Liputan6.com, Jakarta Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memandang, modernitas memberi peluang dan kesempatan bagi kaum perempuan untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan kaum pria. Momentum ini dapat dioptimalkan kaum perempuan untuk berperan aktif sebagai subjek pembangunan. Patut disyukuri, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada periode 2010 hingga 2019, indeks pembangunan manusia Indonesia dari perspektif gender terus menunjukkan tren positif.
"Jika pada tahun 2018, Indeks Pembangunan Gender (IPG) berada di angka 90,99 (dari skala 0-100), maka pada tahun 2019, IPG Indonesia tercatat pada level 91,07 yang menunjukkan semakin menipisnya kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Diyakini tren positif peningkatan IPG ini akan terus berlanjut seiring perkembangan kehidupan demokrasi dan peningkatan kedewasaan politik rakyat," ujar Bamsoet saat mengisi Webinar Aktualisasi Pancasila di Era Disrupsi 4.0 yang diselenggarakan Pengurus Daerah Wanita FKPPI Jawa Timur secara virtual di Jakarta, Sabtu, (17/10).
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menekankan, bahwa perkembangan zaman adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin dihindari. Seiring perjalanan waktu, tatanan kehidupan akan terus mengalami pergeseran dan perubahan, melahirkan paradigma baru pada berbagai aspek kehidupan. Rangkaian momentum sejarah akan melahirkan ragam peradaban dan membentuk periodisasi zaman. Di mana pada setiap periodisasi zaman akan menghadirkan tantangan yang terus berkembang secara dinamis.
Advertisement
"Demikian pula halnya dengan era disrupsi 4.0, yang kita kenal juga dengan era revolusi industri 4.0. Kelahiran era disrupsi 4.0, adalah bagian dari proses pergeseran paradigma di mana kemajuan teknologi telah mengubah tatanan konvensional yang sebelumnya kita asumsikan sebagai sebuah kemapanan, dan menghadirkan tatanan baru yang mengoreksi makna kemapanan tersebut," kata Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial kemasyarakatan, hingga pendidikan, semuanya dituntut berubah dan menyesuaikan diri dengan standar kemapanan yang baru. Tren dunia industri dipenuhi digitalisasi pada semua lini. Segala sesuatu yang manual, natural, dan mekanis akan digantikan dengan yang serba digital.
"Era ini menjadi koreksi atas capaian-capaian pada tahap-tahap revolusi industri sebelumnya. Mulai dari revolusi industri tahap pertama yang ditandai penemuan mesin uap, revolusi industri 2.0 yang ditandai penemuan tenaga listrik dan dimulainya produksi mobil secara masal, revolusi industri 3.0 yang ditandai penemuan komputer dan robot dan saat ini revolusi industri 4.0 yang ditandai berkembangnya sistem fisik siber, the internet of things, dan penggunaan big data," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menerangkan, era disrupsi tidak hanya menghadirkan modernitas dan kemajuan, namun juga tantangan. Konsekuensi logis dari lahirnya era disrupsi adalah tuntutan adaptasi melalui literasi teknologi. Karenanya, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan adalah sebuah kebutuhan yang tidak terelakkan.
"Kemajuan teknologi pada era disrupsi memang menawarkan berbagai peluang. Tetapi penerapannya juga menyimpan potensi dampak negatif yang merugikan. Misalnya, pemanfaatan teknologi informasi (internet) secara salah dan tidak bijaksana, dapat mendorong lahirnya sikap intoleran, penyebaran hoax, bahkan tindakan kriminal," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini memaparkan, berdasarkan riset yang dipublikasikan pada bulan Februari 2020, tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 64 persen. Artinya, dari total penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 272,1 juta jiwa, sekitar 175,4 juta jiwa diantaranya menggunakan akses internet. Bisa dibayangkan, satu berita hoax yang tersebar melalui internet dapat dengan segera diakses oleh jutaan masyarakat Indonesia hanya dalam hitungan detik.
"Era disrupsi juga membawa dampak pada aspek kehidupan sosial, di mana masyarakat menjadi semakin cenderung bersikap individualistik. Fakta bahwa kemajuan teknologi menawarkan kemudahan dalam banyak hal, sedikit banyak telah mengurangi interaksi sosial. Kemajuan teknologi telah mereduksi ketergantungan kita terhadap peran individu lain dalam sistem sosial kemasyarakatan. Dari sinilah sikap egois dan anti-sosial dapat tumbuh berkembang dan membudaya dalam kehidupan masyarakat," papar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Parta Golkar ini menambahkan, sebagai sebuah ideologi Pancasila hanya akan bermakna ketika kehadirannya dapat dirasakan dalam setiap denyut nadi dan tarikan nafas kehidupan masyarakat. Pancasila harus diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata, agar tidak menjadi konsep yang hanya hidup di awang-awang, atau hanya menjadi hapalan rumusan sila-sila di luar kepala.
"Membantu tetangga yang terdampak pandemi, itu Pancasila. Mensosialisasikan pola hidup bersih dan sehat di masa pandemi, itu Pancasila. Menyumbang pembangunan fasilitas kesehatan masyarakat, itu Pancasila. Pancasila sesungguhnya dapat kita temukan kehadirannya dalam kehidupan keseharian. Cara terbaik mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila adalah dengan mengamalkannya. Karena wacana dan narasi tanpa realisasi, betapa pun banyaknya disuarakan hingga menjejali ruang publik, tidak akan bermakna nyata," ujar Bamsoet.
(*)