Liputan6.com, Jakarta - Kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau LGBT ditemukan di lingkungan TNI. Hal ini diungkapkan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Mayjen TNI Purnawirawan Burhan Dahlan.
Menurut Burhan, dirinya mengetahui adanya dugaan LGBT di tubuh TNI saat diajak berdiskusi di Markas Besar TNI Angkatan Darat beberapa hari lalu.
"Mereka menyampaikan kepada saya, sudah ada kelompok-kelompok baru. Kelompok Persatuan LGBT TNI-Polri, pimpinannya Sersan, anggotanya ada yang Letkol, ini unik, tapi memang kenyataan," kata Burhan dalam acara 'Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial pada 4 Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia' secara virtual dalam akun Youtube Mahkamah Agung pada Senin, 12 Oktober 2020.
Advertisement
Kabidpenum Puspen TNI Kolonel Sus Aidil pun angkat bicara. Dia menegaskan, TNI telah menerapkan sanksi yang tegas terhadap para prajurit yang terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan, seperti LGBT.
Belakangan terungkap, Pengadilan Militer II-10 Semarang memecat Praka PW sebagai prajurit TNI Angkatan Darat (AD) lantaran terbukti melakukan hubungan sesama jenis atau homoseksual.
Berikut deretan fakta ditemukannya dugaan kasus LGBT di tubuh TNI dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Temukan 20 Berkas Peradilan Militer
Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Mayjen TNI (Purn) Burhan Dahlan mengungkapkan, ada 20 berkas perkara prajurit TNI yang LGBT dilaporkan kepada dirinya dan divonis bebas.
"20 berkas itu ada yang melibatkan dokter, tentunya pangkatnya perwira menengah, Letnan Kolonel dokter. Ada yang melibatkan baru lulusan Akademi Militer, berarti Letnan Dua atau Letnan Satu dan banyak lagi, yang terendah adalah Prajurit Dua (Prada) itu adalah korban LGBT. Jadi di lembaga-pendidikan, pelatihnya ternyata punya perilaku yang menyimpang dimanfaatkanlahlah di kamar-kamar siswa itu untuk melakukan LGBT kepada anak didiknya itu," papar Burhan.
"Hitung-hitung ada 20 berkas LGBT ini, ada yang dari Makassar, Bali, Medan, Jakarta, saya enggak tahu lagi darimananya. Makassar banyak, Bali ada, Medan banyak, Jakarta banyak sekali dan diputuslah bebas oleh Pengadilan Militer itu. Ini sumber kemarahan Bapak pimpinan Angkatan Darat, 'saya limpahkan ke Pengadilan Militer supaya dipecat, dihukum, supaya yang lain tidak ikut malah dibebaskan, apa semuanya mau jadi LGBT tentara Angkatan Darat Pak Burhan?' marah bapak kita di sana. Dalam hati saya tenang pak, enggak usah marah, masih ada kasasi," sambungnya.
Menurut Burhan, wajar saja jika mereka dibebaskan dari hukuman tersebut. Karena belum ada pasal yang mengatur terkait dengan kasus hubungan sesama jenis. Dalam putusan ini hakim menggunakan Pasal 292 KUHP.
"Saya jelaskan wajar dibebaskan, kenapa. Karena yang diancamkan KUHP, KUHP ini belum mengatur yang demikian pak. KUHP ini belum mengatur orang dewasa melakukan perbuatan cabul sesama orang dewasa, yang dilarang itu dengan anak di bawah umur, itu baru bisa dihukum, itu dalam Pasal 292 KUHP. Kalau seandainya dewasa dengan dewasa, letnan dengan sersan, sersan dengan praja prajurit, itu sudah dewasa-dewasa tidak bisa dikenakan Pasal 292 pak," ungkap dia.
"Jadi harus Pasal berapa," kata Burhan menirukan pimpinan AD.
"Ya nanti saya cari pak," jawabnya.
Advertisement
TNI Terapkan Sanksi Tegas
Kabidpenum Puspen TNI Kolonel Sus Aidil mengatakan, TNI telah menerapkan sanksi yang tegas terhadap para prajurit yang terbukti melakukan pelanggaran hukum seperti Lesbi, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT).
"Terkait pernyataan Ketua Kamar Militer MA Mayjen TNI (Purn) Burhan Dahlan mengenai Kelompok LGBT di tubuh TNI perlu disampaikan, TNI menerapkan sanksi tegas terhadap oknum Prajurit TNI yang terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan termasuk di antaranya LGBT," kata Aidil dalam keterangannya, Kamis (15/10/2020).
Terkait pernyataan Ketua Kamar Militer MA Mayjen TNI (Purn) Burhan Dahlan mengenai Kelompok LGBT di tubuh TNI perlu disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. TNI menerapkan sanksi tegas terhadap oknum Prajurit TNI yang terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan termasuk di antaranya LGBT.
