Liputan6.com, Jakarta: Masalah tawuran pelajar, sepertinya tak pernah tuntas diselesaikan, khususnya di Jakarta. Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan, penyebab utama tawuran pelajar akibat adanya pembiaran dari Pemerintah.
"Masalah tawuran pelajar sebenarnya ada pembiaran. Jadi harus ada langkah tegas dari Pemerintah, Kemendikbud dan juga Dinas Pendidikan Provinsi DKI," ujar pria yang akrab disapa Kak Seto, menanggapi insiden tawuran pelajar SMU 70 dan SMU 6 Jakarta yang menewaskan seorang pelajar, Jakarta, Selasa (25/9).
Menurutnya, salah satu upaya untuk mencegah terjadinya tawuran antara kedua sekolah tersebut adalah merelokasikan gedung sekolahan. Kedua, Pemerintah harus membenahi kurikulum yang diserahkan kepada masing-masing sekolah. "Jadi bukan kurikulum nasional. Misalnya, kurikulum yang dapat membangun keramahan pelajar," ujar pemerhati anak ini.
Kompetensi guru juga, kata dia, sangat penting dalam upaya mengatasi persoalan ini. Misalnya, bagaimana membangun komunikasi yang baik dengan anak didiknya. "Jangan sampai hanya mengajarkan teori saja, tetapi implementasi lebih penting."
"Misalnya, soal pelajaran olahraga, bukan saja mengarkan bagaimana teknik olahraga yang baik, tetapi juga bagaimana membuat si anak ini giat sekolah dan berolahraga. Sama halnya pendidikan agama, yang penting bagimana implementasinya," lanjutnya.
Menurut Seto Mulyadi, masalah tawuran pelajar memang cukup kompleks. Alhasil, semua pemangku kepentingan (stakeholder) dan pihak terkait harus berperan. Selain pemerintah, guru dan orang tua harus terlibat. "Pernah saya mendengar dari orang tua murid, tawuran itu biasa, namanya juga anak laki. Ini kan sudah salah."
Tak hanya itu, keterlibatan alumni juga penting dalam mengatasi masalah ini. Selama ini, kata dia, tidak sedikit alumni sekolah yang ikut terlibat dalam tawuran sekolah. "Jadi ada pihak yang ikut ngompor-ngomporin, contohnya alumni, ini sering terjadi," ujarnya.
Karena itu, Ka Seto menegaskan, pemerintah dan pemangku kepentingan harus melakukan koreksi, ketegasan dan keseriusan mengatasai masalah ini. (ARI)
"Masalah tawuran pelajar sebenarnya ada pembiaran. Jadi harus ada langkah tegas dari Pemerintah, Kemendikbud dan juga Dinas Pendidikan Provinsi DKI," ujar pria yang akrab disapa Kak Seto, menanggapi insiden tawuran pelajar SMU 70 dan SMU 6 Jakarta yang menewaskan seorang pelajar, Jakarta, Selasa (25/9).
Menurutnya, salah satu upaya untuk mencegah terjadinya tawuran antara kedua sekolah tersebut adalah merelokasikan gedung sekolahan. Kedua, Pemerintah harus membenahi kurikulum yang diserahkan kepada masing-masing sekolah. "Jadi bukan kurikulum nasional. Misalnya, kurikulum yang dapat membangun keramahan pelajar," ujar pemerhati anak ini.
Kompetensi guru juga, kata dia, sangat penting dalam upaya mengatasi persoalan ini. Misalnya, bagaimana membangun komunikasi yang baik dengan anak didiknya. "Jangan sampai hanya mengajarkan teori saja, tetapi implementasi lebih penting."
"Misalnya, soal pelajaran olahraga, bukan saja mengarkan bagaimana teknik olahraga yang baik, tetapi juga bagaimana membuat si anak ini giat sekolah dan berolahraga. Sama halnya pendidikan agama, yang penting bagimana implementasinya," lanjutnya.
Menurut Seto Mulyadi, masalah tawuran pelajar memang cukup kompleks. Alhasil, semua pemangku kepentingan (stakeholder) dan pihak terkait harus berperan. Selain pemerintah, guru dan orang tua harus terlibat. "Pernah saya mendengar dari orang tua murid, tawuran itu biasa, namanya juga anak laki. Ini kan sudah salah."
Tak hanya itu, keterlibatan alumni juga penting dalam mengatasi masalah ini. Selama ini, kata dia, tidak sedikit alumni sekolah yang ikut terlibat dalam tawuran sekolah. "Jadi ada pihak yang ikut ngompor-ngomporin, contohnya alumni, ini sering terjadi," ujarnya.
Karena itu, Ka Seto menegaskan, pemerintah dan pemangku kepentingan harus melakukan koreksi, ketegasan dan keseriusan mengatasai masalah ini. (ARI)