Sukses

Dody Jaya Akui Dapat Identitas Djoko Tjandra dari Brigjen Prasetijo

Hal itu terungkap saat kuasa hukum Brigjen Prasetijo, Soesilo Aribowo menanyakan kepada Dody dari mana mendapatkan identitas Djoko Tjandra untuk pembuatan surat.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Urusan Tata Usaha Biro Koordinator dan Pengawasan (Kaur TU Ro Korwas) PPNS Bareskrim Polri, Kompol Dody Jaya mengaku mendapat identitas Djoko Tjandra untuk membuatkan surat keterangan palsu dari Brigjen Prasetijo Utomo. Brigjen Prasetijo saat itu menjabat Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) PPNS Bareskrim Polri.

Hal itu terungkap saat kuasa hukum Brigjen Prasetijo, Soesilo Aribowo menanyakan kepada Dody dari mana mendapatkan identitas Djoko Tjandra untuk pembuatan surat.

"Ketika tanggal 18 saudara mengisi surat kesehatan atas nama Djoko Tjandra, identitas dari mana? menggunakan KTP?" tanya Soesilo.

Menjawab hal itu, Dody mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan identitas Djoko Tjandra untuk membuatkan surat kesehatan dari Brigjen Prasetijo. Identitas Djoko Tjandra yang diberikan Brigjen Prasetijo berupa fotocopy KTP.

"Fotocopy KTP atas nama Djoko Soegiarto Tjandra. Saya terima dari Pak Pras, saya nggak tahu Pak Pras dapat dari mana," kata Dody.

Sementata untuk surat jalan, Dody menjelaskan bahwa tidak memerlukan indentitas Djoko Tjandra. Sebab menurut dia, dalam surat jalan diberikan kepada Anita Dewi Kolopaking sedangkan Djoko Tjandra sebagai pengikut atas perintah dari Brigjen Prasetijo.

"Kalau yang surat jalan pertama itu pengikut Djoko Tjandra nggak perlu NIK, yang perlu hanya Anita. Karena pengikut bisa siapa saja," kata Dody.

"Kan perintah (Brigjen Prasetijo), karena dalam format surat jalan engga pakai identitas, tidak ada alamat. Surat jalan pertama diberikan Kepada, Nama, NRP, Jabatan, Tujuan, berangkat tiba dan Tanggal keberangkatan," tambahnya.

Atas keterangan dari Dody, tim kuasa hukum kembali menanyakan kepada Dody mengapa tidak menanyakan siapa Djoko Tjandra yang tercantum dalam surat jalan.

Dody menjawabnya bahwa dia tidak menanyakan sosok Djoko Tjandra lantaran hanya menjalankan perintah sesuai permintaan Brigjen Prasetijo.

"Saya enggak mungkin tanya Pak, mohon maaf sekali, yang diperintahkan itu saya kerjakan," ucap Dody.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Perintah Brigjen Prasetijo

Sebelumnya, Dody juga sempat bersaksi, dia tidak hanya satu kali diminta untuk membuat surat jalan. Dia kembali diminta untuk membuat surat jalan atas nama Anita Kolopaking dan Djoko Segiarto pada 3 Juni 2020.

Dalam hal ini, Dody sudah tiga kali diminta untuk membuat surat jalan. Surat tersebut atas nama Brigjen Prasetijo Utomo, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra.

"Total ada 3 (surat), atas nama pak Prasetijo pengikut Jhony. Kedua Ibu Anita pengikut Djoko Soegiarto. Tanggalnya bersamaan kalau tidak salah tanggal 3 bulan Juni. Surat berikutnya atas nama Djoko Soegiarto. Tidak ada pengikut cuma dia saja, itu tanggal 18 Juni 2020," imbuhnya.

Padahal lanjutnya soal perintah pembuatan surat tersebut, Dody telah mengingatkan kepada Brigjen Prasetijo bahwa ada kesalahan terkait pembuatan surat tersebut.

"Saya sudah kasih tahu bahwa ada yang salah nih," jelasnya.

Namun kembali, Dody dalam persidangan bahwa dirinya hanya menjalankan perintah atasannya yakni Brigjen Prasetijo dan tidak mengetahui tujuan dibuatnya surat tersebut.

"Tidak tahu tujuannya (kegunaan surat tersebut)," ujar Dody.

Sebelumnya, dalam gelar sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Terdakwa surat jalan palsu, Brigjen Prasetijo Utomo membantah dirinya yang membuat surat jalan untuk Djoko Sugiarto Tjandra.

Tim Kuasa hukum Prasetijo yang secara bergantian membacakan eksepsi tersebut, menilai bahwa yang membuat surat jalan palsu adalah saksi Dodi Jaya.

"Berdasarkan dan sebagaimana keterangan saksi Dodi Jaya tersebut, sesungguhnya sudah jelas bahwa yang membuat surat-surat jalan tersebut adalah Dodi Jaya," kata Tim Kuasa hukum Prasetijo pada sidang di PN Jakarta Timur, Selasa (20/10/2020).

Sehingga tidak tepat tim jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa, sebagai orang yang membuat surat palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat (1) KUHP.

"Atas hal itu, kekeliruan Penuntut Umum dalam menempatkan locus delicti yang tidak tepat berakibat Surat Dakwaan Penuntut Umum, batal demi hukum, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor808K /PID/ 1984," katanya.

Reporter : Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka