Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiatri menyarankan Presiden Joko Widodo atau Jokowi reshuffle kabinet mengganti menteri yang tidak mempunyai kapasitas dan inovasi dalam bekerja.
"Kalau reshuffle atau pergantian posisi menteri itu sah-sah saja dan wajar. Justru harus dilakukan kalau tidak memiliki kapasitas," katanya, Selasa (20/10/2020).
Sebelum reshuffle, Jokowi diminta mengevaluasi secara menyeluruh. Tidak hanya evaluasi terhadap menteri tapi juga sistem kerja Kabinet Indonesia Maju.
Advertisement
"Misalnya ada problem koordinasi ini kenapa, sehingga empat tahun ke depan bisa lebih efektif bekerja," sambungnya.
Aisah mengatakan, saat Jokowi membentuk Kabinet Indonesia Maju, hampir setengah dari kursi menteri diisi sosok yang tidak memiliki latar belakang lekat dekat dengan birokrasi pemerintahan. Ini yang menyebabkan menteri yang dipilih tidak bisa bekerja sesuai target Jokowi.
Bahkan, menteri Jokowi tersebut tidak bisa beradaptasi dengan birokrasi.
"Jadi ini sebenarnya menyulitkan juga untuk kerja," ujarnya.
Tak hanya itu, lanjut Aisah, ada menteri yang sulit menjalankan instruksi Kepala Negara. Ini yang memicu Jokowi menegur sejumlah menteri yang tidak bisa menyerap anggaran dengan baik beberapa bulan lalu.
"Kita tahu Presiden sempat mengeluh dan marah terhadap para menteri karna tidak bisa bekerja cepat, lambat, tidak bisa berinovasi. Ini catatan juga," katanya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kasus HAM dan Papua
Selain menyarankan reshuffle, Aisah juga meminta Jokowi memberikan atensi serius pada isu sosial politik empat tahun ke depan. Misalnya, menuntaskan pelanggaran HAM, konflik di Papua dan pemberantasan korupsi.
"Mungkin 4 tahun ke depan tidak hanya memprioritaskan isu sosial ekonomi tapi juga sosial politik. Ini masanya Presiden periode kedua, ada janji yang belum ditunaikan pada periode pertama. Kemudian juga sudah tidak punya beban elektoral sehingga ini bisa jadi momen Jokowi untuk menuntaskan hal-hal yang harus dituntaskan terkait dengan isu sosial politik," pungkasnya.
Reporter: Titin Supriatin
Merdeka.com
Advertisement