Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalukan evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pasalnya, KPAI menerima laporan bahwa seorang siswa SMP ditemukan tewas gantung diri di kamar mandi rumahnya, Selasa 27 Oktober 2020.
Pemicu siswa berusia 15 tahun tersebut bunuh diri karena banyaknya tugas sekolah selama masa pembelajaran daring. Adapun pemebelajaran daring sudah berjalan kurang lebih 8 bulan karena situasi pandemi Covid-19.
"KPAI mendorong Kemdikbud RI, Kementerian Agama RI, Dinas-dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan PJJ pada fase kedua yang sudah berjalan selama 4 bulan," jelas Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan persnya, Jumat (30/10/2020).
Advertisement
Dia mengaku sudah mendengarkan langsung penjelasan rinci dari orang tua korban dalam suatu dialog interaktif di salah satu TV Nasional. Sang ibu menjelaskan bahwa anaknya memang pendiam dan memiliki masalah dengan pembelajaran daring.
"Anak korban lebih merasa nyaman dengan pembelajaran tatap muka, karena PJJ daring tidak disertai penjelasan guru, hanya memberi tugas-tugas saja yang berat dan sulit dikerjakan," ujarnya.
Retno menyebut ibu korban sempat menerima surat dari pihak sekolah pada 26 Oktober 2020. Isinya, menyampaikan bahwa korban memiliki sejumlah tagihan tugas dari 11 mata pelajaran. Rata-rata jumlah tagihan tugas yang belum dikerjakan korban adalah 3-5 tugas per mata pelajaran.
"Menurut orangtua korban, anaknya belum menyelesaikan tugasnya bukan karena malas, tetapi karena memang tidak paham sehingga tidak bisa mengerjakan, sementara orangtua juga tidak bisa membantu ananda (korban)," tutur Retno.
Menurut dia, orangtua korban menduga bahwa surat dari sekolah yang diterima sehari sebelum anaknya memutuskan bunuh diri adalah pemicunyan. Sebab, kata Retno, dalam surat tersebut ada 'tekanan' jika tugas-tugas tersebut tidak dikumpulkan, maka korban tidak bisa mengikuti ujian semester ganjil.
"Barangkali tujuan pihak sekolah hanya sekedar mengingatkan dan memberikan dorongan agar para siswanya mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugasnya yang tertumpuk," ucapnya.
"Bagi remaja yang mengalami masalah mental, kecemasan, stress atau malah depresi selama masa pandemi karena ketidakmampuan mengerjakan tugas-tugas PJJ, memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan pikiran tentang bunuh diri," sambung Retno.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bukan Baru Pertama Terjadi
Retno menekankan, kasus siswa bunuh diri akibat depresi selama pembelajaran daring bukanlah yang pertama kalinya terjadi. Di bulan yang sama, siswi di Kabupaten Gowa juga bunuh diri karena depresi menghadapi tugas-tugas sekolah yang menumpuk selama PJJ fase kedua.
Kemudian, pada September 2020, seorang siswa SD mengalami penganiayaan dari orangtuanya sendiri karena sulit diajari PJJ. Dengan begitu, sudah 3 nyawa anak yang menjadi korban karena beratnya PJJ selama pandemi corona.
"Tidak ada kasus bunuh diri siswa, bukan berarti sekolah atau daerah lain, PJJ nya baik-baik saja, bisa jadi kasus yang mencuat ke publik merupakan gunung es dari pelaksanaan PJJ yang bermasalah dan kurang mempertimbangkan kondisi psikologis anak, tidak didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak," kata Retno.
KPAI menyatakan akan bersurat kepada pihak-pihak terkait untuk pencegahan dan penanganan peserta didik yang mengalami masalah mental dalam menghadapi PJJ di masa pandemic. Hal ini mengingat PJJ secara daring berpotensi membuat anak kelelahan, ketakutan, cemas, dan stress menghadapi penugasan yang berat.
Selanjutnya, KPAI meminta Kemendikbud mensosialisasikan secara massif pedoman penyelenggaraan belajar dari rumah di masa pandemi. Salah satunya, memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19 hingga memastikan pemenuhan dukungan psikososial bagi pendidik, peserta didik, dan orang tua.Â
Advertisement