Sukses

Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Irjen Napoleon dalam Kasus Red Notice Djoko Tjandra

Jaksa meminta hakim melanjutkan sidang perkara Irjen Napoleon terkait dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan tim penasihan hukum terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte terkait kasus dugaan suap pengurusan red notice Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

"Memohon majelis hakim yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara memutus menolak keseluruhan nota keberatan yang diajukan pengacara terdakwa," ujar Jaksa Erianto di Pengadilan Tipikor, Senin (16/11/2020).

Jaksa juga meminta agar majelis hakim menyatakan bahwa surat dakwaan terhadap Irjen Napoleon yang dibuat tim penuntut umum sudah memenuhi syarat sesuai KUHP. Maka dari itu, jaksa meminta hakim melanjutkan sidang perkara ini dengan mendengarkan keterangan para saksi.

"Menyatakan bahwa surat dakwaan telah memenuhi syarat yang ditentukan. Melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara atas nama terdakwa Irjen Pol Napoleon," kata Jaksa.

Dalam persidangan ini, majelis hakim juga menolak permohonan penangguhan penahanan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte.

"Sehubungan dengan permintaan soal penangguhan penahanan untuk sementara majelis belum dapat pertimbangkan permohonan tersebut," ujar Hakim Ketua Muhammad Damis di Pengadilan Tipikor, Senin (16/11/2020).

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Merasa Dizalimi

Sebelumnya diberitakan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte merasa dizalimi dalam kasus penghapusan red notice Djoko Soegiarto Tjandra.

Namun Napoleon menyadari pernyataan dirinya dizalimi dalam perkara ini tak bisa dipercaya begitu saja. Dia memastikan siap untuk membuktikannya dalam sidang-sidang selanjutnya.

Sementara dalam eksepsi yang dibacakan tim kuasa hukum Irjen Napoleon menyebut dakwaan jaksa penuntut umum yang menyatakan Napoleon menerima suap dari Djoko Tjandra terkait penghapusan red notice adalah rekayasa palsu.

"Bahwa perkara pidana yang melibatkan klien kami, Irjen Napoleon Bonaparte dalam hal penerimaan uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu untuk pengurusan penghapusan red notice adalah merupakan rekayasa perkara palsu," ujar Santrawan Paparang, tim kuasa hukum Napoleon di Pengadilan Tipikor, Senin (9/11/2020).

Irjen Napoleon didakwa menerima sejumlah uang untuk mengurus status red notice Djoko Tjandra. Jaksa penuntut umum menyebut Irjen Napoleon menerima uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu.

Jaksa menyebut, Irjen Napoleon menerima aliran uang tersebut langsung dari terdakwa Tommy Sumardi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.

Tim penasihat hukum juga menyebut uang USD 20 ribu yang dijadikan barang bukti dalam perkara suap penghapusan red notice Djoko Soegiarto Tjandra ini merupakan milik istri Brigjen Prasetijo. Uang tersebut berbentuk mata uang rupiah.

Menurut Santrawan, uang tersebut sengaja disiapkan istri Brigjen Prasetijo lantaran Divisi Propam Mabes Polri meminta kepada Brigjen Prasetijo untuk menyiapkan uang tersebut.

"Di mana ketika itu Divisi Propam Polri meminta kepada Brigjen Prasetijo Utomo agar menyiapkan barang bukti uang USD 20 ribu, dan mengingat karena ia Brigjen Prasetijo tak memiliki uang, maka Brigjen Prasetijo menulis sepotong surat kepada istrinya dengan meminta uang sejumlah USD 20 ribu," kata dia.