Liputan6.com, Jakarta - Nama Pollycarpus Budihari Prijanto menjadi ramai dibicarakan masyarakat sejak kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib pada 7 September 2004 silam.
Pollycarpus saat itu merupakan pilot Garuda yang ikut menumpang pesawat kelas bisnis bersama Munir. Sedangkan Munir dinyatakan meninggal dalam penerbangan menuju Amsterdam, diyakini karena keracunan arsenik.
Rencananya Munir akan melanjutkan sekolah di Belanda. Sedangkan Pollycarpus yang saat itu sedang cuti mengaku menjadi kru tambahan dan hanya melakukan transit penerbangan ke Singapura.
Advertisement
Mereka berdua juga sempat berinteraksi satu sama lain. Mantan pilot Garuda tersebut dituding menaruh arsenik di minuman Munir dan divonis 14 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pada putusannya, hakim menyatakan Pollycarpus bersalah dengan frasa "turut melakukan pembunuhan berencana" dan "turut melakukan pemalsuan surat".
Amar putusan hanya menyebut soal pembunuhan berencana yang turut dilakukan oleh Pollycarpus. Sementara, pada dakwaan jaksa, Pollycarpus disebut melakukan pembunuhan berencana bersama mantan dua kru Garuda Indonesia, Yeti Susmiarti dan Oedi Irianto.
Di tingkat banding, hakim menguatkan putusan tersebut. Kemudian Polly mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan ia divonis 2 tahun penjara.
Kejaksaan lantas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Pollycarpus akhirnya divonis bersalah dengan hukuman lebih berat menjadi 20 tahun.
Tak terima dengan putusan itu, Polly pun mengajukan PK. Dalam amar putusan PK, Oktober 2013, MA menghukum Pollycarpus dengan 14 tahun penjara.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bebas Murni dan Terjun ke Politik
Kendati begitu, Pollycarpus mengaku ditahan total kurungan 10 tahun. "Totalnya 2 tahun sama 8 tahun," kata dia, Rabu (29/8/2018).
Dia mendapat pembebasan bersarat pada November 2014. Kemudian dia dinyatakan bebas murni pada Agustus 2018.
Setelah mendapatkan pembebasan bersyarat, Pollycarpus menyatakan, selalu melapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas). Setelah status hukumnya bebas murni, Pollycarpus tidak perlu lagi melapor ke Bapas.
"Kita selalu kontak. Saya lagi berada di mana, keluar kota selalu melapor," ujarnya.
Sementara itu, Humas Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Ade kusmanto menyatakan Pollycarpus mendapatkan remisi (pengurangan masa tahanan) 51 bulan 80 hari.
Karena itu, kata Ade, sejak 29 November 2014, status hukum Pollycarpus berubah menjadi bebas bersyarat.
"Pollycarpus menerima pembebasan bersyarat 29 November 2014," kata dia, dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Selasa (28/8/2018).
Setelah bebas murni, Pollycarpus terjun ke politik dengan bergabung bersama Partai Berkarya.Â
Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang, mengatakan partainya tidak takut keberadaan Pollycarpus akan memengaruhi elektabilitasnya.
"Itu kan masa lalu. Kita tidak belakang seseorang. Apalagi negara sudah membebaskannya dan hak politiknya tidak dicabut," ujar Badaruddin kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu 7 Maret 2018.
Advertisement
Meninggal Akibat Covid-19
Kabar duka terdengar dari Pollycarpus Budihari Prijanto. Pollycarpus meninggal dunia pada Sabtu (17/10/2020). Dia meninggal diduga karena terpapar Covid-19.
"Iya benar Pak Pollycarpus meninggal dunia. Saya dapat kabar baru jam 17.00 WIB dari teman dokter," ujar Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang, saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, sebelum meninggal, Pollycarpus memang dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) di Simprug, Jakarta Selatan yang dikhususkan untuk pasien Covid-19.
"Tapi saya belum tahu kepastiannya karena Covid-19 atau tidak hasil tesnya. Yang jelas memang bergejala Covid-19 dan dirawat di RS Pertamina Simprug yang dikhususkan untuk Covid-19," kata Badaruddin soal Pollycarpus.