Sukses

Dongkrak Kunjungan Wisatawan, Pemerintah Terbitkan Kebijakan Baru Visa di Era New Normal

Memasuki era new normal atau adaptasi kebiasaan baru, peluang bagi dibukanya kembali perjalanan wisata dunia dimungkinkan.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 telah berdampak serius pada perekonomian hampir seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Dengan kebijakan larangan dan pembatasan bepergian, tentu saja sektor pariwisata yang paling terdampak serius, mengingat pariwisata terbentuk dari proses pergerakan atau perjalanan. Memasuki era new normal atau adaptasi kebiasaan baru, peluang bagi dibukanya kembali perjalanan wisata dunia dimungkinkan.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan berbagai upaya agar perekonomian dapat kembali bergerak. Tentunya dengan tetap memperhatikan tindakan pencegahan penyebaran Covid-19.

Salah satunya melalui program sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability) sebagai standar baru pelaksanaan kegiatan pariwisata. Adaptasi kebiasaan baru ini juga berlaku di seluruh sektor kehidupan, tak hanya kepariwisataan saja.

Untuk mendukung langkah Kemenparekraf/Baparekraf, Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Permenkumham Nomor 26 Tahun 2020 tentang Visa dan Izin Tinggal dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. Peraturan baru itu menggantikan Permenkumham Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah NKRI serta rencana Travel Corridor Arrangement.

Deputi Bidang Pemasaran Pariwisata Kemenparekraf/Baparekraf, Nia Niscaya berharap, di tengah tantangan era kebiasaan baru kebijakan ini diharapkan membuka peluang bagi perekonomian termasuk pariwisata.

"Agar peluang tersebut dapat dioptimalkan dan memberi manfaat bagi stakeholder pariwisata, Kemenparekraf/Baparekraf melakukan upaya sosialisasi melalui Seri Webinar ‘Seller Meeting Asia Tenggara dan Oceania’," kata Nia Niscaya dalam sambutannya pada siaran langsung webinar sosialisasi kebijakan baru tersebut, Kamis (19/11/2020).

Direktur Pemasaran Pariwisata Regional I, Kemenparekraf, Vinsensius Jemadu menambahkan, seluruh destinasi wisata di Indonesia telah siap menerima kembali kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Standar protokol kesehatan berbasis CHSE telah diterapkan di seluruh destinasi wisata di Indonesia.

Menurutnya, sertifikasi CHSE dan kebijakan visa baru merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk menjawab tantangan era adaptasi kebiasaan baru untuk kembali menggeliatkan sektor pariwisata. Penguatan program sertifikasi CHSE dan dibukanya kembali peluang perjalanan wisata turis mancanegara diharapkan dapat menjadi stimulus agar sektor pariwisata dapat bangkit kembali.

"Tentu saja kebijakan ini diambil dengan tetap memperhatikan tindakan pencegahan penyebaran Covid-19 melalui sertifikasi CHSE sebagai standar baru pelaksanaan kegiatan wisata. Para pegiat pariwisata yang lolos sertifikasi ini berhak mencantumkan label 'InDOnesia CARE' dalam bisnis mereka," papar Vinsensius Jemadu.

Staf Ahli Bidang Teknologi dan Globalisasi Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto mendukung penuh penerapan protokol CHSE di seluruh destinasi wisata di Indonesia. Tujuannya tentu saja agar wisatawan merasa aman dan nyaman dalam melakukan perjalanan wisata. Di sisi lain, program CHSE menjadi kebutuhan di era adaptasi kebiasaan baru beriringan dengan perubahan pola perilaku wisatawan sebelum dan saat mengunjungi destinasi wisata.

"Kami mendukung para pelaku industri pariwisata dalam penerapan protokol CHSE agar para wisatawan merasakan kenyamanan maksimal. Apalagi tren menunjukkan bahwa protokol tersebut menjadi pertimbangan utama dalam menentukan destinasi mereka," ujar pria yang karib disapa Yuri tersebut.

Sementara Deputi Direktur Kerjasama Internasional Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Agus Abdul Majid menuturkan, kebijakan terbaru visa yang dituangkan dalam Permenkumham Nomor 26 Tahun 2020 tentang Visa dan Izin Tinggal dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru dan rencana travel corridor arrangement akan membuka lebih lebar pintu ekonomi bilateral dan regional.

"Kebijakan ini membuka peluang bagi perekonomian melalui pergerakan lalu lintas orang antar-negara seperti di kawasan Asia Tenggara dan Oceania, dengan memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah pandemi," ujar Agus.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Sosialisasi Visa Baru

Webinar "Peluang dan Tantangan Bagi Pariwisata di Era Kebiasaan Baru" diselenggarakan berkat kerja sama Kemenparekraf/Baparekraf Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kesehatan.

Kegiatan ini bertujuan melakukan sosialisasi kebijakan visa terbaru melalui webinar yang disiarkan langsung dari Jakarta dan ditujukan bagi penyelenggara tur, media, maskapai penerbangan, hingga mitra bisnis pariwisata di kawasan Asia Tenggara dan Oceania untuk berbagi informasi penerapan adaptasi kebiasaan baru di Indonesia.

Sedangkan webinar kedua akan digelar pada tanggal 25 November 2020 yang disiarkan langsung dari Bali dan mengundang semua pelaku pariwisata di Indonesia. Webinar itu akan berbagi pandangan tentang potensi perubahan preferensi wisatawan di kawasan Asia Tenggara dan Oceania sebagai dampak kebijakan baru pemerintah Indonesia, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam strategi bisnis mereka.

"Melalui upaya sosialisasi ini, kami berharap dapat membantu industri pariwisata berbenah dan bangkit di era baru ini," demikian menurut Direktur Kerjasama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri, Berlianto Situngkir. Pemerintah Indonesia, Situngkir melanjutkan, terus melakukan peningkatan infrastruktur pariwisata (termasuk melalui ICT), aksesibilitas, kesehatan dan higiene, berbagai kampanye digital di luar negeri, termasuk merevisi kebijakan akses bebas-visa.

Hal ini mulai membuahkan hasil seperti ditunjukkan pada tahun 2019 saat pariwisata Indonesia mencatat kontribusi sebesar 4 persen dari PDB atau sekitar US$16,9 miliar, selain juga menjadi mata pencaharian bagi 12,8 juta warganya.

 

Â