Liputan6.com, Jakarta - Kampung Kauman di Yogyakarta menjadi saksi lahirnya organisasi yang didasari atas keresahan KH Ahmad Dahlan atas kemiskinan struktural umat Islam ketika itu.
Terletak di sebelah barat alun-alun Keraton Kesultanan Yogyakarta, tidak jauh dari Masjid Agung, Kampung Kauman dikenal sebagai tempat tinggal komunitas masyarakat muslim yang menjadi abdi dalem keraton. Di sanalah Ahmad Dahlan dilahirkan pada 1868.
Ia bernama kecil Muhammad Darwis bin KH Abubakar. Ayahnya, Abubakar merupakan seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang menjabat sebagai Ketib. Ibunya bernama Siti Aminah, putri dari KH Fadhil, seorang Penghulu Keraton Yogyakarta.
Advertisement
M Yusron Asrofie dalam Kyai Haji Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya, menuliskan bahwa salah satu episode terpenting dalam kehidupan Ahmad Dahlan adalah upayanya untuk meluruskan arah kiblat pada 1898. Tepat setelah dirinya menunaikan ibadah haji yang pertama (1890). Upaya tersebut menemui resistensi yang kuat dari Penghulu Keraton, KH Mohammad Kholil Kamaludiningrat.
Ahmad Dahlan benar-benar terlihat memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan pembaruan Islam di Indonesia setelah melaksanakan ibadah haji yang kedua (1903-1904). Gagasan pembaruan itu diperoleh Kiai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kiai Fakih dari Maskumambang.
Juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.
Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu, telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kiai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kiai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Selain itu, melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, Kiai Dahlan tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur'an dan Hadist. Oleh karena itu Beliau memberikan pengertian keagamaan di rumahnya di tengah kesibukannya sebagai Khatib dan pedagang.
Awalnya ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa.
Dengan semua keresahan itu, maka pada 18 November 1912 yang bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 H, didirikanlah sebuah organisasi bernama Muhammadiyah. Kata Muhammadiyah sendiri secara bahasa berarti pengikut Nabi Muhammad. Penggunaan kata Muhammadiyah dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.
Organisasi baru ini diajukan Kiai Dahlan pengesahannya pada 20 Desember 1912 dengan mengirim Statuten Muhammadiyah (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914.
Dalam Statuten Muhammadiyah yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya Muhammadiyah dan tempatnya di Yogyakarta.
Sedangkan tujuan pendiriannya adalah untuk "menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta" dan "memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya".
Nama Muhammadiyah pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu. Muhammad Sangidu merupakan seorang Ketib Anom Keraton Yogyakarta dan tokoh pembaharuan yang kemudian menjadi penghulu Keraton Yogyakarta.
Nama Muhammadiyah kemudian diputuskan Ahmad Dahlan setelah melalui salat istikharah. Artinya, untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi. Sebagaimana tradisi kiai atau dunia pesantren. Pemberian nama Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan diharapkan warga Muhammadiyah dapat mengikuti Nabi Muhammad SAW dalam segala tindakannya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Muhammadiyah Berkembang Pesat
Di awal berdirinya, Muhammadiyah juga mempunyai basis dakwah untuk wanita dan kaum muda yang bernama majelis pengajian Sidratul Muntaha. Di bidang pendidikan, perannya dilahirkan dalam pembentukan sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dulu dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah yang kemudian berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah.
Institusi pendidikan ini sekarang kita kenal dengan Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta dan pendidikan ini khusus laki-laki. Alamatnya berada di Jalan S. Parman nomor 68 Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan.
Sedangkan sekolah yang khusus perempuan bernama Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta yang terletak di Suronatan Yogyakarta. Keduanya kini menjadi Sekolah Kader Muhammadiyah yang dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dakwah Muhammadiyah bisa diterima masyarakat Kauman yang kemudian meluas ke berbagai daerah di Pulau Jawa. Muhammadiyah pun semakin lama semakin berkembang di Indonesia.
Pada 7 Mei 1921, Kiai Ahmad Dahlam mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan itu pun dikabulkan Pemerintah Hindia Belanda pada 2 September 1921.
Dengan diterimanya permohonan tersebut, ruang gerak Muhammadiyah makin luas. Dakwah Muhammadiyah pun semakin mantap terutama di bidang pendidikan dengan membentuk badan khusus, guna meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Badan tersebut bernama Majelis Pimpinan Pengajaran Muhammadiyah yang berdiri pada 14 Juli 1923 yang diketuai Mas Ngabehi Joyosugito.
Ketika itu, pengaruh organisasi ini masih sedikit dan terbatas di beberapa wilayah. Contohnya seperti Surakarta, Yogyakarta, Pekalongan dan Pekajangan. Cabang-cabang organisasi tersebut mulai berdiri pada tahun 1922.
Kabar duka pun muncul, sang pendiri Muhammadiyah berpulang pada 23 Februari 1923. Meskipun KH Ahmad Dahlan meninggal, perjuangan Muhammadiyah tidak pernah berhenti. Perjuangan Muhammadiyah dilanjutkan oleh KH Ibrahim. Dua tahun setelah meninggalnya Ahmad Dahlan atau tepatnya tahun 1925, jumlah anggota Muhammadiyah masih 4.000 anggota.
Di titik ini, Muhammadiyah sudah membangun dua klinik di Surabaya dan Yogyakarta serta membangun 55 sekolah. Salah satu tokoh Muhammadiyah bernama Abdul Karim Amrullah mengajarkan Muhammadiyah ke Sumatera Barat yang langsung membuka cabang di Sungai Batang daerah Agam.
Dalam waktu yang cepat, arus gelombang pengajaran Muhammadiyah dengan cepat menyebar ke seluruh Sumatera Barat. Dari Sumatera Barat inilah para tokoh Muhammadiyah terinspirasi untuk bergerak ke daerah lain di luar Jawa seperti menjangkau Sumatera lebih dalam, Kalimantan dan Sulawesi.
Para pedagang dari Minangkabau membantu penyebaran ini. Di bawah kepemimpinan KH Hisyam atau pada tahun 1938, Muhammadiyah sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Di tahun ini Muhammadiyah mempunyai 250.000 anggota, memiliki 31 perpustakaan, 834 masjid, 7.630 cendekiawan, 1.774 sekolah serta 80 rumah sakit.
Saat ini, dengan 29 juta anggota, Muhammadiyah adalah organisasi Muslim terbesar kedua di Indonesia setelah Nahdlatul Ulama. Muhammadiyah juga memiliki beberapa organisasi otonom. Contohnya Pemuda Muhammadiyah, Aisyiyah dan tujuan organisasi Aisyiyah yang sesuai untuk wanita Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan Tapak Suci Putera Muhammadiyah untuk perguruan silat.
Dengan semua pencapaian itu, cita-cita awal Kiai Ahmad Dahlan untuk menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang bergerak di bidang agama, sosial dan pendidikan tak tergoyahkan. Hingga kini, belum ada organisasi yang memiliki tempat pendidikan, ruang ibadah serta fasilitas kesehatan sebanyak yang dimiliki Muhammadiyah.
Advertisement