Sukses

Brigjen Prasetijo Coret Nama Kabareskrim Demi Surat Jalan Djoko Tjandra

Jaksa penuntut umum membeberkan cara Djoko Soegiarto Tjandra menerima surat jalan palsu demi masuk ke Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Jaksa penuntut umum membeberkan cara Djoko Tjandra menerima surat jalan palsu demi masuk ke Indonesia. Hal ini untuk keperluan pengajuan upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali ke Mahkamah Agung (MA).

Dalam dakwaan yang dibacakan secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, terungkap Djoko Tjandra membuat surat jalan palsu bekerjasama dengan Brigjen Prasetijo Utomo dan Anita Kolopaking.

Dalam membuat surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo mengesampingkan nama Kabareskrim Komjen Listyo Sigit. Sejatinya, surat jalan ditandatangi oleh Komjen Listyo, namun atas perintah Brigjen Prasetijo, nama Komjen Listyo dicoret.

Awalnya, Brigjen Prasetijo memerintahkan Dody Jaya selaku Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri untuk membuat surat jalan Djoko Tjandra ke Pontianak, Kalimantan Barat dengan keperluan bisnis tambang.

"Namun di dalam surat jalan tersebut saksi Brigjen Prasetijo Utomo memerintahkan saksi Dody Jaya agar mencantumkan keperluan tersebut diganti menjadi monitoring pandemi di Pontianak dan wilayah sekitarnya," ujar jaksa dalam dakwaannya, Selasa (13/10/2020).

Setelah surat jalan dibuat dan diterima oleh Brigjen Prasetijo, dia pun menyuruh Dody Jaya untuk merevisi surat jalan tersebut. Awalnya surat itu menggunakan kop surat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Badan Reserse Kriminal menjadi Badan Reserse Kriminal Polri Biro Korwas PPNS.

"Untuk pejabat yang menandatangani sebelumnya tertulis Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dicoret dan diganti menjadi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS termasuk nama Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo dicoret dan diganti menjadi nama saksi Brigjen Prasetijo Utomo dan pada bagian tembusan dicoret atau tidak perlu dicantumkan tembusan," kata jaksa.

Jaksa mengatakan perubahan surat jalan itu tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2017 tentang Naskah Dinas dan Data Persuratan Dinas di Lingkungan Polri. Namun Brigjen Prasetijo disebut jaksa tetap memerintahkan anak buahnya untuk merevisi surat jalan itu.

"Brigjen Prasetijo Utomo perintahkan dengan mengatakan, 'sudah buat saja karena Biro Korwas itu saya yang memimpin'," kata jaksa.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Bantu Surat Pemeriksaan Covid-19

Selain mengurus surat jalan, Brigjen Prasetijo juga turut membantu mengurus surat keterangan pemeriksaan Covid-19 untuk masuk ke Indonesia. Djoko Tjandra, saat itu berada di Malaysia.

Rencananya, Djoko hendak masuk ke Indonesia melalui Bandara Supadio, Pontianak, kemudian menuju Jakarta menggunakan pesawat sewaan. Meski Djoko Tjandra sudah mengantongi surat jalan tapi dibutuhkan surat lain karena dalam masa pandemi Covid-19.

"Bahwa guna melengkapi surat jalan tersebut dan dengan adanya pandemi Covid-19, diperlukan Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19. Maka saksi Brigjen Prasetijo Utomo memerintahkan saksi Sri Rejeki Ivana Yuliawati melalui saksi Etty Wachyuni untuk membuat Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19 yang ditandatangani dr Hambek Tanuhita," kata jaksa.

Surat keterangan itu, ungkap Jaksa, dibuat untuk empat orang, di antaranya untuk Brigjen Prasetijo, Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dan seorang polisi bernama Jhony Andrijanto. Surat-surat tersebut rencananya digunakan untuk menjemput Djoko Tjandra di Bandara Supadio.

Kemudian, Anita, Prasetijo dan Jhony bertemu di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta untuk menjemput ke Pontianak. Tetapi ternyata diperlukan surat rekomendasi kesehatan juga, sehingga Brigjen Prasetijo kembali memerintahkan anak buahnya membuatkan surat yang diperlukan.

Jaksa mengatakan Djoko Tjandra dan ketiganya tidak pernah menjalani pemeriksaan kesehatan apa pun.

"Bahwa surat keterangan pemeriksaan Covid-19 dan juga surat rekomendasi kesehatan baik atas nama saksi Anita Dewi A Kolopaking ataupun atas nama terdakwa Joko Soegiarto Tjandra yang ditandatangani oleh dr Hambek Tanuhita juga merupakan surat keterangan yang tidak benar karena substansi surat tersebut bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya," kata jaksa.