Liputan6.com, Jakarta Mantan Politikus Partai Nasdem Andi Irfan Jaya didakwa menjadi perantara suap yang diberikan terpidana korupsi Hak Tagih Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari. Suap yang diberikan Djoko Tjandra sebesar USD 500 ribu.
Uang tersebut diterima Andi Irfan Jaya untuk turut membantu Pinangki Sirna Malasari mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA).
"Menerima USD 500 ribu dari USD 1 juta yang dijanjikan Djoko Tjandra dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara berbuat sesuatu dalam jabatannya, yaitu dalam kapasitas Pinangki Sirna Malasari mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung," ujar Jaksa Rachdityo Pandu dalam dakwaannya, Rabu (4/11/2020).
Advertisement
Pinangki Sirna Malasari sendiri merupakan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI.
Jaksa menyebut, pengurusan fatwa MA bertujuan agar Djoko Tjandra tak dieksekusi atas perkara korupsi Bank Bali.
"Sehingga terdakwa Joko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," kata Jaksa.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bertemu Djoko Tjandra di Malaysia
Suap bermula pada 22 November 2019. Saat itu Pinangki menghubungi Andi Irfan Jaya untuk menemaninya bertemu dengan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Mereka pun berangkat pada 25 November 2019 bersama dengan Anita Kolopaking selaku kuasa hukum Djoko Tjandra.
Ketiganya kemudian bertemu dengan Djoko Tjandra di Kantor The Exchange 106 Kuala Lumpur. Dalam pertemuan tersebut, Pinangki memperkenalkan Andi Irfan Jaya sebagai konsultan yang akan meredam pemberitaan di media massa apabila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia.
"Selanjutnya, Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking, dan Pinangki menyerahkan serta memberikan penjelasan mengenai rencana atau planning berupa action plan kepada Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa MA melalui Kejagung," kata Jaksa.
Atas perbuatannya, Andi Irfan Jaya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Advertisement