Sukses

Kuasa Hukum Sebut Fakta Sidang Tak Bisa Ungkap Aliran Uang ke Nurhadi

Rezky Herbiyono merupakan menantu Nurhadi. Dalam dakwaan disebutkan jika Nurhadi menerima suap dan gratifikasi melalui Rezky Herbiono.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penasihat hukum mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Muhammad Rudjito mengklaim saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum di persidangan tidak bisa membuktikan adanya aliran uang dari Rezky Herbiyono ke Nurhadi.

Rezky Herbiyono merupakan menantu Nurhadi. Dalam dakwaan disebutkan jika Nurhadi menerima suap dan gratifikasi melalui Rezky Herbiono.

"Di sini kan persoalannya soal Pasal 12a dan Pasal 12B, soal suap-menyuap, nah soal suapnya mana, sampai sekarang enggak ketemu. Setidak-tidaknya sampai saat ini tidak ketemu, apa hubungannya pak Nurhadi dengan uang-uang yang katanya diterima Rezky, gitu loh," ujar Rudjito di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (25/11/2020).

Rudjito mengklaim, sejauh ini belum ada keterangan saksi yang bisa membuktikan penerimaan uang yang diterima Nurhadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rudjito, aliran uang yang diterima Rezky tak ada kaitannya dengan Nurhadi.

"Sampai sekarang enggak ketemu, baik secara langsung maupun tidak langsung, itu tidak ada kaitannya Pak Nurhadi dengan uang-uang yang diterima Rezky," kata dia.

Rudjito menjelaskan soal kesaksian Yoga Dwi Hartiar yang merupakan kakak ipar Rezky Herbiyono di Pengadilan Tipikor, Rabu (25/11/2020) siang tadi. Dalam persidangan, Yoga mengaku namanya dicatut Rezky Herbiyono untuk membeli lahan sawit di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.

Menurut Rudjito, Rezky sebenarnya tidak mencatut nama adik iparnya untuk membeli lahan sawit. Hanya saja, Rezky meminjam nama Yoga karena ada aturan membeli lahan di Kabupaten Padang Lawas dibatasi hingga lima hektare persatu nama pemilik.

"Sebetulnya persoalannya adalah ini kan soal pembatasan kepemilikan, ya, kan. Di sana itu pembatasan menurut ketentuannya kan ada pembatasan bahwa seseorang maksimal boleh memiliki kalau enggak salah 5 hektare. Karena kalau kebun lebih 5 hektare harus dipecah, salah satunya caranya adalah dengan meminjam KTPnya si Yoga tadi. Itu maksudnya begitu," kata dia.

Menurut Rudjito, tujuan Rezky meminjam nama Yoga Dwi Hartiar sebenarnya bukan untuk menyamarkan aset. Ia pun menantang jaksa KPK untuk membuktikan tudingan penyamaran aset oleh Rezky.

"Silakan saja KPK membuktikan bahwa itu menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul, silakan saja, tapi bagi kami itu hanya persoalan administrasi saja," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Catut Nama

Diberitakan sebelumnya, Yoga Dwi Hartiar yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) mengaku namanya dicatut Rezky Herbiono untuk membuat sertifikat lahan sawit di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.

Menurut Yoga, Rezky meminjam KTP miliknya. Belakangan dia baru mengetahui hal itu untuk membeli lahan sawit.

"Belakangan saya tahunya, itu untuk yang sawit itu loh, pak. Sertifikat lahan sawit," kata Yoga, Rabu (25/11/2020).

Yoga mengaku sempat bertanya untuk apa Rezky meminjam KTP dirinya. Saat itu Rezky menyebut meminjam KTP dirinya agar namanya tak tercatat banyak memiliki sertifikat.

"Saya juga tanya ke Rezky waktu itu, buat apa. 'Enggak buat ini saja, biar enggak banyak-banyak nama ku', dia bilang cuma gitu. Detailnya saya enggak nanya, karena saya pikir dia keluarga, istilahnya keluarga inti istri saya, dia pinjem KTP untuk sertifikat, ya, sudah," kata Yoga.

Di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Yoga pun mengakui sempat berkunjung ke Padang Lawas pada 2015 untuk melihat lahan sawit tersebut. Dia mengklaim tidak mengetahui luas lahan sawit tersebut.

"Saya enggak tahu luasnya berapa, saya enggak tahu," kata Yoga.

Rezky Herbiono didakwa bersama Nurhadi menerima suap dan gratifikasi Rp 45.726.955.000. Suap dan gratifikasi tersebut diberikan Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) untuk membantu Hiendra mengurus perkara.

Uang suap diberikan secara bertahap sejak 22 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016.

Selain menerima suap senilai Rp 45 miliar lebih, Rezky dan Nurhadi didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 37,2 miliar. Gratifikasi diterima selama 3 tahun sejak 2014 hingga 2017. Uang gratifikasi ini diberikan oleh 5 orang dari perkara berbeda.

Jika ditotal penerimaan suap dan gratifikasi, keduanya menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 83.013.955.000.

Sementara Hiendra Soenjoto yang dijerat dalam perkara ini baru ditangkap pada 29 Oktober 2020 kemarin. Perkara Hiendra yang sempat menjadi buronan ini masih dalam tahap penyidikan.

Â