Liputan6.com, Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo kini telah menyandang status tersangka atas dugaan kasus korupsi terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020.
Selain Menteri Edhy Prabowo, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menetapkan enam tersangka lainnya. Masing-masing berinisal SAF, APM, SWD, ACK, AF, dan AM.
Baca Juga
Setelah ditetapkan tersangka, Edhy Prabowo akan mendekam di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih hingga 14 Desember mendatang.
Advertisement
Sebelumnya, lewat operasi tangkap tangan (OTT), KPK mengamankan Menteri KKP Edhy Prabowo dan rombongan sesaat tiba di Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Rabu dini hari, 25 November kemarin.
"Jumlah yang diamankan petugas KPK seluruhnya saat ini 17 orang. Di antaranya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) beserta istri dan beberapa pejabat di KKP. Di samping itu juga beberapa orang pihak swasta," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu, 25 November 2020.
Selain Bandara Soetta, sebagian lagi diciduk KPK dari wilayah Tangerang Selatan, Depok, Bekasi, dan Jakarta.
Menurut Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, penangkapan terhadap Edhy Prabowo berdasarkan informasi dari masyarakat terkait adanya dugaan penerimaan uang oleh penyelenggara negara.
Berikut sederet fakta terbaru terkait dugaan korupsi benih lobster yang melibatkan Menteri KKP Edhy Prabowo dihimpun dari Liputan6.com:
Saksikan video lainnya di bawah ini:
KPK Tetapkan Edhy Prabowo Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo alias EP sebagai tersangka dugaan korupsi.
Edhy Prabowo disangka menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
"KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana penerimaan hadiah atau janji terhadap penyelenggara negara," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu malam, 25 November 2020.
Dalam konferensi pers yang disiarkan secara langsung melalui media sosial resmi KPK, Edhy Prabowo dan beberapa tersangka lainnya tampak mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.
Advertisement
Selain Edhy Prabowo, KPK Tetapkan 6 Tersangka Lainnya
Selain Edhy Prabowo, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya dalam perkara yang sama. Para tersangka terlihat mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.
Para tersangka yakni Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Menteri KKP, dan Amiril Mukminin selaku swasta. (AM). Mereka bersama Edhy diduga sebagai penerima.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi suap, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Gedung Juang KPK, Jakarta, Rabu, 25 November malam.
Empat lainnya yang langsung ditahan adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
Sementara, dua tersangka lainnya masih belum ditangkap, yakni Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, dan Amiril Mukminin (AM) selaku swasta.
"Dua orang tersangka saat ini belum dilakukan penahanan dan KPK mengimbau kepada 2 tersangka yaitu APM dan AM untuk dapat segera menyerahkan diri ke KPK," kata Nawawi.
Jerat Pasal
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo dan lima tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan tersangka Suharjito selaku pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement
KPK Sita ATM hingga Jam Rolex
Dalam penangkapan Edhy Prabowo dan rombongan, tim penindakan turut menyita sejumlah barang bukti mulai dari ATM, jam tangan, hingga tas mewah.
"Dari hasil tangkap tangan tersebut ditemukan ATM BNI atas nama AF, Tas LV, Tas Hermes, Baju Old Navy, Jam Rolex, Jam Jacob n Co, Tas Koper Tumi dan Tas Koper LV," ujar Nawawi dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 25 November 2020.
Mendapat Informasi dari Masyarakat
Edhy Prabowo dijerat sebagai tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) tim penindakan pada Rabu (25/11/2020) sejak pukul 00.30 WIB di beberapa tempat, yaitu Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok, dan Bekasi.
Dari giat OTT itu, tim KPK mengamankan 17 orang. Mereka adalah Edhy Prabowo (EP) selaku Menteri Kelautan dan Perikanan, Iis Rosyati Dewi (IRW) selaku Istri Edhy Prabowo, Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Zaini (ZN) selaku Dirjen Tangkap Ikan KKP, Yudha (YD) selaku Ajudan Menteri KKP, Yeni (YN) selaku Protokoler KKP.
