Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengingatkan para pejabat negara untuk tidak menyalahgunakan jabatan. Pernyataan ini disampaikan Nawawi, setelah pihaknya mengungkap dugaan korupsi terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020. Dalam kasus ini, Menteri KKP Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka suap.
"KPK selalu mengingatkan agar para pejabat publik selalu mengingat janji dan sumpah tersebut dengan mengemban tugas secara amanah serta tidak memanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk mengambil keuntungan bagi pribadi atau kelompok," kata dia dalam keterangan pers, Kamis (26/11/2020) dini hari.
Baca Juga
Nawawi menerangkan, pejabat publik telah mengucapkan sumpah di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Karenanya, jangan simpangkan kewenangan dan tanggung jawab tersebut hanya demi memenuhi kepentingan pribadi atau golongannya.
Advertisement
"Dengan kewenangan yang dimiliki sebagai amanah jabatan seorang pejabat publik memiliki merupakan kesempatan untuk membuat kebijakan yang memihak pada kepentingan bangsa dan negara," ucap dia.
KPK menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020.
Salah satunya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang diduga menerima suap.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Jumlah Uang Suap
Menurut catatan KPK, Direktur PT DPP, Suharjito, memberikan uang sebesar US$ 100.000 kepada Edhy Prabowo melalui Stafsus Menteri KKP Safri dan seseorang bernama Amiril Mukminin.
Uang itu diduga untuk memuluskan langkah PT DPP dalam memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster atau benur.
Atas perbuatanya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) Huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Â
Advertisement