Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Djoko Tjandra dalam persidangan kasus penghapusan red notice atas dirinya. Ia dihadirkan JPU untuk menjadi saksi atau bersaksi atas terdakwa Tommy Sumardi di Pengadilan Tipidko, Jakarta Pusat, Kamis (26/11/2020).
Dalam persidangan, ia mengaku meminta bantuan kepada Tommy untuk menanyakan status DPOnya tersebut ke Interpol Polri. Saat itu, Tommy ditunjuk sebagai konsultan di Indonesia untuk menanyakan hal itu dengan kesepakatan atau upah pembayaran sebesar Rp 10 miliar.
Atas bantuan Tommy tersebut, membuat Djoko Tjandra akhirnya dapat ke Indonesia. Hal itu setelah istrinya menerima surat dari NCB Interpol berkaitan status DPO Djoko Tjandra.
Advertisement
"Sampai ada DPO rilis, dan terima surat dari NCB bahwa dikatakan red notice enggak ada, dan disamping itu ada surat pergi ke Imigrasi," kata Djoko Tjandra.
Saat itu, Hakim anggota Joko Subagyo sempat bertanya kepada dirinya terkait pertemuannya dengan Tommy saat di Indonesia. Namun, ia mengaku tak pernah bertemu dengan Tommy saat berada di Indonesia.
Karena tak pernah bertemu di Indonesia, Tommy pun diundang oleh Djoko Tjandra untuk datang ke Malaysia. Karena, Djoko menyebut, jika Tommy merupakan besan dari mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak.
"Tidak bertemu. Karena kita janjian 'Tom kapan mau ke KL (Kuala Lumpur)', karena saat saya tahu Pak Tommy besan dengan ex Prime Minister Malaysia, Datuk Sri Najib (Najib Razak). Sehingga saya mengajak kapan ke Malaysia, jadi pikiran saya undang anda itu ngobrol persahabatan," ungkapnya.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Didakwa Jadi Perantara Suap
Pada dakwaan disebutkan, jika gedung TNCC Polri merupakan salah satu lokasi yang dijadikan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Dakwaan menyebut, Tommy Sumardi dengan membawa paper bag warna putih bersama Brigjen Prasetijo masuk ke ruangan Irjen Napoleon Bonaparte di lantai 11. Saat itu Tommy menyerahkan uang kepada Irjen Napoleon dan meninggalkan gedung TNCC.
Pengusaha Tommy Sumardi didakwa menjadi perantara suap terhadap Irjen Napoleon Bonaparte sebesar SGD200 ribu dan USD270 ribu, serta kepada Brigjen Prasetijo Utomo senilai USD150 ribu.
Uang tersebut dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra. Suap itu ditujukan agar nama Djoko Tjandra dihapus dalam red notice atau Daftar Pencarian Orang Interpol Polri.
Jaksa juga mendakwa Djoko Tjandra memberikan suap kepada Irjen Napoleon sebanyak SGD200 ribu dan USD270 ribu. Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD150 ribu.
Â
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com
Advertisement