Salah satu alasannya untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dia bahkan menyebut, aksi demo yang digelar para buruh dan mahasiswa lantaran adanya disinformasi terkait substansi dari UU Cipta Kerja. Salah satunya, mengenai penghapusan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan Upah Minimum Sektoral Provinsi.

"Hal ini tidak benar karena faktanya Upah Minimum Regional tetap ada," jelas Jokowi.

Dia pun membantah soal berita yang mengatakan semua cuti akan dihapusakan. Jokowi menekankan, bahwa hak cuti bagi para buruh tetap ada dan dijamin.

 

Selengkapnya...

4 dari 4 halaman

3. HEADLINE: Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja Berakhir Chaos, Ada Dalang Penggerak Kerusuhan?

Halte bus Transjakarta di Bundaran HI, Jakarta Pusat sudah tidak berbentuk lagi. Tempat perhentian bus itu kini hanya tersisa kerangka dan tiang-tiang penyangga.

Tempat loket terlihat sedikit ringsek dan menghitam sebagai tanda bekas dilalap si jago merah. Atap halte sudah melompong kendati sebagiannya masih ada, namun dalam kondisi rusak parah. Fasilitas umum ini menjadi korban keberingasan aksi massa pada Kamis malam, 8 Oktober 2020. 

Menurut Pengamat intelijen dan keamanan, Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta, keberingasan para demonstran akibat pengaruh hoaks UU Cipta Kerja yang tersebar secara massif. 

Dia mengamati, dalam beberapa hari terakhir, banyak hoaks yang beredar tentang UU Cipta Kerja. Isu tersebut dianggap tidak menggambarkan isi utuh dari undang-undang tersebut.

"Beberapa konteks mereka keluhkan ada benar, tetapi semakin marak hoaks tersebut, dan tidak dicounter kuat oleh pemerintah atau DPR. Ini yang membuat mereka terpicu unjuk rasa," kata dia.

Stanislaus meyakini demo rusuh massa yang terjadi di sejumlah daerah didasari faktor yang sudah terakumulasi. Selain faktor hoaks, juga ada juga orang populis yang mendorong gerakan ini karena punya kepentingan supaya kelihatan membela.

 

Selengkapnya...