Sukses

Periksa Sekda Bogor, KPK Telisik Proses Hibah Tanah Kasus Rachmat Yasin

Burhanudin yang diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor 2009-2014 terkait dugaan adanya hibah tanah yang diterima Rachmat Yasin.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor Burhanudin. Dia diperiksa dalam kasus dugaan pemotongan uang dan gratifikasi yang menjerat mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin.

Burhanudin yang diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor 2009-2014 ini ditelisik dugaan adanya hibah tanah yang diterima Rachmat Yasin.

Selain Burhanudin, penyidik menelisik proses hibah tanah terhadap pengelola pesantren bernama Lesmana.

"Lesmana dan Burhanudin dikonfirmasi oleh penyidik mengenai adanya dugaan proses hibah tanah untuk tersangka RY (Rachmat Yasin)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (12/10/2020).

Sementara terhadap Sekretaris Dinas Pendapatan Daerah Estantoni Kasno dan Kasubag Keuangan BPBD Kabupaten Bogor Syarif Hidayat, penyidik menelisik dugaan pemotongan dana untuk diberikan kepada Rachmat Yasin.

"Estantoni Kasno dan Syarif Hidayat dikonfirmasi oleh penyidik terkait dengan adanya dugaan pemotongan dana yang kemudian dikumpulkan untuk diberikan kepada RY," kata Ali.

KPK menetapkan Rachmat Yasin, Bupati Bogor periode 2009-2014 dalam dua kasus, yakni dugaan pemotongan uang dan gratifikasi. Rachmat Yasin dijerat dengan kasus dugaan "memalak" dan "menyunat" para satuan perangkat kerja daerah (SKPD) selama menjabat Bupati Bogor.

Rachmat Yasin diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa SKPD Rp 8.931.326.223. Setiap SKPD diduga memiliki sumber dana yang berbeda untuk memberikan dana kepada Rachmat Yasin.

Uang tersebut diduga digunakan Rachmat Yasin untuk biaya operasional dan kebutuhan kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.

Rachmat Yasin juga diduga KPK menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dan Toyota Velflre senilai Rp 825 juta.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sengaja Minta

Untuk penerimaan gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare, Rachmat Yasin sengaja meminta kepada anak buahnya untuk memeriksa satu bidang tanah seluas 350 hektare. Pemilik tanah tersebut hendak membangun pesantren di tanah tersebut.

Pada 2010 seorang pemilik tanah seluas 350 hektare yang terletak di Desa Singasan dan Desa Cibodas, Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor ingin mendirikan Pondok Pesantren dan Kota Santri. Untuk itu pemilik tanah berencana akan menghibahkan tanahnya seluas 100 hektare agar pembangunan pesantren terealisasi.

Pemilik tanah tersebut kemudian menyampaikan maksudnya untuk mendirikan pesantren pada Rachmat Yasin melalui stafnya. Rachmat Yasin menjelaskan agar dilakukan pengecekan mengenai status tanah dan kelengkapan surat-surat tanahnya.

Pada pertengahan 2011, Rachmat Yasin melakukan kunjungan lapangan di sekitar daerah pembangunan Pondok Pesantren tersebut. Melalui perwakilannya, Rachmat menyampaikan ketertarikannya terhadap tanah tersebut. Rachmat juga meminta bagian agar tanah tersebut juga dihibahkan untuknya.

Pemilik tanah kemudian menghibahkan atau memberikan tanah seluas 20 Ha tersebut sesuai permintaan Rachmat Yasin. Diduga Rachmat mendapatkan gratifikasi agar memperlancar perizinan lokasi pendirian Pondok Pesantren dan Kota Santri.

Rachmat Yasin sendiri diketahui baru bebas pada 8 Mei 2019. Dia sebelumnya dijerat dalam kasus suap rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor Tahun 2014 atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 Hektare.

Rachmat Yasin divonis 5 tahun 6 bulan penjara. Dalam perkara yang diawali operasi tangkap tangan (OTT) pada 7 Mei 2014, KPK juga memproses FX Yohan Yap (swasta), M Zairin (KepaIa Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor) dan Kwee Cahyadi Kumala, Komisaris Utama PT. Jonggol Asri dan Presiden Direktur PT Sentul City.