Desri (DES) selaku Humas KKP, Selamet (SMT) selaku Dirjen Budi Daya KKP, Suharjito (SJT) selaku Direktur PT DPP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT ACK, Dipo (DP) selaku Pengendali PT PLI, Deden Deni (DD) selaku Pengendali PT ACK, Nety (NT) selaku Istri dari Siswadi, Chusni Mubarok (CM) selaku staf Menteri KKP, Ainul Faqih (AF) selaku staf Istri Menteri KKP, Syaihul Anam (SA) selaku Staf Menteri KKP, dan Mulyanto (MY) selaku Staf PT Gardatama Security.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, penangkapan terhadap mereka berdasarkan informasi dari masyarakat terkait adanya dugaan penerimaan uang oleh penyelenggara negara.
"Pada tanggal 21 hingga 23 November 2020, KPK menerima informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan penyelenggara negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia," ujar Nawawi di Gedung KPK, Rabu malam, 25 November 2020.
Kemudian pada 24 November 2020, Tim KPK bergerak dan membagi menjadi beberapa tim di area Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok dan Bekasi untuk menindaklanjuti adanya informasi tersebut.
Kemudian pada sekitar pukul 00.30 WIB, tim KPK mengamankan 17 orang. Mereka yang diamankan ini lantas dibawa ke Gedung l KPK untuk diperiksa lebih lanjut.
"Dari hasil tangkap tangan tersebut ditemukan ATM BNI atas nama AF (Ainul Faqih), Tas LV, Tas Hermes, Baju Old Navy, Jam Rolex, Jam Jacob n Co, Tas Koper Tumi dan Tas Koper LV," kata Nawawi.
Advertisement
Edhy Prabowo Sudah Dipantau KPK Sejak Mei 2020
Penangkapan Edhy Prabowo di Bandara Soekarno pada Rabu 25 November merupakan hasil pantauan KPK sejak beberapa bulan lalu. Bahkan mulai bulan Mei, gerak-geriknya sudah masuk radar KPK.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyebut, pada 4 Mei 2020, Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dengan menunjuk Andreau Pribadi Misata(APS) selaku staf khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) dan Safri (SAF) selaku Staf Khusus Menteri sekaligus menjabat selaku Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence).
"Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur," kata dia dalam keterangan pers, Rabu malam, 25 November.
Selanjutnya pada awal Oktober 2020, Suharjito (SJT) selaku Direktur PT DPP datang ke kantor KKP di lantai 16 dan bertemu dengan Safri.
Dalam pertemuan itu, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800/ekor yang merupakan kesepakatan antara Amiril Mukminin (AM) selaku swasta dengan APS dan SWD.
"Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564. Selanjutnya PT DPP atas arahan EP melalui Tim Uji Tuntas (Due Diligence) memperoleh penetapan kegiatanekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT. ACK," kata dia.
Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak EP serta YSA.
Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya di tarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp 9,8 Miliar.
Uang Suap untuk Belanja di Hawaii
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih selaku staf khusus istri menteri Edhy Prabowo sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya Iis Rosita Dewi, Syafri, dan Andreu Pribadi Misata.
"Uang itu digunakan untuk belanja barang mewah oleh EP (Edhy Prabowo) dan IRW (Iis Rosita Dewi) di Honolulu, Hawaii, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta. Uang itu dibelanjakan jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujar Nawawi dalam jumpa pers di Gedung KPK, Rabu, 25 November 2020.
Selain itu, Nawawi menyebut, sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo juga diduga menerima sejumlah uang sebesar USD 100 ribu dari Direktur PT DPP Suharjito melalui Syafri dan Amiril Mukminin.
Selain itu, Syafri dan Andreu pada sekitar bulan Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp 436 juta dari Ainul Faqih.
Advertisement