Liputan6.com, Jakarta - Gempa bermagnitudo 7 mengguncang Izmir, Turki, Jumat 30 Oktober 2020. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, gempa itu dipicu oleh aktivitas Sesar Sisam (Sisam Fault) di Laut Aegea.
Pada catatan sejarah, gempa kuat terjadi beberapa kali di masa lalu karena aktivitas Sesar Siam.
"Sejarah gempa mencatat bahwa di sekitar Sesar Sisam sudah beberapa kali terjadi gempa kuat pada masa lalu seperti gempa tahun 1.904 berkekuatan 6,2 magnitudo dan gempa pada 1.992 berkekuatan 6,0," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono di Jakarta, Sabtu (31/10/2020) seperti dilansir Antara.
Advertisement
Ia menjelaskan, Sesar Sisam adalah sebuah sesar aktif dengan mekanisme pergerakan turun (normal fault). Panjang jalur sesar ini membentang sekitar 30 km.
Sesar Sisam dekat Pulau Samos, kata dia, pecah di dekat Menderes Graben, wilayah dengan sejarah panjang gempa dengan sesar turun.
"Karena mekanisme patahannya yang bergerak turun dan hiposenter gempanya sangat dangkal hanya sekitar 6 km, maka wajar jika gempa tersebut memicu terjadinya tsunami," kata Daryono.
Gempa yang berpusat di Laut Aegea pukul 13.51 waktu setempat terasa hingga ke Ibu Kota Yunani, Athena dan Istanbul di Turki. Guncangan gempa dirasakan dalam wilayah yang luas seperti di Turki, Yunani, Bulgaria dan Makedonia Utara.
Gempa menimbulkan korban jiwa akibat terjadinya kerusakan pada banyak bangunan rumah, bahkan gedung-gedung bertingkat di wilayah Izmir Turki juga mengalami kerusakan dan roboh.
Episenter gempa terletak di Laut Aegea, tepatnya berada pada jarak 17 kilometer dari pesisir barat Turki dengan mekanisme sumber gempa berupa patahan/sesar dengan mekanisme pergerakan turun (normal fault)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gempa Susulan dan Dampak
Daryono mengatakan, sudah terjadi lebih dari 100 aktivitas gempa susulan (aftershocks) dengan magnitudo terbesar 5,1 sejak terjadinya gempa utama (mainshock).
Akibat gempa tersebut, tsunami lokal tercatat di stasiun-stasiun tide gauge seperti stasiun Syros sekitar 8 cm, Kos sekitar 7 cm, Plomari sekitar 5 cm dan Kos Marina sekitar 4 cm. Namun pantai terdekat pusat gempa tidak ditemukan catatan tide gauge, padahal tsunami ini juga menimbulkan kerusakan ringan di beberapa wilayah pantai Yunani dan Turki.
Tsunami kecil terjadi dan melanda daratan akibat kondisi topografi lokal pantai yang landai di dekat garis pantai sehingga mendukung terjadinya genangan di daratan. Hal ini berkaitan dengan morfodinamika pantai dan amplitudo pasang surut.
Menurut dia, wilayah Laut Aegea secara historis adalah kawasan rawan gempa dan tsunami, dengan peristiwa tsunami terakhir adalah tsunami merusak di Bodrum, Turki, akibat gempa berkekuatan 6,6 pada 2017.
Kerusakan akibat gempa sebagian besar terjadi pada kawasan permukiman yang terletak pada tanah lunak seperti di pesisir pantai dan cekungan dengan dataran alluvial yang lunak.
"Gempa ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua yang tinggal di wilayah Indonesia dengan kondisi seismik aktif dan memiliki banyak jalur sesar aktif di dasar laut, sehingga kewaspadaan terhadap gempa dan tsunami perlu terus ditingkatkan dengan memperkuat upaya mitigasi baik mitigasi struktural dan nonstruktural," demikian Daryono.
Advertisement