Sukses

Antisipasi Banjir dan Longsor, 10 Ribu Pohon Ditanam di Titik Nol DAS Ciliwung

Penanaman tanaman vetiver, kayu manis, dan rasamala ini dalam rangka kesiapsiagaan banjir dan longsor di kawasan wisata Puncak dan sekitarnya.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 10 ribu tanaman ditanam di hulu daerah aliran sungai (DAS) 0 Km Ciliwung, tepatnya di Telaga Saat, Puncak, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/10/2020).

Secara simbolis, penanaman pohon dilakukan Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo, Danjen Kopassus Brigjen TNI Mohamad Hasan, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Bupati Bogor Ade Yasin, dan Wali Kota Bogor Bima Arya.

Penanaman tanaman vetiver, kayu manis, dan rasamala ini dalam rangka kesiapsiagaan banjir dan longsor di kawasan wisata Puncak dan sekitarnya.

Doni mengatakan, Sungai Ciliwung salah satu sungai penting untuk Jakarta. Tak dapat dipungkiri, sungai merupakan salah satu ekosistem penting yang turut menopang kesejahteraan dan keberlangsungan hidup manusia.

Akan tetapi, masih menghadapi banyak problematika, seperti persoalan sampah, rusaknya ekosistem hulu, hingga pendangkalan badan sungai.

Berbagai permasalahan itu pun pada akhirnya menimbulkan bencana seperti banjir dan longsor hingga berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat.

"Ciliwung sebenarnya punya ujungnya situ juga, tapi kondisinya sangat mengkhawatirkan. Sama kaya Citarum," terang Doni.

Karena itu, dirinya meminta Korem 061/Suryakencana berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan menggandeng para relawan lingkungan untuk melakukan revitalisasi di kawasan lereng Gunung Gede Pangrango itu.

"Makanya saya menugaskan Pak Danrem untuk berkordinasi dengan teman-teman di Kabupaten Bogor melakukan berbagai upaya perbaikan di 0 KM Ciliwung. Kalau 0 KM Citarum itu Situ Cisanti, kalau 0 KM Ciliwung, Telaga Saat," kata dia.

Kondisi Telaga Saat, lanjut Doni, kini sudah lebih baik dibanding sebelumnya. Hal tak lepas dari peran para relawan yang peduli terhadap lingkungan di Kabupaten Bogor.

"Sebelumnya Pak Danjen menjabat Komandan Korem di sini. Beliau bersama relawan lainnya yang merevitalisasi Telaga Saat pada waktu itu," kata dia.

Telaga Saat yang dulu tak terawat dan mengalami sedimentasi, kini kondisinya membaik. Hal itu tak terlepas peran dari para relawan.

Hanya saja, saat ini masih perlu dilakukan upaya penanaman pohon untuk mencegah banjir dan longsor. Selain itu, untuk menjaga kelestarian alam dan menahan air pada saat curah hujan tinggi.

Tanaman vetiver misalnya, merupakan jenis tanaman yang diketahui memiliki kemampuan untuk mencegah tanah longsor dan erosi. Vetiver atau akar wangi adalah sejenis rumput yang berasal dari India dengan nama latin Chrysophogon zizaionide.

"Tanaman vetiver dapat menjaga stabilitas tanah," ujar Doni dalam sambutannya.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tertutup Tumbuhan Gulma

Sementara itu, Danjen Kopassus Brigjen TNI Mohamad Hasan menjelaskan, dari luas 5,08 hektare Telaga Saat, 80 persen di antaranya sudah menjadi daratan dan dipenuhi tanaman liar akibat tak diurus.

"80 persen sudah menjadi daratan tertutup tumbuhan gulma dan tumbuhan air liar lainnya. Kondisinya memprihatinkan," ‎kata Hasan.

Padahal, Telaga Saat ini merupakan hulu Ciliwung dan titik lokasi bermuaranya 13 mata air di antaranya dari Gunung Gede Pangrango dan Gunung Baut.

Jika dalam kondisi normal, lanjut Hasan, telaga ini bisa menampung debit air hingga 5 juta liter air. Namun dengan pendangkalan, Telaga Saat hanya mampu menampung air sebanyak 100 ribu liter air.‎

"Sebelumnya paling dalam hanya 2-3 meter karena sedimentasi, setelah dinormalisasi pada tahun 2018 dan dilanjut tahun 2019 kedalamannya sekarang mencapai 5-7 meteran," kata dia.

Telaga Saat yang dikelola Dirjen Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane ini terakhir kali dinormalisasi sekitar sembilan tahun lalu. Itupun hanya di bagian pinggiran saja.

"Telaga ini memiliki banyak potensi. Selain daerah resapan air, konservasi hutan dan hewan langka juga sebagai penampung air dari beberapa telaga yang ada di atas gunung," ujarnya.