2. Terkait pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Kamar Militer MA di Youtube pada saat pembekalan hakim militer tentang adanya Pengadilan Militer yang memutus bebas oknum prajurit pelaku LGBT masih dalam klarifikasi untuk diperoleh data yang valid.
3. Panglima TNI telah menerbitkan surat telegram nomor ST No ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009 dan ditekankan kembali dengan telegram no ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 yang menegaskan bahwa LGBT merupakan salah satu perbuatan yang tidak patut dilakukan seorang prajurit, bertentangan dengan disiplin militer dan merupakan pelanggaran berat yang tidak boleh terjadi di lingkungan TNI. Proses hukum diterapkan secara tegas dengan diberikan pidana tambahan pemecatan melalui proses persidangan di pengadilan militer.
4. UU RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI juga mengatur bahwa prajurit diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan karena mempunyai tabiat dan atau perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan TNI (Pasal 62 UU TNI).
5. Demikian terima kasih, Selamat pagi.
Praka PW Dipecat dari TNI dan Dipenjara 1 Tahun
Pengadilan Militer II-10 Semarang memecat Praka PW sebagai prajurit TNI Angkatan Darat (AD). Dia terbukti melakukan hubungan sesama jenis atau homoseksual. Tak hanya dipecat, Praka PW juga dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 1 tahun.
"Menyatakan terdakwa tersebut di atas yaitu PW pangkat Praka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'ketidaktaatan yang disengaja'. Memidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana pokok: penjara selama satu tahun. Menetapkan selama terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Pidana tambahan: dipecat dari dinas militer," demikian bunyi putusan yang yang diketuai Letkol Chk Eddy Susanto SH dengan anggota Mayor Chk Jokor Trianto SH MH dan Mayor Chk Victor Virganthara Taunay SH seperti dikutip dari laman Mahkamah Agung (MA), Kamis (15/10/2020).
Penyimpangan seksual ini berawal saat Praka PW berkenalan dengan Pratu MS lewat jejaring media sosial Instagram dan berlanjut ke WhatsApp pada Agustus 2017.
Selama saling mengenal, keduanya itu telah menjalani hubungan seksual menyimpang sebanyak empat kali.
Pertama kali, ia melakukannya itu di asrama Praka PW. Sebulan kemudian, mereka kembali melakukan hubungan tersebut pada awal September 2017 di Hotel Melati yang berada di kawasan Semarang.
Kemudian, hubungan ini kembali mereka lanjutkan setelah dua tahun kemudian atau tepatnya pada Febuari dan Mei 2019.
Lokasi yang mereka gunakan untuk melakukan hal tersebut yakni di asrama pada waktu awal mereka melakukannya.
Advertisement
Ada 2 Prajurit Lain Terlibat
Tak hanya dengan Pratu MS saja, Praka PW juga pernah melakukan hubungan menyimpang ini dengan Sertu W dan dan Pratu WK. Hubungan penyimpangan seksual yang dilakukan Praka PW ini diketahui pada awal Agustus 2019.
Selanjutnya, pada November 2019 bertempat di Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang telah dilakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap Praka PW oleh dokter pemeriksa Letkol Ckm (K) Dyah Murni Hastuti.
Dari hasil pemeriksaan itu, disebutkan jika Praka PW memiliki orientasi biseksual di dalam jiwanya.
Dalam amar putusan tersebut, ada beberapa hal yang meringankan dan memberatkan hukuman terhadap Praka PW.
Adapun yang meringankan Praka PW yakni yang pertama, terdakwa dalam persidangan bersikap sopan dan mengakui kesalahannya. Kedua, terdakwa belum pernah dipidana dalam perkara lain. Ketiga, terdakwa menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Lalu, untuk hal yang memberatkan Praka PW yakni yang pertama, terdakwa telah mencederai prajurit TNI atas perbuatan terdakwa yang menyimpang hubungan sesama jenis. Kedua, perbuatan terdakwa dapat mencemarkan nama baik TNI AD khususnya kesatuannya di mata masyarakat.
Ketiga, terdakwa tidak menghayati dan tidak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Sapta Marga ke-5, Sumpah Prajurit ke-2 dan ke-3 dan Delapan Wajib TNI ke-4.
Keempat, perbuatan terdakwa yang menyimpang hubungan sesama jenis tidak sesuai dengan norma Agama Islam yang dianut. Kelima, perbuatan terdakwa dapat memberikan pengaruh buruk terhadap disiplin keprajuritan di kesatuannya.
"Menimbang bahwa berdasarkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan tersebut, dikaitkan dengan tujuan pemidanaan yang bukan semata-mata sebagai pembalasan atas perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa, tetapi dengan pemidanaan tersebut diharapkan yang bersangkutan dapat insyaf dan kembali ke jalan yang benar sesuai dengan falsafah Pancasila, sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang baik di kemudian hari, oleh karena itu Majelis Hakim memandang adil dan patut apabila terdakwa dijatuhi hukuman seperti yang disebutkan dalam amar putusan ini," tulis kutipan tersebut.
Reporter : Nur Habibie
Sumber : Merdeka